Asillah, seorang wanita karir yang sukses dan mandiri, selalu percaya bahwa jodoh akan datang di waktu yang tepat. Ia tidak terlalu memusingkan urusan percintaan, fokus pada karirnya sebagai arsitek di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Namun, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga, pertanyaan tentang "kapan menikah?" mulai menghantuinya. Di sisi lain, Alfin, seorang dokter muda yang tampan dan idealis, juga memiliki pandangan yang sama tentang jodoh. Ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya di sebuah rumah sakit di Jakarta, membantu orang-orang yang membutuhkan. Meski banyak wanita yang berusaha mendekatinya, Alfin belum menemukan seseorang yang benar-benar cocok di hatinya. Takdir mempertemukan Asillah dan Alfin dalam sebuah proyek pembangunan rumah sakit baru di Jakarta. Keduanya memiliki visi yang berbeda tentang desain rumah sakit, yang seringkali menimbulkan perdebatan sengit. Namun, di balik perbedaan itu, tumbuhlah benih-benih cinta yang tak terduga. Mampukah Asillah dan Alfin mengatasi perbedaan mereka dan menemukan cinta sejati? Ataukah jodoh memang tidak akan lari ke mana, namun butuh perjuangan untuk meraihnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan tengah malam,salah kirim,dan jantung berdebar,tak karuan
Saat Asillah sedang melamun, tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk. Dengan malas, ia meraih ponselnya dan membuka pesan tersebut.
Awalnya, Asillah hanya mengerutkan kening membaca pesan itu. Namun, semakin ia membaca, matanya semakin membulat. Jantungnya mulai berdebar tak karuan.
Pesan itu berbunyi: "Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Aku tahu aku salah, tapi aku sangat merindukanmu. Bisakah kita bertemu besok?"
Asillah terkejut. Siapa yang mengirim pesan ini? Apakah ini dari Dokter Alfin? Tapi, kenapa dia mengirim pesan seperti ini? Bukankah dia akan menikah dengan Renata?
Asillah melihat nomor pengirim pesan tersebut. Nomor yang tidak dikenal. Ia mencoba menebak siapa pengirim pesan tersebut. Apakah pria tampan di klub malam tadi? Atau orang lain?
Tiba-tiba, ponselnya berdering lagi. Pesan kedua masuk.
"Maaf, sepertinya aku salah kirim. Pesan tadi bukan untukmu. Abaikan saja," bunyi pesan kedua itu.
Asillah semakin bingung. Salah kirim? Jadi, pesan itu bukan untuknya? Lalu, untuk siapa?
Rasa penasaran Asillah semakin memuncak. Ia ingin tahu siapa pengirim pesan tersebut dan untuk siapa pesan itu ditujukan.
"Siapa sih orang ini? Kenapa dia salah kirim pesan padaku?" gumam Asillah dengan nada kesal.
Ia mencoba membalas pesan tersebut. "Siapa ini? Dan untuk siapa pesan itu seharusnya dikirim?" balas Asillah.
Namun, tidak ada jawaban. Pengirim pesan tersebut tidak membalas pesannya.
Asillah merasa semakin penasaran dan kesal. Ia tidak bisa tidur memikirkan pesan misterius tersebut.
"Awas saja kalau aku tahu siapa pengirim pesan ini. Aku akan memarahinya habis-habisan karena sudah membuatku penasaran," gerutu Asillah.
Karena tidak bisa tidur, Asillah memutuskan untuk keluar kamar dan mencari Rian. Ia ingin menceritakan tentang pesan misterius tersebut dan meminta pendapat Rian.
Ia berjalan menuju kamar Rian dan mengetuk pintunya dengan pelan. "Rian? Apa kau sudah tidur?" tanya Asillah.
Tidak ada jawaban. Asillah mengetuk pintu kamar Rian sekali lagi. "Rian? Aku ingin bicara padamu," kata Asillah dengan nada yang lebih keras.
Tiba-tiba, pintu kamar Rian terbuka. Rian muncul dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih mengantuk.
"Ada apa, Sil? Kenapa kau membangunkanku tengah malam begini?" tanya Rian dengan nada kesal.
Asillah menunjukkan ponselnya pada Rian. "Lihat ini. Aku mendapat pesan misterius dari nomor yang tidak dikenal," kata Asillah.
Rian membaca pesan tersebut dengan seksama. Ia mengerutkan kening dan menatap Asillah dengan tatapan yang bingung.
"Pesan apa ini? Siapa yang mengirim pesan ini padamu?" tanya Rian dengan nada penasaran.
Asillah menceritakan semua yang terjadi pada Rian. Ia menceritakan tentang pesan pertama yang membuatnya terkejut dan berdebar-debar, serta pesan kedua yang mengatakan bahwa pesan itu salah kirim.
