Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belanja Bulanan
Ini hari sabtu. Kebetulan Kinar dapat jatah libur hari ini. Dokter Radit juga tidak ada operasi dan memilih libur karena ia ingin mengajak Kinar belanja bulanan.
"Bersiap sana!" ucap Dokter Radit ketika melihat Kinar sedang membaca buku di sofa dengan penampilan santainya.
Kinar menoleh pada Radit yang berdiri di samping sofa yang ia duduki.
"Mau kemana, Mas?" tanyanya menatap lelaki itu yang telah rapi dan segar sehabis mandi.
"Belanja!" sahut Dokter Radit singkat.
Kinar mengangguk. Bangkit dari tempat duduknya, dan masuk ke kamar untuk segera bersiap. Keduanya berangkat dengan Radit yang menyetir. Selama perjalanan mereka tak membuka suara sama sekali. Radit fokus menyetir, sedang Kinar memilih membaca jadwal shiftnya di handphone.
Dua puluh menit kemudian mereka sampai di sebuah pusat perbelanjaan. Mereka masuk ke dalam supermarket dengan berjalan beriringan.
"Kamu suka susu rasa apa?" tanya Radit ketika mereka berdiri di deretan rak yang memajang kotak-kotak susu dengan gambar perempuan berperut buncit.
"Cokelat," jawab Kinar menunjuk salah satu merek susu.
"Eh, banyak banget, Mas!" ucap Kinar melihat Radit memasukkan 10 kotak susu berukuran besar ke dalam troli mereka.
"Anak saya harus sehat dan nutrisinya terpenuhi. Beli saja kebutuhan kamu, saya akan melihat sayuran dulu," sahut Radit datar. Berjalan menuju rak sayur-sayuran dengan mendorong troli, meninggalkan Kinar yang menatap punggung lelaki itu kesal.
"Anak saya? Dia kira cuma dia yang bikin, ini anakku juga kali," gerutu Kinar lirih.
Kinar memilih berjalan menuju deretan berbagai macam makanan ringan. Ia memilah-milah makanan yang kiranya baik untuk tubuhnya, dan mengambil beberapa. Ia sering lapar kalau gak ada kerjaan di apartemen, jadi ia butuh beberapa cemilan untuk menemaninya saat membaca nanti.
"Mas, beli sayur apa?" tanya Kinar setelah selesai memilih cemilan, dan berjalan mendekati Radit yang sudah selesai dengan sayur-sayuran.
"Sayuran sehat yang pastinya bisa memenuhi nutrisi ibu hamil," jawab lelaki itu datar.
"Beli apa kamu?" tanya Dokter Radit melihat beberapa bungkus snack yang ada di pelukan Kinar.
"Ini!" Kinar menunjuk dengan dagunya barang-barang yang ia ambil tadi. Lalu menaruhnya di troli yang hampir penuh itu.
"Tidak ada yang ingin dibeli lagi?" tanya Radit sambil berjalan menuju tempat kasir.
Kinar menanggapi dengan gelengan. Keduanya pun ikut berdiri mengantri di depan kasir. Untungnya antrian tidak terlalu panjang.
Sambil menunggu kasir menghitung belanjaan mereka, Kinar menatap deretan cokelat yang dipajang di depan kasir. Tiba-tiba saja ia meneguk ludah, membayangkan makanan manis itu.
"Mau? Ambil saja satu jangan banyak-banyak... Kurang sehat!" ujar Dokter Radit yang melihat gelagat Kinar itu.
"Eh, beneran boleh?" tanya Kinar menatap berbinar.
Radit menanggapi dengan anggukan. Kinar tak menyia-nyiakan kesempatan, ia mengambil satu bungkus coklat dengan bungkus yang agak besar dan meletakkannya di meja kasir.
Setelah selesai dengan urusan pembayaran di kasir, mereka memutuskan untuk mencari makan siang karena sudah menunjukkan jamnya makan siang.
"Mau makan dimana?" tanya Dokter Radit masih fokus menyetir.
Kinar tampak diam beberapa saat. Memikirkan apa yang ingin ia makan.
"Nasi padang saja, Mas," sahut Kinar akhirnya.
Radit mengangguk, menjalankan mobil menuju rumah makan padang tempat langgananya. Sepuluh menit kemudian mereka sampai di depan rumah makan padang yang tampak begitu ramai. Keduanya masuk dan memilih meja di pojok ruangan.
"Mau lauk apa?" tanya Dokter Radit pada Kinar.
"Samain aja, Mas."
Radit mengangguk. Meninggalkan Kinar sendirian, dan lelaki itu berjalan mendekati pramuniaga di balik meja untuk memesan nasi mereka.
