Bagaimana rasanya ketika suami yang Aurel selalu banggakan karena cintanya yang begitu besar kepadanya tiba-tiba pulang membawa seoarang wanita yang sedang hamil dan mengatakan akan melangsungkan pernikahan dengannya? Apakah setelah ia dimadu rumah yang ia jaga akan tetap utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Sembilan Belas
Semenjak kejadian dua minggu yang lalu, dimana waktu Aurel meminta agar Erven menceraikan Jihan di hadapannya langsung, Erven menyetujuinya dan memilih dirinya, Aurel kembali mengatakan kata-kata hangat untuk suaminya, seperti biasa ia menyiapkan semua kebutuhan suaminya, dari sebelum berangkat kerja sampai pulang kerja, Aurel selalu sigap memperhatikan segala kebutuhannnya.
Bahkan Aurel tidak lagi mengungkit-ungkit semua sikap Erven yang membuatnya kecewa.
"Mas mau makan apa nanti malam?" tanya Aurel melalui telpon.
"Apapun yang kamu masak, mas makan kok," balas Erven dari sebrang telpon.
Aurel tersenyum, "ayam goreng mau, mas?"
"Tentu saja mau," balas Erven sedikit terkekeh di akhir kata.
"Oke, mas lanjut kerja aja lagi, assalamu'alaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Aurel langsung mematikan telponnya, ia mendongak menatap atap kamarnya. Ia tidak tahu apakah keputusannya meminta Erven untuk menceraikan Jihan sudah benar atau belum, karena setelah dua minggu yang lalu Erven mengucapkan kata cerai kepada Jihan di hadapannya langsung, Aurel merasa seperti ada yang berbeda dengan Erven.
Suaminya itu memang tetap memperlakukannya dengan sangat baik, mengatakan hal-hal manis kepadanya, bahkan tidak jarang Erven tiba-tiba memeluknya dari belakang. Aurel senang, tapi entah mengapa ia merasakan hampa.
Kemarin-kemarin Aurel mungkin masih baik-baik saja dengan semuanya, tapi semakin hari, sikap suaminya malah membuatnya merasakan hampa, padahal semuanya kembali seperti saat di awal pernikahan mereka, hangat dan romantis, tapi mengapa rasanya sangat hampa.
Aurel tidak merasakan ketulusan itu lagi, mata memang tidak dapat berbohong, dan Aurel tidak melihatnya lagi ada di tatapan Erven kepadanya.
Apakah dirinya terlalu egois disini?
Aurel beranjak dari tempat duduknya, ia harus segera memasak untuk makan malam nanti, walaupun di rumahnya ada tiga pembantu, tetap saja Aurel bersikeras untuk mengambil alih masak, ia ingin memasak untuk suaminya.
"Ibu, tadi ada makanan dari kurir atas nama ibu Aurelia," beritahu mbak Mirna yang sedang membersihkan meja dapur.
"Dimana, bi?" tanya Aurel mencari-cari makanan yang di maksud bi Mirna.
"Ada di atas meja makan bu, tadi saya mau ketok-ketok ke kamar ibu, enggak berani, takut ibu sedang istirahat," jawab bi Mirna.
"Maksih ya bi,"
"Iya, Sama-sama bu," balas bi Mirna.
Dengan perasaan sedikit bingung Aurel melangkah mendekati meja makan, terdapat satu kresek berwarna putih yang di dalamnya ada sebuah kotak berwarna putih, Aurel yang merasa tidak memesan makanan apapun mencoba membuka kotak putih tersebut.
"Donat? Siapa yang pesan donat?" tanya Aurel semakin bingung karena ia benar-benar tidak memesan donat.
Tidak mungkin juga Erven, karena suaminya itu tidak pernah memesankan makanan lewat kurir, selalu dirinya yang langsung turun tangan jika Aurel menginginkan makanan dari luar. Tidak mungkin juga mertuanya, mereka sangat tidak suka memesan makanan lewat kurir, mereka sama sekali tidak pernah percaya dengan kurir yang mengantarkan makanannya, parno jika sang kurir memberikan racun pada makanan yang dipesan tersebut.
Untuk memastikan makanan yang ada di tangannya itu, Aurel menelpon mama mertuanya, mencoba menanyakan apakah mamah mertuanya itu memesankan donat untuk dirinya atau tidak?
