Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Mencari tahu
Setelah melihat mobil Brian berjalan meninggalkan perusahaan, segera Adisti mengikutinya. Dia ingin tahu suami dan sahabatnya akan pergi ke mana. Wanita itu terus menenangkan dirinya, semoga saja apa yang dia takutkan tidaklah terjadi antara sang suami dan temannya itu. Namun, hati kecilnya berkata jika mereka memiliki hubungan atau sesuatu yang rahasia.
Jika sampai itu terjadi, maka Adisti tidak akan pernah memaafkan keduanya. Wanita itu akan melakukan sesuatu yang pasti akan mereka sesali. Selama ini dia sudah baik kepada mereka. Jangan sampai Adisti melakukan sesuatu yang membuat mereka menyesal.
Mobil Bryan telah sampai di apartemen Arsylla. Lebih tepatnya itu adalah apartemen Adisti yang sengaja dipakai oleh temannya. Saat itu Adisti kasihan pada Arsylla yang terus mengeluh membayar uang kontrakan. Dia pikir daripada apartemen kosong jadi, wanita itu membiarkan temannya menempati.
Namun, sudah lebih tiga tahun tidak ada niat Arsylla untuk pergi dari apartemen. Padahal saat ini gajinya juga cukup besar dan cukup untuk membeli rumah. Meskipun dengan cara kredit.
Arsylla turun dari mobil, Bryan pun melajukan kembali mobilnya. Hal tersebut tentu saja membuat Adisti lega, setidaknya sang suami tidak melakukan sesuatu bersama dengan sahabatnya. Ketakutan yang sempat dia rasakan pun tidak terjadi. Namun, wanita itu juga tidak bisa lengah begitu saja. Mungkin esok atau kemudian hari mereka melakukan kesalahan.
Setelah keluar dari apartemen tempat tinggal Arsylla, Adisti mengerutkan keningnya karena jalan yang diambil sang suami bukanlah menuju rumah mereka, melainkan berlainan arah. Entah ke mana pria itu ingin pergi, ke rumah kedua orang tuanya pun juga tidak ke arah ini. Dia masih mengikuti sang suami dengan jantung berdebar, padahal tadi sempat lega setelah Arsylla turun.
Mobil yang dikendarai Bryan memasuki perumahan kawasan elit. Adisti pun masih mengikutinya dari belakang, hingga akhirnya mobil memasuki sebuah rumah dengan pagar yang tinggi. Namun ,masih terlihat dari celah-celah pagar tersebut. Wanita itu pun memberhentikannya mobil di depan pagar, sempat heran juga kenapa sang suami ke sini, apa ini rumah orang yang dikenalnya.
Adisti ingin melihat siapa pemilik rumah ini. Namun, sepertinya akan sangat sulit. Wanita itu masih melihat ke arah rumah dan melihat sekeliling. Cukup bagus meski lebih besar rumah miliknya, pasti harganya sangat mahal juga. Saat sedang mengamati rumah itu, Adisti dibuat terkejut mendapati seorang wanita hamil membukakan pintu. Yang lebih membuatnya terkejut adalah Brian memeluk Wanita itu sudah mencium keningnya.
Seketika tubuh Adisti benar-benar lemas, tidak menyangka dengan apa yang baru saja dia lihat. Berulang kali wanita itu meyakinkan dirinya bahwa yang dilihat itu tidak benar, sekuat apa pun usahanya, tetaplah yang dilihat itu memang kenyataan. Sang suami telah menghianatinya, entah sudah berapa lama dilakukan oleh pria itu. Adisti tidak akan pernah memaafkannya, ternyata pria itu tidak tahu diri.
"Siapa dia, Bang? Jangan sampai kamu benar-benar melakukan kesalahan. Aku bukan orang yang memaafkanmu dengan mudah. Jika sampai apa yang ada di kepalaku itu benar adanya, maka siap-siap saja kamu kehilangan semuanya, termasuk rumah ini. Aku yakin ini juga bagian dari milikmu," gumam Adisti sambil mengepalkan tangannya.
