NovelToon NovelToon
Biarkan Aku Jatuh Cinta

Biarkan Aku Jatuh Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:11.8M
Nilai: 5
Nama Author: Me Nia

BIARKAN AKU JATUH CINTA
Ig @authormenia

Akbar diundang ke SMA dan bertemu dengan Ami yang muda dan cantik. Hatinya terasa kembali pada masa dia masih muda, bagaikan air dingin yang dituangkan air mendidih. Dia menemukan jiwa yang muda dan menarik, sehingga dia terjerumus dalam cinta yang melonjak.
Akbar menjalin hubungan cinta dengan Ami yang berumur belasan tahun.
Bagaimana hubungan dengan perbedaan usia 16 tahun akan berkembang?
Bagaimana seorang gadis yang memutuskan untuk menikah muda harus berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3. Coach Akbar Speechless

Mobil berhenti di depan gerbang sekolah. Ami bergegas turun dan berucap terima kasih kepada Mang Kirman. Ibunya tegas dalam membuat aturan. Sebelum usia 17 tahun belum boleh memakai motor ke sekolah. Apalagi membawa mobil, meski sudah bisa menyetir pula. Intinya, harus memiliki SIM dulu.

"Ami!"

Ami memutar tubuh mendengar panggilan suara laki-laki di belakangnya. Ia mengulas senyum yang memperlihatkan dua lesung pipinya. "Hai, Emon," sapanya begitu teman seangkatan beda kelas itu mendekat.

"Almond, Mi. Bukan Emon. Untung aja senyummu manis, jadi aku nggak bisa marah." Protes Almond. Murid berparas tampan blasteran Arab itu, mensejajari langkah Ami memasuki gerbang sekolah. Sama-sama berangkat sekolah diantar sopir.

"Maklum, Mon. Lidah sunda mah begini susah nyebut Almond, enaknya Emon." Ami terkikik.

"Nah, itu bisa."

"Itu kan contoh. Kalau pas bicara bakalan spontan manggil Emon." Ami dan Almond memasuki koridor kelas dan sama-sama berbelok ke kiri menaiki tangga. Berbaur dengan murid lainnya.

"Up to you, Mi. Cuma Ami doang yang boleh manggil gitu. Kalo orang lain, gua eh aku akan marah." Sahut Almond yang merupakan asli Jakarta. Selesai menaiki tangga, sama-sama berjalan di lorong kelas lantai dua yang merupakan jajaran kelas XI dan Lab Kimia serta Lab Komputer.

Ami hanya tertawa. Kini berjalan lagi menaiki tangga menuju lantai tiga. Tempat berjajarnya kelas X dan Lab Matematika. Sementara laboratorium lainnya ada di lantai dasar. Sesekali ia bertegur sapa dengan teman lainnya. Berbeda dengan Almond yang cuek dan terkesan introvert.

"Tau nggak, Mi." Almond melanjutkan mengisi perjalanan dengan berbincang santai.

"Nggak." Sahut Ami, menoleh sekilas.

"Aku belum tamat, Mi." Almond mendengkus kesal. Membuat Ami tertawa lepas.

"Aku tuh awalnya ngambek sama Mami dan Abi. Masa disuruh lanjutin skul di Tasik, di kampung. Gengsi dong gua kan anak gaul Jakarta. Alasan mereka karena takut kebawa arus pergaulan bebas. Secara tetangga rumah ada anak SMP kelas sembilan yang hamil dan gak jadi ikut ujian karena harus lahiran. Dua bulan pertama aku ngerasa stres, ngerasa dibuang, nggak betah skul di sini. Tapi setelah kenal sama kamu, aku jadi betah sekolah di sini."Jelas Almond panjang lebar dengan nada serius.

"Kamu lagi curhat, Mon?" Ami menoleh dengan wajah tanpa dosa.

Sontak Almond menghentikan langkah yang diikuti pula oleh Ami. "Bukan. Aku lagi baca puisi," ujarnya dengan ketus.