Hari itu mereka habiskan berdua. Mereka baru sampai di apartemen saat jarum jam menujukkan angka jam 2 siang. Kinar sendiri tertidur di mobil sehabis kekenyangan setelah mereka makan.
Radit hendak membangunkan Kinar, tapi ia urungkan. Lelaki itu sejenak diam dengan tubuh menghadap Kinar yang tertidur dengan kepala menyandar di pintu samping mobil. Menelisik wajah istri sirinya dengan tatapan tak terbaca.
"Semoga nanti kamu menemukan lelaki yang lebih baik, Kinar!" gumam Radit lirih.
Menarik kepala Kinar agar bersandar di sandaran kursi. Setelah itu Radit keluar dari mobil dan berjalan ke kursi di sisi yang Kinar tempati. Membuka pintu mobil membawa perempuan itu dalam gendongannya untuk masuk ke dalam apartemen.
Begitu masuk ke dalam apartemennya, Radit membawa Kinar ke kamar mereka dan membaringkan perempuan itu di kasur. Setelah menyelimuti sang istri, Radit kembali keluar dari apartemen untuk membawa belanjaan mereka.
Hari-hari selama mereka dalam seatap yang sama, tak ada pembicaraan hangat yang serius. Hanya sebatas pertanyaan penting, tak ada basa-basi atau waktu yang mereka luangkan untuk mengobrol. Semuanya hambar yang Radit rasakan. Tapi anehnya, ia malah tidak suka jika Kinar didekati lelaki lain. Sikap posesifnya akan muncul ketika melihat Kinar bahkan hanya mengobrol dengan Dokter Ardi. Radit tidak memahami dirinya sendiri.
............
"Hati-hati, Suster Kinar!"
Kinar mengusap dadanya yang bergemuruh hebat karena kaget. Tentu saja kaget, ia hampir jatuh dari kursi bulat yang ia naiki karena ingin mengambil beberapa peralatan masak yang tersimpan di lemari paling atas di dapur.
"Perhatikan dirimu, Suster Kinar! Kamu selalu saja suka melamun. Kamu tidak sendiri, kalau kamu jatuh bukan cuma kamu saja yang celaka, tapi anak saya juga," ucap Dokter Radit dengan netra menajam membantu Kinar turun dari kursi yang di naikinya.
"Maaf, Mas. Saya akan lebih hati-hati lagi," ujar Kinar menunduk merasa bersalah.
"Kamu bisa meminta tolong saya jika kamu kesulitan mengambilnya, Kinar!"
Dokter Radit menyingkirkan kursi yang tadi Kinar naiki. Membuka lemari paling atas, dan menoleh pada Kinar.
"Mau ambil apa?" tanya lelaki itu.
"Teflon, Mas!" sahut Kinar.
Radit mengambilkan barang yang dibutuhkan Kinar, dan memberikannya pada perempuan itu.
"Terima kasih, Mas!"
Radit mengangguk. Ia menuju kulkas ingin mengambil air es. Tadi tujuannya ke dapur memang untuk itu, tapi melihat Kinar yang tampak kesusahan mengambil barang di lenari atas, ia memperhatikannya, tapi segera berjalan mendekat melihat kursi yang dinaiki perempuan itu tampak oleng.
Setelah mengambil air es di kulkas, Radit memilih duduk di kursi pantry memperhatikan Kinar yang tampak serius dengan masakannya. Lelaki itu membuka handphonenya agar tidak terlalu kentara. Ia mengawasi pergerakan Kinar yang tampak luwes di dapur. Radit akui jika masakan perempuan itu selalu saja memanjakan lidahnya.
Hampir setengah jam Dokter Radit mengawasi Kinar. Sedang, Kinar tak menggubris keberadaan lelaki itu. Pastinya, pura-pura mengabaikan keberadaannya.
Bohong jika Kinar tidak jatuh cinta pada pria tampan dan mapan seperti Dokter Radit. Di pernikahan yang hampir memasuki bulan ke empat ini, ia bahkan merasa sudah terjatuh terlalu jauh pada lelaki berstatus suaminya. Namun, Kinar tahu jika tak ada perasaan seperti yang dirinya rasakan yang lelaki itu miliki.
"Jangan melamun, Kinar! Masakanmu sudah matang itu!"
Suara datar Dokter Radit itu membuyarkan lamunan Kinar. Ia langsung menoleh ke panci di mana ia memasak sayur sop, dan benar saja karena keasikan memikirkan perasaannya ia malah tak sadar jika masakkannya hampir matang. Duh, sudah berapa lama dia melamun sampai tak sadar seperti ini?
...Bersambung.......
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!