apa jadi nya semula hanya perjalan bisnis malah di gerebek paksa warga dan di nikahi dwngan ceo super galak???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fuji Jullystar07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 20
Tawa Bella membahana di dalam arena Timezone.
Ia tampak sangat bahagia.
Bisa bermain bertiga seperti keluarga normal adalah impian yang sering ia pendam. Selama ini, Bella selalu iri pada teman-temannya. Setiap pulang sekolah, ada ibu yang menjemput mereka. Sedangkan dirinya? Ayahnya selalu sibuk dengan urusan bisnis dan jarang sekali punya waktu untuknya.
Bahkan saat ulang tahunnya kemarin, sang ayah hanya mengirim hadiah seperti tahun-tahun sebelumnya.
Padahal, yang Bella inginkan sederhana, makan bersama di meja makan, tertawa, dan merasa dicintai.
Saat bermain di taman beberapa waktu lalu, Bella terus berdoa.
Hingga akhirnya, ia melihat seorang perempuan cantik, sangat mirip dengan ibunya di foto.
Dalam hati, Bella yakin Tuhan telah mengirimkan ibu pengganti untuknya.
Dengan erat, Bella menggenggam tangan Calista. Ia tak ingin melepaskannya.
Sosok ibu yang bisa bermain bersamanya seperti ini adalah sesuatu yang sangat berharga.
Bella menunjuk ke salah satu mesin permainan yang berkelap-kelip, wajahnya berseri-seri.
"Mommy! Ayo kita main lempar bola lagi! " serunya penuh semangat.
Calista terkekeh pelan, menggenggam tangan kecil itu lebih erat.
" Oke, tapi kalau Mommy menang, Mommy minta permen, ya? "
" Deal!" jawab Bella cepat. Ia menarik Calista dengan antusias.
Dalam hatinya, Bella senang, karena kali ini, ia tidak bermain sendirian.
Setelah kelelahan bermain, Bella memilih melukis.
Ia ingin membuat sesuatu untuk ayahnya memberi kesempatan agar hubungan mereka bisa lebih dekat.
Damian mengikuti dari belakang. Langkahnya santai, namun matanya tak pernah lepas dari Calista. Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya.
" Terima kasih," ucapnya tulus.
Calista menoleh. " Untuk? "
" Untuk membahagiakan Bella. Sejak bayi, aku jarang punya waktu untuk bermain dengannya. Setiap aku pulang kerja, dia sudah tidur. Saat aku berangkat, dia belum bangun."
Calista hanya diam, mendengarkan.
"Maaf, aku malah cerita yang sedih-sedih," lanjut Damian.
" Gak apa-apa, Tuan Damian. Kalau kamu ingin cerita, cerita aja."
" Hmm akasih. Bisa gak? kamu panggil aku Damian saja?"
"Ah, tapi aku agak keberatan. Kamu lebih tua dari aku."
" Kakak, mungkin? "
Calista tersenyum tipis. " Oke, Kak Damian. Btw, Kakak tahu nomor aku dari mana? Seingatku aku nggak pernah kasih."
Damian terlihat sedikit gugup. Ia tak mungkin bilang bahwa ia mendapatkannya dari hasil menyelidiki latar belakang Calista.
" Dari teman kamu."
Calista menyipitkan mata. " Kok kenal teman aku?"
" Kamu pernah nyebutin tempat kerja kamu, kan?"
" Benarkah? Kayaknya aku gak pernah cerita."
" Mungkin kamu lupa," elak Damian.
Calista mencoba mengingat-ingat.
Tapi dia yakin, tak pernah memberi tahu nomor HP atau tempat kerjanya.
Bella, yang melihat ayahnya mulai terpojok, buru-buru mengalihkan perhatian Calista.
" Mommy, aku harus beri warna apa lagi?" katanya sambil menunjuk papan gambar.
Calista menoleh dan tersenyum. " Warna ungu kayaknya bagus."
" CALISTA " Panggil seseorang
Ia menoleh pelan.
Matanya membulat saat melihat sosok pria yang berdiri di depan mereka, dengan mata menatap tajam.
" Arsenio? Kamu sudah pulang? Kenapa kamu kesini? " Tanya Calista,terlihat penampilan arsenio yang terlihat brantakan mengenakan jas gelap dan kemeja putih yang sedikit kusut seolah ia terburu-buru.
" Siapa dia Cal " Tanya Damian penasaran.
Arsenio menatap tajam ke arah Damian.
" Dia istri ku " Ucapan Arsenio membuat Calista kaget.
" Arsen__ " Bentak Calista tak terima tapi di tarik oleh Arsenio
Setelah sampai di parkiran Calista menghempaskan tangan Arsenio.
Setelah Calista menepis tangan Arsenio, ia memalingkan wajah, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang.