Ami terkikik. "Pantesan cewek yang pengen deketin pada takut. Kamunya galak gini."

"Lagian kamu salah, Mon. Ralat dulu, Tasik tuh bukan kampung. Kota kecil yang udah modern. Mall nya Si Anak Singkong aja ada di Tasik. Bisa jadi ortu mu pengen kamu jadi anak soleh. Dapat pendidikan agama yang bagus. Soal pergaulan bebas, sekarang mah nggak di kampung nggak di kota. Soalnya kita punya gadget. Bisa meniru jika kita nggak kuat basic agama." Sambung Ami kali ini serius.

"Kamu benar, Mi. Setelah aku ikhlas sekolah di sini, baru sadar pendidikannya bagus, fasilitas juga lengkap kayak skul di Jakarta. Aku baru gabung ikut ekskul Rohis. Seru juga."

"Eh, awas salah niat, Mon. Masuk Rohis jangan karena ada aku, ya!" Ami memicingkan mata.

"Tapi emang iya sih." Almond nyengir kuda. Sontak ia kabur ke arah kelasnya saat Ami akan menoyor bahunya.

Ami hanya mendecak. Hal pertama yang dilakukan saat masuk kelas adalah melakukan absensi finger print, antri bersama teman-temannya.

***

Dua jam pelajaran pertama sudah selesai. Terdengar kehebohan dari luar kelas. Sontak di dalam kelas Ami pun penasaran dan melongok dari jendela.

"Ada apaan sih?" Tanya Kia pada Ami yang sedang memasukkan buku ke dalam tas. Berganti mengambil buku pelajaran Biologi.

"Nggak tau." Ami menggedikkan bahu.

"Woyyy, ada mobil Sultan baru datang. Sini pada kepoin." Sonya berseru heboh dari ambang pintu. Hampir semuanya berlarian ke luar. Ternyata murid kelas lain pun sudah pada berdiri berjajar di depan pagar tembok. Didominasi murid perempuan, semua melongok ke bawah. Sebagian mengabadikan dengan kamera ponsel.

"Oemji, itu artis bukan sih. Ganteng banget."

"Ya Salam, aku mau dong jadi makmumnya."

"Njirrr. Badannya keren-keren. Kayak di iklan R Men."

"Tuh yang salaman duluan sama Kepsek, aku suka, aku suka."

Dan banyak lagi komentar - komentar siswi yang menjadikan objek di parkiran itu sebagai bahan rumpian. Diiringi tawa cekikikan. Tak lama, murid kelas lain masuk kembali ke kelas karena guru sudah datang.

"Tamu itu bukan sih yang dibilang Pak Yaya kemarin?" Tanya Marga yang kembali masuk ke kelas karena dua orang yang turun dari mobil sport itu diajak memasuki ruang kepala sekolah.

"Bisa jadi. Soalnya Pak Yaya sekarang belum datang." Sahut Sonya yang kembali duduk di bangkunya.

"Mi, kamu nggak keluar sih. Ganteng-ganteng lho orangnya. Terutama yang pake kacamata hitam. Huhuhu keren bingit." Ucap Kia yang kembali duduk di samping Ami.

"Lagi tanggung, Kia. Ini baru beres bales chat dari Teh Aul." Ami menyimpan kembali ponsel dalam mode silent ke dalam tasnya.

Kia tidak jadi melanjutkan cerita. Kegaduhan di dalam kelas mendadak senyap. Itu karena kedatangan Pak Yaya.

"Anak-anak, tamu yang kemarin Bapak bilang, sudah datang. Sebentar lagi akan datang ke kelas kita dulu, didampingi Pak Muhtar. Beliau akan memberikan motivasi. Tolong jangan ada yang main hape, semuanya harus silent. Silakan nanti kalau mau bertanya, ajukan pertanyaan yang sopan. Paham?" Jelas Pak Yaya.

"PAHAM, PAK." Semua murid serempak menjawab.

