"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pesantren
Naya dan Erik terlihat seperti pasangan suami istri. Erik mengantar Naya dengan status saudara alias kakak dan adik. Kini, keduanya berada di kantor pusat untuk mendaftar sebagai santri baru.
"Silahkan isi formulirnya." Ujar Abizar menyodorkan selembar kertas kearah Naya
"Semuanya?" Tanya Naya
"Iya."
"Masnya ganteng, mau jadi pacar Naya?" Tanya Naya membuat Abizar beribu-ribu kali istighfar dalam hati
Sedangkan Erik langsung meraupi muka Naya. "Hush! nggak boleh gitu, Naya." Erik kembali menatap Abizar. "Maaf mas, adik saya memang kurang didikan. Jadinya mohon kasih didikan yang lurus mas biar tahu akhlak." Lanjutnya.
Abizar terkekeh mendengar obrolan di depannya yang menurut Abizar sendiri terdengar lucu. Ada-ada saja saudara yang seperti itu.
"Baik, sekarang boleh masuk asrama putri. Dan maaf, masnya ini tidak diperbolehkan masuk di area santri putri." Terang Abizar
Erik mengangguk. Dengan segera Erik menarik Naya untuk ia peluk. Biar seperti orang yang berusaha melepas kepergian.
"Dramanya bagus, sayang. Terus lanjutkan sampai kamu berhasil." Bisik Erik
"Kok kita jadi cosplay orang begini, canggung banget."
Merasa ditatap Abizar, Erik menepuk-nepuk keluar punggung Naya. "Belajar yang rajin biar makin tahu akhlak." Ujarnya
"Uangnya mana bang?" Tanya Naya dengan tangan menengadah kearah Erik
Erik menghembuskan nafas panjangnya, dengan segera Erik menyodorkan uang segepok ke arah Naya. Sedangkan Naya segera menerima dan disimpannya ke dalam tas.
"Nih, buat ustadz tampan." Ujar Naya dengan menyodorkan uang gepok sepuluh juta kearah Abizar. Setelahnya Naya segera keluar dari kantor
"Nggak papa buang-buang duit, uang dadakan mudah dicari." Bisik Erik sebelum benar-benar meninggalkan Naya
🍃🍃🍃
"Hai semua, perkenalkan namaku Kanaya Putri lestari, panggil aja Naya." Ujar Naya memperkenalkan diri.
"Naya?" Beo Ana tatkala melihat keberadaan Naya yang tak jauh darinya. Sedangkan Naya melambaikan tangan pada Ana dengan senyum keramahannya.
Naya memberi uang lembar berwarna merah ke semua santri secara merata. Membuat semua santri jadi hitung menghitung berapa kekayaan yang dimiliki Naya.
"Buat perkenalan aja, kalau udah saling mengenal pasti aku kasih lebih banyak." Ujar Naya
Mendengar akan hal itu semua santri jadi berebut ingin mengajak Naya satu kamar. Namun pandangannya tertuju pada sosok perempuan yang tak jauh dari posisi dirinya.
"Aku mau satu kamar sama kakak itu." Ujar Naya dengan menunjuk ke arah Aranaima Salsabila
🍃🍃🍃
Baru satu hari di pesantren, pesantren dibuat gempar akan hilangnya uang Naya yang terbilang cukup banyak. Mendengar uang sebanyak itu hilang, Naya menangis.
"Kak, salahku itu sebenarnya apa sih? kenapa baru satu hari udah dapat musibah?" Naya menangis sesenggukan di pelukan santri lain.
"Ada yang kamu curigai, nay?" Tanya salah satu santri
Naya menunjuk ke arah Ana. "Soalnya di antara yang lain pada bingung uang aku hilang, kakak itu hanya diam tak bersuara."
Ana yang merasa dituduh bergerak menjelaskan tetapi, tubuhnya lebih dulu ditahan oleh seseorang. Hendak nyolot, Ana pasti kalah jumlah. Dua sahabatnya pun hanya menatap dengan tetapan penuh kasihan.
"Saya juga mengira seperti itu. Soalnya waktu dengar ada santri baru Ana hanya diam seolah tidak suka pada santri baru itu." Ujar salah satu santri
"Aku nggak mungkin mel-"
"Salah aku apa kak? Hiks... Padahal aku mau berteman sama kak Ana, hiks. Kalau kak Ana butuh uang bilang aja ke aku, pasti aku kasih uang banyak, hiks..." Naya semakin menangis sesenggukan
"Nggak nyangka aku sama Ana. Sepuluh tahun pesantren baru kali ini aku lihat kamu mencuri." Sahut salah satu santri lain
"Kamu iri sama Naya kan?"
"Ngaku aja, Na!"
