Eila Pertiwi tidak pernah membayangkan seorang Max William Lelaki Famous di Sekolahnya yang menjadi incaran banyak Gadis, tidak ada hujan atau badai tiba-tiba menyatakan perasaan padanya, padahal mereka tidak dekat sama sekali.
Namun di sisi lain, kehidupan Max William yang dianggapnya sebagai 'konglomerat manja yang hanya bergantung pada orang tuanya' ternyata jauh dari ekspetasi-nya, Lelaki itu selama ini memiliki banyak rahasia dan luka nya yang selama ini ditutupi dengan rapih.
"Gue, kan, udah bilang. Semua hal tentang Lo, Gue tau."
"Suapi, Eila.."
"Jangan coba-coba Eila. Lo cuman milik Gue, faham?"
"Gue bakal buat pelajaran siapapun yang berhasil curi senyuman manis Lo."
"Because, you are mine." Max meniup telinganya, "Cuman Gue yang boleh liat. Faham, Cantik?"
Semua ini tentang Max William dan segala sikap posesif dan manjanya yang seiring waktu membuat pertahanan Eila Pertiwi runtuh, dia terjebak dalam semua skema rangkaian yang dibuat Lelaki Berandalan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oviliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Penjaga Eila
"Pagi! Adik Abang yang cantik.."
Tanpa berniat menoleh, Eila mendengus kesal tetap melanjutkan acara memasak nasi gorengnya. Setelah siap Ia meletakkannya ke meja makan yang sudah dihuni ke tiga Kakak Lelakinya.
"Wih, enak nih." Celetuk Elang, Lelaki yang memiliki jarak usia tiga tahun dari Eila itu adalah Kakaknya urutan ke-tiga.
Saat tangan Elang terulur berniat mengambil porsinya, sebuah tangan menepisnya.
"Biar Eila yang ambil dulu." Ujar Farel, sebagai Kakak tertua dia faham kalau ke dua Adiknya benar-benar rakus dan akhirnya Adik bungsunya berangkat ke Sekolah tanpa sarapan.
Elang cemberut. Namun tak urung dia kembali diam menunggu. Sedangkan Eila mulai membagi porsi ke tiga Kakaknya itu dengan adil, setelah itu sisanya untuk dirinya sendiri.
"Nasi goreng, Adiknya Abang emang paling enak." Puji Rega, Kakak ke dua yang hanya berjarak usia satu tahun dengan Elang.
"Adiknya Gue juga Bang!" Elang berseru tidak ingin kalah.
"Adik kita semua." Sahut Farel cepat.
"Berisik. Makan nggak boleh sambil ngomong." Ucap Eila membuat ke tiganya sontak diam.
Mereka tampak seperti anak kecil, Eila pusing dibuatnya. Namun meski begitu Eila sangat menyayangi mereka, setelah kepergian ke dua orang tua mereka untuk selama-lamanya saat Eila baru berusia 10 Tahun.
Hanya mereka yang Eila punya. Mereka juga begitu menjaga Eila, tidak membiarkan hal sekecil apapun melukai Adik perempuan mereka satu-satunya.
Farel Kakak pertama mereka bekerja sebagai Staf resepsionis Hotel mampu kalau hanya untuk membiayai kebutuhan keseharian mereka.
Sedangkan Rega dan Elang berkuliah di Universitas yang berbeda, namun sama-sama mendapatkan Beasiswa Full. Jika Rega mengambil jurusan Teknik sedangkan Elang mengambil jurusan Seni.
Karena itulah Eila sangat bersikeras agar bisa mendapatkan beasiswa lagi dan tidak merepotkan kakak-kakaknya.
Drtt..
Dering telepon yang bersumber dari ponsel Adiknya, yang diletakkan di meja membuat Elang yang berada di sebelahnya reflek saja melihatnya karena penasaran.
Tapi dengan gerakan kilat Eila menjauhkan ponselnya. Gadis itu berdecak begitu melihat siapa si penelepon, namun tak urung Ia tetap menggeser icon hijau untuk mengangkat panggilan teleponnya.
"Gue didepan." Suara berat Max menyapanya tanpa menyahut Eila memutus panggilan teleponnya.
"Eila, berangkat sendiri." Ujar Eila pada ke tiga Kakaknya yang terbengong menatapnya.
Cepat-cepat Eila menyambar tas nya dan berlalu pergi keluar dari rumah. Benar saja, di depan gerbang rumahnya yang terkunci Max duduk di Motor Sport nya.
Eila membuka kunci gerbang rumahnya menghampiri Max. Gadis itu berdecak. "Gue, kan, tadi bilang. Gue nggak mau dianter jemput sama Lo!"
Max mengabaikan gerutuan Eila. Lelaki itu justru menyodorkan helm. "Pakai terus naik."
Eila menghembuskan nafas kasar, mengambil helm tersebut dengan bibir mengerucut, menaiki motor sport itu dengan susah payah.
"Pakai ini juga." Max menyodorkan Jaket hitamnya yang diterima Eila untuk menutupi pahanya yang terekspos.
"Pegangan."
Dengan tak ikhlas Eila memeluk Max membuat Lelaki itu mengulum senyum. Max memakai helm full face nya lalu melajukan Motor Sport itu dengan kecepatan tinggi.