Sementara itu Akbar dan kepala sekolah bernama Pak Muhtar berjalan beriringan menyusuri koridor. Leo memilih menunggu di ruang kepala sekolah sambil mengerjakan tugas kantor. Sepanjang jalan Pak Muhtar bertindak seolah guide yang menjelaskan semua fasilitas yang terlewati. Hingga keduanya pun tiba di depan kelas X MIPA 3.

"Assalamu'alaikum." Akbar masuk dengan berucap salam diiringi mengumbar senyum. Rasa percaya diri tersirat di raut wajah tampannya yang klimis karena habis bercukur kumis dan jambang. Jam terbang dalam memimpin rapat besar atau kecil, bergaul dengan berbagai kalangan dan berbagai forum, membuatnya tak merasa tegang.

Kompak seluruh murid menjawab salamnya. Hampir semua siswi saling pandang dengan teman sebangkunya diiringi sorot kekaguman dan senyam senyum penuh arti.

Dari bangku paling belakang, Ami melebarkan mata dengan wajah terkesiap. "Kak Akbar? Iya gitu?!" ucap batinnya. Dan segera menutup wajah dengan buku. Merasa tak percaya dan tak menduga. Karena lama tak bertemu dan tak ada komunikasi. Ada rasa girang di hati. Namun senyumnya ia sembunyikan di balik buku.

"Mi, itu yang aku bilang tadi yang pake kacamata hitam. Bener kan keren? Ganteng, kan?" ucap Kia berbisik.

"Ho oh keren bingit. Ganteng kayak gini mah gak akan seperti lagu Rossa." Sahut Ami tak kalah berbisik.

"Maksudnya, Mi?" Kia mengerutkan kening. Atensinya menjadi terlihat ke teman sebangkunya itu.

"Pudar." Sahut Ami enteng. Meski berbicara dengan Kia, namun pandangannya tak pernah lepas menatap lurus ke depan kelas.

"Hihihi, dasar Ami." Kia menoyor bahu Ami. Satu tangannya membekap mulut, menahan tawa.

"Sstt, diem. Lagi mulai perkenalan tuh." Bisik Ami lagi. Masih tetap menyembunyikan wajah di balik buku.

"Anak-anak, sebelumnya Bapak mau memperkenalkan dulu tamu kita. Namanya Akbar Pahlevi Bachtiar. Bisa dipanggil Kak Akbar. Beliau ini merupakan salah satu deretan CEO muda yang ada di Indonesia. Penemu dan pendiri startup Pulangpergi. Bahkan startup nya ini sudah mendapat gelar unicorn."

"Sudah sering dengar kan aplikasi pulangpergi? iklannya seliweran di tv. Pulangpergi membantu masyarakat untuk mudah mendapatkan tiket pesawat, penginapan dan layanan lain saat akan melakukan liburan atau berpergian. Selain itu beliau ini memiliki jaringan hotel juga sebuah mall di Jakarta."

"Kenapa Bapak uraikan kesuksesan Kak Akbar dengan rinci? Supaya menjadi inspirasi untuk kalian semua generasi muda, agar terbakar semangat belajar demi meraih cita-cita."

"Nah, mari kita dengarkan apa dan bagaimana kunci rahasia sukses dari seorang CEO muda bernama Kak Akbar ini. Waktu dan tempat dipersilakan." Pak Yaya mengakhiri opening nya. Ia menuruti permintaan Akbar yang tidak ingin diperkenalkan sebagai donator terbesar sekolah.

Ruang kelas hening. Tidak ada yang bersuara. Semua terpusat kepada sang bintang tamu yang tampan menawan dalam balutan kemeja putih slimfit dan celana chinos krem.

"Selamat pagi adek-adek nu gareulis dan karasep." Akbar mulai menyapa dengan menyisipkan kata bahasa sunda. Wajah yang tenang diiringi senyum penuh keramahan. Sontak semua menjawab serempak dan semangat.