Adisti menghubungi seseorang yang dia percayai dan meminta untuk bertemu. Pria itu pun menyanggupi, tetapi tidak sekarang karena tidak bisa ke mana-mana saat ini. Istrinya sedang melahirkan dan saat ini ada di rumah sakit. Adisti pun mengerti dan dia sendiri yang akan datang ke sana besok. Ini juga sudah malam, dia juga tidak ingin mengganggu istirahat orang lain.
Wanita itu kembali melihat ke arah rumah yang sudah tidak tampak pemiliknya. Adisti mengusap sisa air mata yang ada di kedua pipinya. Kali ini pandangannya begitu tajam ke arah rumah itu, wanita itu bersumpah akan membalaskan sakit hati yang dia rasakan kepada sang suami. Adisti bukanlah wanita lemah yang segala sesuatunya bergantung pada pria.
Dia wanita mandiri sejak kecil, dididik sang ayah untuk menjadi wanita yang kuat dan tegar, hanya saja selama ini Adisti memang diam dan memilih bergantung pada suaminya, kecuali masalah ekonomi tentunya. Bryan salah jika menganggapnya wanita lemah dan tidak bisa apa-apa. Adisti pun kembali melajukan mobilnya. Hari ini sudah cukup sampai disini dan dia perlu istirahat. Besok masih banyak lagi yang harus wanita itu lakukan.
***
"Bu Adisti," sapa seorang pria saat Adisti memasuki ruang rawat inap.
Pagi-pagi sekali Adisti memang sudah pergi dari rumah, tujuannya kali ini memang menjenguk istri dari anak buahnya. Dia juga tidak lupa membawakan hadiah untuk bayi mungil yang baru saja lahir. Wanita itu memang belum memiliki anak, itu juga yang membuatnya begitu menyayangi anak kecil, terutama bayi yang baru lahir. Menurutnya terlihat begitu lucu.
"Selamat pagi, Roni. Bagaimana keadaan Istri dan anakmu?" tanya Adisti sambil berjalan mendekati ranjang istri anak buahnya.
"Saya baik, Bu. Terima kasih sudah datang menjenguk," sahut istri Roni.
"Maaf, ya, saya tidak bawa apa-apa. Ini hanya ada hadiah kecil untuk anak kalian."
"Dengan kedatangan Ibu di sini saja itu sudah menjadi kehormatan bagi kami, tidak perlu repot-repot pembawa hadiah," sahut Roni yang merasa tidak enak pada Adisti.
Selama ini atasannya itu selalu baik padanya. Roni seringkali meminta bantuan pada Adisti dan tanpa banyak pertanyaan wanita itu membantunya begitu saja, tanpa peduli jika dirinya menipu atau memanfaatkan kebaikan wanita itu. Sungguh beruntung Roni memiliki atasan sebaik Adisti.
Adisti melihat sekeliling dan bertanya, "Anak kalian mana? Aku tidak melihatnya."
"Masih dimandikan, Nyonya."
Adisty mengangguk dan memberi kode pada Roni agar berbicara di luar sebentar. Pria itu yang mengerti pun segera berpamitan pada sang istri. Mereka pun berbicara di taman samping rumah sakit, memilih tempat yang sedikit sepi agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka. Roni yang tahu jika ini penting pun hanya mengikuti saja.
Pria itu sudah berjanji akan melakukan perintah Adisti tanpa banyak bertanya. Dia yakin jika wanita itu juga tidak akan membawanya ke dalam masalah, justru menyelesaikan masalah. Andai pun mendapatkan masalah, Roni akan menerima karena kebaikan Adisti padanya sudah terlalu banyak. Dia sama sekali tidak bisa membalasnya.
Adisti menyerahkan foto rumah yang sempat dia ambil kemarin, tidak lupa juga alamat di belakangnya. Roni memperhatikan foto tersebut, pria itu masih belum mengerti maksud dari atasannya ini.
"Cari tahu siapa pemilik sah rumah itu, siapa saja yang tinggal di sana, terutama wanita yang sedang hamil dan apa hubungan mereka dengan suamiku," ujar Adisti tanpa melihat ke arah Roni yang saat ini sedang terkejut.