Ana menunduk, menutup kedua matanya. Menahan diri untuk tidak tersulut emosi. Ya Allah, astaghfirullah cobaan apalagi ini. Batin Ana
"Ustadzah, langsung pindahin ke penjara suci aja." Usul salah satu santri
"Dzah, Ana berani sumpah kalau Ana tidak mencuri." Ujar Ana berusaha membela diri
"Jangan sumpah-sumpah kamu! Sekarang ikut ustadzah untuk lanjut interogasi dengan kepala yayasan."
🍃🍃🍃
Duduk menghadap Abah Maliki dan Gus Abizar. Ana sedari tadi hanya menundukkan kepala sembari melafalkan lafadz 'hasbiallah' yang merupakan potongan dari surat at-taubah dia ayat terakhir. Lafadz yang Ana yakini bisa menguatkan diri dari marabahaya atau musibah yang datang padanya.
"Nduk Ana." Panggil Maliki
"Iya, bah?"
"Baru kali ini Abah menyidang santri sepertimu, nak." Ujar Abah Maliki
"Afwan, Ana tidak pernah melakukan itu jika uang saku Ana sudah sangat cukup, bah." Terang Ana mencoba menjelaskan
"Semua bukti memang mengarah kepadamu. Hal itu membuat saya entah percaya atau tidak. Tapi, saya yakin jika kamu tidak melakukan hal itu. Bisa kamu beri penjelasan mengenai kejadian tadi?" Tanya Abizar
Ana mengangguk. "Naya merupakan mantan dari suaminya Ana, Gus." Balasnya
"Lalu apa hubungannya dengan kejadian itu?"
Ana bingung, mau mengatakan dengan apa yang ada di hati, Ana takut suudzon. Sedangkan Ana berusaha untuk husnuzan tetapi, lubuk hatinya selalu mengatakan bahwa semua kejadian tadi merupakan rencana buruk dari seorang Kanaya Putri lestari.
"Mengapa diam saja, Aranaima?" Tanya Abizar begitu tegas
"Afwan, Gus. Saya takut jika ucapan saya nanti justru menimbulkan fitnah." Balas Ana pelan
"Lalu penjelasan mana yang bisa saya terima?"
"Say-"
"Untuk saat ini kamu harus nutut aturan yang berlaku."
"Jujur dari lubuk hati saya tidak pernah melakukan itu tapi, jika bukti itu mengarah pada saya, saya siap mengganti semuanya." Balas Ana
Abah Maliki yang sedari tadi diam, kini bergerak untuk bersuara. "Jika kamu mengganti semuanya, itu sama saja jika kamu yang melakukannya, nduk. Untuk sekarang, ikuti saja arahan keamanan pesantren. Biar nanti Abah bantu menyelesaikan semuanya."
Ana hanya bisa mengangguk pasrah. "Baik, bah."
🍃🍃🍃
Penjara suci merupakan ruang bersel seperti halnya penjara umum. Namun, penjara suci ini hanya ada di pesantren dan diisi oleh santri yang terlibat masalah dan sering melanggar peraturan yang ada. Seperti halnya Ana yang dilibatkan dalam kasus pencurian.
"Ustadzah Ana?" Tanya salah satu santri yang merupakan murid Ana di asrama
"Iya?"
"Ustadzah Ana kok di sini, nggak mungkin kalau ustadzah Ana melanggar sesuatu". Balas santri itu. Sedangkan Ana bergerak untuk menceritakan fitnah yang mengarah padanya.
"Aku tahu betul ustadzah Ana. Aku nggak ma-"
"Assalamualaikum, kak Ana". Ucap Naya dengan sifat ramahnya
"Waalaikumsalam". Balas Ana tanpa menatap.
"Hai, boleh tinggalkan kami berdua?" Tanya Naya santri yang di sebelah Ana pun segera pergi, meninggalkan anak bersama Naya.
Kini, tinggal ada Ana dan Naya. Keduanya saling tatap-menatap seolah Tengah berbicara lewat telepati masing-masing. Tak lama dari tatapan itu Naya mengambil sesuatu dari saku gamisnya.
Naya menunjukkan benda dengan dua garis merah di tengah. Testpack, yah benar. Yang Naya pegang itu adalah testpack yang berarti perempuan bernama Naya itu Tengah hamil.
"Gue hamil anaknya Alvan."
Deg!!
Mendengar ucapan Naya, hati Ana seperti ditusuk besi. Tetapi, Ana berusaha untuk berfikir positif dan tidak akan pernah percaya pada akal bualan dari seorang Kanaya Putri lestari.
"Saya tidak percaya." Ujar Ana
Naya menyodorkan amplop coklat ke arah Ana. Dengan cepat Ana membuka dan melihat isi amplop itu.
Terdapat surat keterangan dari dokter kandungan atas nama Alvanza Utama Raja yang mendampingi kekasih bernama Kanaya Putri lestari. Air mata Ana mulai berjatuhan melihat kenyataan bahwa suaminya memiliki anak dengan wanita lain.