"Sudah tidak perlu perkenalan lagi ya. Karena sudah dijelaskan oleh Pak Yaya."

"Nomer hape sama ig nya belum Kak." celetuk siswi dari bangku jajaran tengah. Sehingga menimbulkan riuh bersahutan berucap membenarkan.

"Oke." Akbar mengangguk dan tersenyum. Ia menuju white board dan menuliskan akun ig nya. "Untuk contact person ada di bio ya. Atau DM juga bisa," sambungnya sambil kembali berdiri di tempat semula.

"Baik, adek-adek. Sebelum lanjut pada materi, izinkan saya mengucapkan terima kasih kepada komite sekolah yang sudah mengundang saya. Ini adalah sebuah kehormatan buat saya bisa bersilaturahmi ke sekolah penuh prestasi ini, Pak." Akbar menatap silih berganti kepada Pak Muhtar dan Pak Yaya. Yang dibalas keduanya dengan senyum dan anggukkan.

"Sebenarnya saya ini bukan seorang motivator. Hanya saja saya berdiri di depan adek-adek semua untuk sharing ilmu." Ucap Akbar yang kini berdiri tegak seorang diri di titik tengah.

"Kalau ditanya sama saya, apa kunci keberhasilan dan apa yang akan membuat kita selalu bisa berada di top level performance. Kunci yang pertama adalah LAWAN DAN KALAHKAN DIRI SENDIRI. Kita sudah tau apa saja kekurangan kita. Nah, lawan dan ubah itu."

Semuanya seolah terbius oleh pemaparan Akbar yang tegas berucap dan bahasanya enak didengar. Hampir gestur semua murid melipat kedua tangan di meja.

"Kedua, KERJA KERAS DAN DEDIKASI. Khusus kalian pelajar, go...benar-benar fight. Gaspol. Nggak ada ampun. Jangan buang waktu dengan berleha-leha kebanyakan rebahan."

Beberapa murid nampak ada yang mencatat poin kunci keberhasilan. Termasuk murid di bangku paling belakang.

"Ketiga adalah PERBAIKI HUBUNGAN DENGAN ALLAH. Tingkatkan ketakwaan kita. Perkuat ibadah. Perbaiki niat."

"Dan kunci yang keempat, KONSISTEN, ISTIQOMAH, DISIPLIN. Ini satu paket. Pastikan perbaikan, perubahan, dan kebaikan itu kita pertahankan sekuat tenaga. Nggak usah banyak teori! Stop scroll media sosial! Kejar mimpimu! Taklukan dunia! Siap semangat adek-adek?" Akbar mengepalkan tangan ke udara dengan intonasi membakar semangat.

"SIAP SEMANGAT, KAK!" Kompak semuanya menyahut. Entah siapa yang mulai, semua murid memberi standing aplause.

Akbar tersenyum lebar. "Seperti yang saya bilang, nggak usah banyak teori. Jadi itulah empat kunci yang saya pegang dan praktekkan. Semoga bermanfaat buat adek-adek generasi Z ini. Kalau ada yang mau bertanya, silakan. Jangan malu-malu, harus berani ya." Ia memberi kesempatan sesi tanya jawab.

Satu orang siswa mengacungkan tangan dan berdiri. Akbar menyuruhnya untuk perkenalan dulu.

"Namaku Vino. Tidak ada pertanyaan sih, Coach. Hanya mau mengucapkan terima kasih karena sharing Kakak simple tapi sangat bernilai. InsyaAllah ini menjadi motivasi buat kami belajar lebih sungguh-sungguh dan meluruskan niat yang tadinya datang ke sekolah itu banyak terpaksanya. Mengingat sistem absennya pakai finger print jadi nggak bisa titip absen. Hehehe. Sekali lagi terima kasih banyak Kak untuk coaching and sharing, today." Ucap Vino menutup dengan sedikit membungkukkan badan sebagai tanda hormat.