Rian mendengarkan cerita Asillah dengan seksama. Ia tampak berpikir keras.
"Hmm... ini aneh. Siapa ya yang mengirim pesan ini padamu?" gumam Rian.
"Itu dia masalahnya! Aku juga tidak tahu! Aku sudah mencoba membalas pesannya, tapi dia tidak membalas," kata Asillah dengan nada kesal.
Rian tersenyum. "Tenang saja, Sil. Aku akan membantumu mencari tahu siapa pengirim pesan ini," kata Rian.
"Benarkah? Bagaimana caranya?" tanya Asillah dengan nada
Investigasi Tengah Malam, Petunjuk, dan Kejutan di Pagi Hari
"Benarkah? Bagaimana caranya?" tanya Asillah dengan nada penuh harap.
Rian tersenyum misterius. "Aku punya beberapa cara. Tapi, pertama-tama, kita harus mencari tahu siapa pemilik nomor telepon ini," kata Rian.
"Bagaimana caranya?" tanya Asillah lagi.
"Aku punya teman yang bekerja di perusahaan telekomunikasi. Aku bisa menghubunginya dan meminta bantuannya untuk melacak nomor ini," jawab Rian.
"Wah, ide bagus! Cepat hubungi temanmu!" seru Asillah dengan semangat.
Rian mengambil ponselnya dan menghubungi temannya yang bernama Tomi. Setelah beberapa saat, Tomi mengangkat teleponnya.
"Halo, Tomi? Maaf mengganggumu tengah malam begini. Aku butuh bantuanmu," kata Rian.
"Ada apa, Rian? Tumben kau menghubungiku malam-malam begini," jawab Tomi dengan nada penasaran.
Rian menceritakan tentang pesan misterius yang diterima Asillah dan meminta bantuan Tomi untuk melacak nomor telepon pengirim pesan tersebut.
"Oke, aku mengerti. Kirimkan nomor teleponnya padaku. Aku akan coba melacaknya. Tapi, aku tidak janji bisa berhasil ya. Soalnya, melacak nomor telepon itu tidak mudah," kata Tomi.
"Tidak apa-apa. Yang penting, kau coba dulu. Terima kasih banyak, Tomi," kata Rian.
Rian kemudian mengirimkan nomor telepon pengirim pesan misterius tersebut kepada Tomi. Setelah itu, ia menutup teleponnya.
"Oke, sekarang kita tinggal menunggu kabar dari Tomi," kata Rian.
"Berapa lama kita harus menunggu?" tanya Asillah dengan nada tidak sabar.
"Aku tidak tahu. Tergantung pada Tomi. Semoga saja dia bisa segera memberikan kita informasi," jawab Rian.
Karena tidak bisa tidur, Asillah dan Rian memutuskan untuk menonton film di ruang tengah villa. Mereka menonton film komedi romantis yang ringan dan menghibur.
Namun, pikiran Asillah tetap tertuju pada pesan misterius tersebut. Ia tidak bisa fokus pada film yang sedang ditontonnya.
"Siapa sih orang ini? Kenapa dia mengirim pesan seperti itu padaku? Apa maksudnya?" gumam Asillah dalam hati.
Setelah beberapa jam, Rian tertidur di sofa. Asillah masih terjaga, menunggu kabar dari Tomi.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk. Asillah dengan cepat meraih ponselnya dan membuka pesan tersebut.
Pesan itu dari Tomi. "Rian, aku sudah mendapatkan informasi tentang pemilik nomor telepon ini. Namanya adalah... (nama disensor). Dia tinggal di (alamat disensor)," bunyi pesan tersebut.
Asillah terkejut membaca pesan dari Tomi. Ia tidak menyangka Tomi bisa mendapatkan informasi secepat ini.
"Siapa (nama disensor) ini? Aku tidak mengenalnya," gumam Asillah.
Ia mencoba mencari tahu tentang (nama disensor) di internet. Setelah beberapa saat, ia menemukan informasi tentang orang tersebut.
Asillah semakin terkejut membaca informasi tentang (nama disensor). Ternyata, (nama disensor) adalah...
(Asillah menemukan informasi yang membuatnya terkejut dan penasaran. Informasi ini akan menjadi kejutan di pagi hari dan mengubah arah cerita.)
Karena sudah sangat larut, Asillah memutuskan untuk tidur. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menceritakan semua yang ia temukan pada Rian di pagi hari.
Keesokan harinya, Asillah bangun pagi-pagi dan langsung membangunkan Rian.
"Rian! Bangun! Aku punya berita penting!" teriak Asillah dengan semangat.
Rian terbangun dengan kaget. "Ada apa, Sil? Kenapa kau berteriak-teriak pagi-pagi begini?" tanya Rian dengan nada kesal.