"Assalamu'alaikum, mah,"
Terdengar balasan salam dari sebrang telpon, tanpa basa-basi, Aurel langsung bertanya apakah mamahnya itu memesankan donat untuk dirinya, tapi jawabannya tentu saja tidak, Aurel tidak menyerah, ia menelpon adik iparnya dan jawabannya sama seperti mamahnya, terakhir ia menelpon Erven, bahkan jawaban Erven sama, tidak ada satupun dari mereka yang memesankan donat untuk dirinya, lantas siapa yang memesankannya?
Karena merasa ragu dengan donat itu, Aurel kembali menutupnya dan menaruhnya di dalam plastik, kemudian ia bawa ke dalam dapur.
"Bi, donat ini jangan di makan ya, saya gak tau siapa yang pesan donat ini untuk saya, karena saya tidak pernah memesan makanan lewat kurir, takutnya ini dikirim dalam rangka tidak baik, tolong hindari ya Bi, tolong bilang juga ke yang lain!" pesan Aurel kepada bi Mirna yang kini sedang membersihkan kaca di jendela dapurnya.
"Oh iya, siap bu,"
Setelah menaruh donat itu di dalam lemari makanan, Aurel mulai mengeluarkan bahan-bahan untuk makan malam nanti.
"Loh, Mbak, kok mbak malah masak di dapur sih?"
Aurel menoleh dan mendapati Sheila, adik dari suaminya menatap heran dirinya.
"Eh, Sheila, kok tumben datang di hati ini?" tanya Aurel yang ikut bingung melihat kedatangan adik iparnya itu, biasanya adik iparnya hanya akan datang ketika ia libur sekolah.
"Bukannya mamah sudah bilang, pulang sekolah aku disuruh mamah untuk langsung ke rumah mbak sama kak Erven, katanya nanti akan makan makan malam bersama di restoran biasa," jawab Sheila menghampiri kakak iparnya dan meyalimi tangannya.
"Loh, kok mbak gak tau ya, mamah kapan bilangnya?" tanya Aurel merasa bingung, karena sedari pagi pun tidak ada notif yang masuk ke dalam ponselnya.
"Tadi siang sih, emang mendadak mbak, tapi memangnya mamah belum ngabarin mbak?"
Aurel menggelengkan kepalanya, "Mbak telpon mamah dulu ya buat mastiin!"
"Iya, mbak,"
Aurel langsung membuka ponselnya dan menelpon mamah mertuanya, setelah tersambung Aurel langsung bertanya tentang apa yang Sheila katakan kepadanya.
"Oh ya ampun, jadi mamah udah ngasih tau mas Erven? tadi Aurel malah nawarin mas Erven mau makan malam apa? taunya nanti ada dinner di luar, untungnya tadi Sheila datang sebelum Aurel masak, jadinya masih bisa ketolong deh masakan Aurel," ucap Aurel terkekeh geli dengan dirinya sendiri yang hampir saja memasaka banyak untuk makan malam nanti.
"Oke, mah, nanti setelah mas Erven pulang kerja kita langsung berangkat,"
"Iya, waalaikumsalam,"
Setelah mamah mertuanya mematikan telepon, Aurel langsung menaruh ponselnya di atas meja makan dan menghampiri Sheila yang sedang memperhatikan bahan-bahan masakan yang Aurel keluarkan tadi.
"Gimana, mbak?" tanya Sheila begitu Aurel melangkah mendekatinya.
"Iya, nanti malam kita dinner di tempat biasa, kamu naik gih ke atas, ganti baju sekali mandi!" perintah Aurel yang langsung dituruti Sheila.
Setelah kepergian Sheila, Aurel menatap sedih bahan-bahan masakannya, ini untuk kesekian kalinya Erven lupa memberitahu hal-hal seperti ini kepadanya, bukan sekali dia kali, tapi lebih, Erven selalu lupa memberitahu dirinya jika ada acara yang melibatkan dirinya, dan akan berakhir Aurel yang kesulitan sendiri ketika Erven memberitahunya tepat sebelum mereka berangkat.
"Entah kamu lupa atau memang sengaja tidak ingin memberitahuku, mas," lirih Aurel seraya menatuh kembali bahan-bahan itu ke tempatnya semula.
Dadanya sedikit sesak jika mengingat untuk pertama kalinya Erven seperti ini, ia hanya sering memeluk tiba-tiba dirinya tapi tidak pernah sekali pun mengusap-usap lembut perutnya yang sudah sedikit membesar.
bye bye aja lah