"Bagus. Saya lihat Vino ini ada bakat jadi pemimpin di lembaga legislatif. Kita aminkan ya!" Ucapan Akbar kompak diaminkan seisi kelas.

"Next, siapa lagi yang mau bertanya? Oke, yang di belakang dulu ya." Akbar memberi kesempatan siswi yang mengacungkan tangan di belakang. Sepertinya pemalu. Karena berdiri sambil menutup wajah dengan buku. Tapi kemudian saat buku diturunkan....

Lho, mirip Ami. Benarkah itu Ami?

Akbar menyembunyikan rasa terkejutnya yang sekilas menghiasi wajah. Kembali dengan bersikap tenang dan profesional.

"Perkenalkan namaku ada dua, Kak. Kakak mau tau namaku yang mana nih?" Tanya siswi yang tak lain adalah Ami.

Kalau Ami sudah bicara, seisi kelas langsung gaduh oleh kekehan. Padahal orangnya belum menyampaikan tanya. Tapi entahlah, pikiran semua orang sudah traveling bakal ada sesuatu yang menggelikan.

"Boleh, perkenalkan saja dua-duanya." Akbar tersenyum simpul.

"Nama asliku Rahmi Ramadhania. Kalau nama bekennya Ami Selimut, Kak. Mau tanya...."

Akbar menahan rasa ingin tertawa dengan cara menahan nafas. Ini bukan situasi dan kondisi yang pas untuk menyapa Ami yang sepertinya tidak berubah narsisnya. Ia pusatkan atensi penuh pada gadis cantik dan imut berkerudung putih itu.

"Kak, kalau tanggal 28 Oktober itu diperingati hari sumpah apa, kak?" Tanya Ami dengan tenang dan serius.

"Sumpah Pemuda." Akbar mantap menjawab.

"Nah, kalau tanggal 29 nya sumpah apa, Kak?" Ami melemparkan pertanyaan kedua.

Akbar mengerutkan kening. "Waduh, saya mungkin buta pelajaran sejarah. Memangnya tanggal 29 nya hari sumpah apa? ujarnya menyerah.

"SUMPAH AKU SUKA KAMU." Ami cengengesan sambil mengacungkan dua jari membentuk simbol V.

Benar kan, dugaan teman-teman sekelas Ami. Bayangkan saja bagaimana riuhnya tawa satu kelas saat ini. Termasuk wali kelas dan kepala sekolah, terkekeh menahan tawa sambil geleng-geleng kepala.

Sementara Akbar menggosok-gosok pangkal hidungnya dengan wajah yang memerah dan senyum meringis. Satu kata, dia SPEECHLESS.

...****************...

Yang belum follow ig, yuk follow : @authormenia Biar tidak ketinggalan update karena kisah AmBar akan disertai foto or video klip mereka di igstory aku.

1
Aira Azzahra Humaira
akbar mah banyak Modusnya mii
Aira Azzahra Humaira
mau dong traktiran nya mi
Aira Azzahra Humaira
pesonamu Amiii 🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
ada aja km Amiiii
Aira Azzahra Humaira
🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
inimah baca novel banyak faidah nya 🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
hahhh dasar Ami
mamik sutarmi
Luar biasa
Aira Azzahra Humaira
pak bagja jadi bapak sambung nya ami kan
Aira Azzahra Humaira
ya Allah senyum terus baca novel ini biar awet muda 😄
Rona Ruta'illah
Luar biasa
Aira Azzahra Humaira
rezeki gak di duga ya mang
Aira Azzahra Humaira
hahhhh ini mah kak author nya pinter banget boleh dong belajar ☺
Aira Azzahra Humaira
adduh dagdigdug deh
Aira Azzahra Humaira
semangat baru 💪💪
Aira Azzahra Humaira
🤣🤣🤣🤣
Aira Azzahra Humaira
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
ah pokoknya terus semangat Thor
Aira Azzahra Humaira
ahhaayyy lg mikirin ayang ya
Aira Azzahra Humaira
Amiii 🥰🥰🥰🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!