"Bang! Siapa yang bawa Eila!"
Tangan Rega menoyor kepala Elang yang berteriak di telinganya. "Sakit telinga Gue, anjing!"
"Kita kecolongan." Tutur Farel lemas.
Layaknya orang bodoh, ke tiga Lelaki itu memperhatikan kepergian Motor Sport yang membawa Adik bungsunya dari jendela rumah.
"Ini karena Abang nggak becus jaga Eila." Celetuk Elang pada Rega.
Rega melotot kesal. "Lo juga nggak becus! Pacaran mulu sama Lili."
"Emang Lo nggak pacaran mulu sama Catering." Sahut Elang tak terima.
"Catrine!"
"Kalian semua salah!" Tegas Farel membuat Rega dan Elang meneguk saliva nya susah payah. "Ck, mulai sekarang. Kita selidiki Cowok yang berani-beraninya deketin Adik kita. Kayak sebelum-sebelumnya! Buat dia lari sampai kencing di celana." Ucapnya tak main-main.
Tanpa sepengetahuan Eila, mereka membuat trauma semua Lelaki yang mendekati Eila hingga tidak berani lagi muncul di hadapan Adiknya.
Mereka begitu posesif dan begitu menjaga Eila sebaik mungkin, tidak ingin Adik kesayangan mereka itu merasakan patah hati.
Seperti yang mereka perbuat pada para Gadis-gadis diluar sana.
Sesampainya di parkiran Sekolah. Eila lekas turun dari Motor Sport itu, Gadis itu menyodorkan helm nya pada Max.
"Makasih." Saat Eila berniat nyelonong seperti biasanya tangannya lebih dulu dicegah Lelaki itu.
Gadis itu melirik keadaan sekitar, mereka jelas-jelas menjadi pusat perhatian terutama para Gadis. Mereka sudah menatap Eila tajam.
Eila berusaha melepaskan cengkraman tangan Max pada pergelangan tangannya. "Lepas!"
"Gue lepasin asal jangan pergi kemana-mana." Ujar Max memaksa.
Eila berdecak. "Oke! Sekarang, lepasin tangan Gue."
Max melepaskan tangannya, Eila menunggunya dengan raut wajah keruh. Sedangkan Lelaki itu dengan santai melepaskan helm full face nya dan sarung tangan hitamnya.
Ketika Max turun dari Motornya, tanpa diminta Lelaki itu menggenggam Tangannya. Menariknya pergi dari parkiran.
Eila berdecak. "Ini sih sama aja. Lepasin nggak! Lo nggak liat Gue di tatap segitunya sama fans-fans Lo!"
Max mengangkat alisnya, acuh. "Gue pengennya begini. Suka-suka Gue."
Suka-suka katanya! Eila ingin sekali melempar Max ke Lautan, biar di makan Paus! Dan Eila tidak lagi melihat wajah menyebalkan nya itu.
Tapi.. Apakah Eila bisa mengangkat tubuh Max yang berkali-kali lipat dari tubuhnya kurusnya ini.
"Kenapa? Udah suka balik ya?" Kata Max dengan raut wajah datar.
Percaya diri sekali!!
Eila membuang wajah. "Mimpi terus!"
Max menarik sudut bibirnya, memunculkan seringai tipis. "Di mimpi Gue, kita udah nikah. Punya anak 11."
Benar-benar! Eila tidak kuat lagi menahannya, ingin sekali membuang Lelaki di sebelahnya ini.
"Dasar gila!"
"Gila karena Lo, kan?"
"Dasar aneh!"
"Aneh karena Lo, kan?"
Eila mendengus. "Gue benci Lo!"
Lelaki itu justru tersenyum aneh. "Gue juga suka sama Lo."
"Cowok nggak jelas!"
"Nggak jelas karena Lo, kan?"
"Pe--"
"Cukup!"
Intrupsi itu menghentikan perdebatan alot yang sudah menjadi bahan tontonan orang-orang di sekitar lorong koridor.
Eila dan Max kompak menoleh ke belakang. Mereka mendapati wajah garang Pak Ridwan, Kesiswaan yang biasanya menertibkan para Siswa-siswi Zenith High School.
"Kalian ini sedang apa?!"
Jika Eila ketar-ketir berbeda dengan Max. Lelaki itu justru merangkul pinggang Eila mesra. "Bapak nggak lihat? Saya sama Eila baru jadian."
Eila membelakkan matanya tidak percaya dengan yang Max ucapkan, begitu juga Siswa-siswi yang berada di lorong turut memperhatikan drama real life itu.
"Apaan sih?!" Seru Eila tak terima.
Max terlihat santai menatapnya, seolah apa yang baru saja diucapkannya memang kenyataannya dan tidak sedang bergurau.
"Bapak lihat sendiri, Eila malu-malu." Max mengatakan itu tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Eila yang menurutnya semakin cantik dengan bibir mengerucut kesal dan alis menukik.
Selamat ya author..
👍👍👍👍👍
👏👏👏👏👏
♥️♥️♥️♥️♥️
musuh siapa yaa
Lanjut author 💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
😘😘😘😘😘
♥️♥️♥️♥️♥️