Selain itu terdapat foto kebersamaan Alvan dengan Kanaya. Ingin mengabaikan kebohongan Naya tapi bukti sudah ada didepan mata. Lantas sekarang Ana harus berbuat apa?
"Sekarang percaya kan?" Tanya Naya
"Bohong! Saya tahu ini bukti settingan!"
Naya tertawa hambar. "Percaya atau nggak kalau lelaki penafsu tinggi seperti Alvan tidak akan tergoda dengan cewek sexy seperti gue. Alvan bilang, dia mau nikahi secepat mungkin. Gue mau tanya sama lo, lo mending cerai atau rela dimadu?" Ana bingung harus berbuat apa selain hanya bisa menangis. Sedangkan Naya, perempuan dengan segudang kelicikan itu langsung meninggalkan ruang penjara suci.
Ana langsung terduduk dengan memeluk kedua lututnya. Tidaklah mungkin jika suaminya itu melakukan hal keji padanya. Ana percaya sama Alvan tetapi bukti yang Ana terima dari Naya membuat Ana bertanya-tanya pada hatinya.
Selang beberapa menit, Ayu dan Dinda datang berlarian dengan nafas tersengal-sengal. Tetapi, begitu melihat Ana menangis, Ayu dan Dinda berubah jadi panik.
"Ana?!"
"Kamu kenapa nangis?"
Ana mendongak menatap kedua temannya, memperlihatkan kedua matanya yang sembab dan gamis yang basah akibat tangisan Ana. Ana mendekat, memperlihatkan kertas yang berisi pernyataan bahwa Kanaya mengandung anak Alvan, suami Ana.
"Na, Naya si santri baru itu lagi hamil dan anak di dalam perutnya itu anaknya suami kamu?" Tanya Ayu, Ana menggeleng lemah
"USTADZAH!!" Teriak Dinda
Ustadzah yang dimaksud adalah pengurus pesantren bagian keamanan yang bertugas menjaga penjara suci.
"Siapa yang mengizinkan kalian masuk?!"
"Afwan, dzah. Kami hanya diminta untuk memanggil Ana untuk datang ke kantor pusat."
Ustadzah itu akhirnya memaklumi, dengan segera Ana keluar dan ikut berlari bersama Ayu dan Dinda menuju kantor pusat.
"Memangnya ada apa di kantor pusat?" Tanya Ana dengan mengusap sisa air matanya
"Katanya ada suami kamu, Na."
🍃🍃🍃
"Bagaimana bisa saya percayakan santri saya pada orang yang bukan mahram seperti kamu?" Tanya Abizar pada lelaki yang jelas bukan seorang Alvan
"Saya anak buahnya, mas. Saya diperintah mas Alvan karena mas Alvan masih mengurusi ibunya yang kondisinya semakin parah." Ujar lelaki itu mengaku sebagai anak buah Alvan
"Parah?" Tanya Ana
"Iya, mbak. Ibu Herlin masuk rumah sakit lagi. Virusnya sudah mulai menyebar ke seluruh tubuh ." Terang lelaki itu membuat Ana sangat cemas dan ingin cepat-cepat menemui Herlin
"Lalu kenapa santri baru bernama Kanaya juga harus ikut?" Tanya Abizar sedikit curiga
"Itu karena mbak Naya calon istri kedua mas Alvan."
Mendengar ucapan itu, Ana kembali berkaca-kaca. Jadi benar Aa' mau menikah lagi? Batinnya.
"Afwan, gus. Boleh saya menjenguk ibu mertua saya?" Tanya Ana
"Tapi mereka it-"
"Afwan, suami saya memang memiliki banyak anak buah. Meski saya tidak hafal semuanya, saya percaya." Balas Ana memotong ucapan abizar
"Baik, kamu saya izinkan."
Ana dan anak buah itu segera keluar dari pintu gerbang pesantren dan masuk kedalam mobil yang jelas bukan mobil Alvan.
Baru juga duduk, Ana harus bertemu dengan Naya yang memandangnya penuh selidik. "Hallo Ana. Welcome to my games."
"Maksud kamu apa?"
Seseorang yang duduk di kursi pengemudi kini menoleh kearah Ana dengan melepas tudung hoodie nya. Menatap ana dengan senyum kepuasannya.
"ERIK!!"
Melihat dirinya sedang dijebak. Ana bergerak untuk keluar dari mobil tetapi, Erik lebih dulu menguncinya dari dalam.
"Akhirnya, gadis cantik ini sekarang milik Erik."
"Lepaskan saya! Kalian se-" Belum selesai bicara, Ana langsung tak sadarkan diri karena Naya dengan cepat membius tubuh Ana.
"Good girl, baby."