"Apa maksud kamu Arsenio? muncul tiba-tiba dan bilang ke orang lain kalau aku istrimu, tanpa bicara dulu sama aku? " Suaranya bergetar, tapi tetap tegas.
" Aku ngasih tau dia kalau kamu istri aku "
" Arsen, kita itu nikah kontrak, kenapa kamu malah membeberkan kalau kita sudah menikah?"
" Calista aku tidak ingin hubungan ini privat aku ingin di publik cal " Calista hanya menatap tajam dan melangkah pergi tapi di halang oleh Arsenio
" Arsen, apa kamu gak mikirin aku? Gimana nasib aku ketika kita bercerai? Kamu tau status janda selalu di pandang rendah oleh orang lain? Dan orang-orang akan ngecap aku mantan istri Arsenio, gimana kalau aku bertemu orang yang aku cintai tapi aku masih terikat pernikahan kontrak____"
" Calista, ayo kita batalkan perjanjian pernikahan kontrak dan kamu jadi istri aku seutuhnya " Potong Arsenio membuat Calista terhenti.
Konyol sekalih Calista tak ingin sebuah pernikahan tanpa cinta.
" Lakukan, Sesuai kesepakatan awal kita dua tahun " Calista melepaskan tangan Arsenio dan melangkah pergi.
Arsenio hanya mematung apa ia terlalu terburu buru? Calista terlanjur membencinya, ia pikir Calista akan luluh menerimanya seiring waktu.
Calista aku sungguh mencintaimu, apa sesulit itu menerima cinta ku.
---
"Sialan!"
Suara pecahan kaca memenuhi kamar saat Anna menyapu seluruh isi meja rias dengan lengannya.
Botol parfum, alat makeup, dan bingkai foto berserakan di lantai. Nafasnya memburu, matanya memerah, dadanya terasa sesak oleh amarah yang selama ini ditahan.
"Kenapa sih? kenapa dia gak pernah lihat aku?" gumamnya dengan suara gemetar.
"Lima belas tahun, Arsen... lima belas tahun aku nunggu kamu."
Tangannya meremas sisi meja, tubuhnya gemetar karena emosi.
"Tapi dia... dia malah nikahin wanita yang bahkan belum sebulan dia kenal!"
Dengan gerakan kasar, ia melempar botol parfum ke cermin meja rias.
Brak
Suara pecahannya membuat Bu Arini tergesa-gesa masuk ke kamar.
"Anna! Astaga, ada apa, Nak?" serunya panik, langsung memeluk putrinya yang kini menangis histeris.
"Tenang, sayang, kamu bisa cerita ke Mamah, ya? Ada apa?"
"Arsen, Mah " isaknya sambil memeluk ibunya erat.
"Arsen kenapa, Sayang?"
"Dia, dia udah nikah, Mah."
Tubuh Anna bergetar, dan Bu Arini hanya bisa membalas pelukannya, membelai rambut putrinya dengan lembut.
"Sabar, ya. Kamu ikhlasin—"
"MAMAH TAU GAK GIMANA SAKITNYA HATI AKU?!" teriak Anna tiba-tiba, membuat ibunya terdiam.
"Aku udah suka Arsen dari umur sepuluh tahun, Tapi cewek gak jelas itu. Yang baru kenal beberapa minggu,malah dinikahin!"
Ia berteriak nyaring, dadanya naik turun. Matanya kini tak lagi hanya menangis, tapi penuh dendam ingin menghancurkan seseorang.
"Aku gak akan tinggal diam. Arsen harus jadi milik aku. Bagaimanapun caranya!" ucapnya pelan, dingin, namun penuh tekad.
"Sayang, jangan seperti itu, Nak—"
"Cukup! Aku gak butuh nasihat, Mah. Aku cuma butuh Arsen jadi suami aku. Titik."
Anna melangkah cepat ke lemari, menarik koper dan melemparkan pakaian ke dalamnya. Bu Arini mencoba menghentikannya.
"Sayang, kamu baru tiga hari di Swiss, Mamah masih kangen kamu. Jangan pergi lagi, ya?"
Anna menggeleng, matanya tetap tajam dan penuh amarah.
"Gak, Mah. Aku harus nyusul Arsen. Kalau perlu, aku hancurin rumah tangga mereka."
"Jangan,nak jangan tinggalin Ibu lagi." Tangis Bu Arini pecah.
Tapi Anna sudah melangkah keluar, tak lagi menoleh ke belakang tekad nya sudah bulat.
Ia gak bisa nunggu lagi kali ini Arsenio harus jadi milik nya.
Kalau cinta gak bisa didapat dengan cara baik-baik, maka biar dunia tahu.
Aku sanggup jadi iblis untuk memilikinya.