Asillah menceritakan semua yang ia temukan tentang (nama disensor) pada Rian.
Rian mendengarkan cerita Asillah dengan seksama. Ia tampak terkejut dan tidak percaya.
"Tidak mungkin! Ini pasti
"Tidak mungkin! Ini pasti salah! Bagaimana bisa dia...?" Rian menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah menolak mempercayai apa yang baru saja didengarnya.
Asillah mengangguk, wajahnya masih dipenuhi keterkejutan. "Aku juga tidak percaya, Rian. Tapi, semua bukti mengarah padanya. Tomi tidak mungkin salah memberikan informasi," ujarnya, sambil menunjukkan tangkapan layar profil media sosial (nama disensor) yang baru saja ia temukan.
Rian meraih ponsel Asillah dan meneliti foto-foto serta informasi yang tertera di profil tersebut. Matanya memicing, mencoba mencerna semua yang dilihatnya. "Tapi, kenapa dia melakukan ini? Apa motifnya?" gumam Rian, lebih pada dirinya sendiri.
"Itulah yang ingin aku cari tahu," jawab Asillah dengan nada serius. "Aku ingin bertemu dengannya dan menanyakan langsung apa maksud dari semua ini."
"Apa? Kau gila, Sil? Kau mau menemuinya sendirian? Itu berbahaya!" Rian langsung menolak ide tersebut. "Kita tidak tahu apa yang ada di pikirannya. Bisa saja dia punya niat jahat."
"Aku tidak akan pergi sendirian. Aku akan mengajakmu," balas Asillah, menatap Rian dengan tatapan memohon. "Aku mohon, Rian. Bantu aku menyelesaikan masalah ini. Aku tidak bisa terus-terusan dihantui rasa penasaran seperti ini."
Rian menghela napas panjang. Ia tahu Asillah adalah orang yang keras kepala. Jika ia sudah memutuskan sesuatu, sulit untuk mengubah pikirannya. Selain itu, ia juga tidak tega melihat Asillah terus-terusan merasa gelisah.
"Baiklah, aku akan menemanimu. Tapi, kita harus berhati-hati. Jangan gegabah," kata Rian akhirnya.
Asillah tersenyum lega. "Terima kasih, Rian. Kau memang sahabat terbaikku," ujarnya, lalu memeluk Rian dengan erat.
Setelah sarapan dan mempersiapkan diri, Asillah dan Rian berangkat menuju alamat yang diberikan Tomi. Sepanjang perjalanan, mereka berdua merasa tegang dan cemas. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi nanti.
Sesampainya di alamat yang dituju, mereka menemukan sebuah rumah sederhana di sebuah gang kecil. Asillah dan Rian saling bertukar pandang. Mereka menarik napas dalam-dalam dan berjalan menuju pintu rumah tersebut.
Asillah mengetuk pintu dengan ragu-ragu. Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya muncul di hadapan mereka.
"Maaf, mencari siapa ya?" tanya wanita itu dengan nada ramah.
"Apakah benar ini rumahnya (nama disensor)?" tanya Asillah dengan hati-hati.
Wanita itu mengangguk. "Iya, benar. Saya ibunya. Ada apa ya?"
Asillah dan Rian saling bertukar pandang lagi. Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan ibunya (nama disensor) terlebih dahulu.
"Maaf mengganggu, Bu. Kami teman (nama disensor). Kami ingin bertemu dengannya, apakah dia ada di rumah?" tanya Asillah dengan sopan.
Wanita itu tampak ragu sejenak, lalu mengangguk. "Ada. Dia sedang di kamarnya. Silakan masuk," ujarnya, mempersilakan Asillah dan Rian masuk ke dalam rumah.
Asillah dan Rian masuk ke dalam rumah dengan perasaan campur aduk. Mereka mengikuti wanita itu menuju sebuah kamar di bagian belakang rumah.
"Ini kamarnya. Silakan masuk. Saya panggilkan dia dulu," kata wanita itu, lalu mengetuk pintu kamar tersebut.
"Nak, ada temanmu datang," ujar wanita itu.
Dari dalam kamar, terdengar suara seorang wanita menjawab. "Iya, Bu. Sebentar."
Wanita itu kemudian berbalik dan menatap Asillah dan Rian. "Silakan ditunggu ya," ujarnya, lalu pergi meninggalkan mereka.
Asillah dan Rian berdiri di depan pintu kamar tersebut dengan perasaan yang semakin tegang. Mereka menunggu dengan tidak sabar.
Tidak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Seorang wanita muda muncul di hadapan mereka. Wanita itu memiliki wajah yang cantik, namun tampak pucat dan lesu.
Asillah dan Rian terkejut melihat wanita itu. Mereka tidak menyangka bahwa (nama disensor) adalah...