Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Berdebar karena apa?
Beberapa jam berlalu, kini jam pulang pun tiba. Semua murid berhamburan keluar dari kelasnya menuju tujuannya masing-masing. Bulan dan Bintang masih berada di dalam kelas, mereka masih bersiap-siap untuk pulang.
"Besok ada ulangan lagi?" Tanya Bintang pada Bulan yang masih merapikan buku-bukunya.
"Kayaknya besok gak ada deh, tapi kalo materinya Pak Andi gak tau sih. Biasanya beliau suka bikin ulangan dadakan." Jelas Bulan.
"Iya juga. Fisika pula, aduh." Ujar Bintang yang belum apa-apa sudah mengeluh.
Bulan hanya menanggapinya dengan tawa dan gelengan singkat. Ia sangat tahu bahwa Bintang paling anti dengan mata pelajaran yang satu itu.
"Makanya belajar, jangan game mulu!" Ujar Bulan dengan maksud bercanda.
Mendengar candaan Bulan, Bintang pun langsung menatapnya dengan tatapan tajam. Ia merasa tersindir karena memang ia lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain game daripada mengulang kaji pelajaran.
"Cih, iya-iya!" Ujar bintang dengan nada kesal.
"Haha, ya udah yuk balik. Ntar keburu hujan lagi," ujar Bulan sembari menggendong tas nya.
Bintang hanya mengangguk singkat tanpa kata, ia pun membiarkan Bulan mendorong kursi rodanya. Keduanya keluar dari kelas, membuat banyak pasang mata tertuju pada mereka. Terlebih persahabatan mereka yang semakin erat saja semenjak Bintang mengalami kecelakaan tempo hari, jelas saja menarik perhatian banyak orang. Meskipun mereka memandangnya dengan cara yang berbeda-beda tentunya.
Bulan lupa membawa jaketnya, membuatnya merasa kedinginan terlebih dalam cuaca seperti ini. Memang dari pagi gerimis terus mengundang, diikuti angin yang terasa sangat menusuk tulang. Bulan menahan rasa dingin di belakang, sementara Bintang yang menyadari bahwa Bulan kedinginan langsung melepas jaket yang dipakainya.
"Lo ngapain lepas jaket?" Tanya Bulan yang merasa heran.
"Pake aja, lo kedinginan kan?" Ujar Bintang sambil menoleh ke belakang dan memberikan jaketnya itu.
Bulan terkejut dengan tindakan Bintang yang tiba-tiba, terlebih Bintang yang sama sekali tidak pernah seperti itu sebelumnya. Bulan ragu-ragu untuk menerimanya, terlebih ia pun tahu bahwa Bintang juga pastinya membutuhkan jaketnya itu.
"Ambil aja, liat tuh tangan lo juga udah gemetaran. Ntar lo sakit lagi," ujar Bintang yang melihat Bulan hanya bungkam.
"Tapi Bin-"
"Udah pake aja gih. Bawel banget!" Ujar Bintang menyela pembicaraan Bulan.
Bintang selalu memotong pembicaraan Bulan ketika Bulan sudah mengatakan kata 'tapi'. Bulan yang merasa tidak enak akhirnya menerima jaket itu. Karena ia tahu jika Bintang sudah menyela pembicaraannya, ia tidak akan bisa membantah lagi.
"Ya udah, thanks ya." Ujar Bulan sambil memakai jaket itu. "Lo gimana? Gak dingin emangnya?"
"Santai, gak usah pikirin gue." Ujar Bintang dengan nada santai.
Bulan menghela nafas, ia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Terlebih ia pun tahu bahwa Bintang sangatlah keras kepala. Tanpa kata lagi, Bulan pun kembali mendorong kursi roda itu melewati jalanan kota.
Bulan hanya memfokuskan pada pandangannya di depan, ia tidak menyadari bahwa Bintang juga mulai merasakan dingin. Terlebih seragam sekolahnya yang hanya sebatas lengan, membuat bulu kuduk Bintang mengembang.
Bintang tidak mengatakan apa-apa atau menunjukkan bahwa dirinya sedang kedinginan. Ia tidak ingin membuat Bulan mengembalikan jaketnya itu sebelum sampai di rumahnya, karena ia tahu bahwa Bulan mempunyai riwayat asma. Bintang hanya membiarkan dirinya diterpa angin yang terasa kian menusuk.
Sementara Bulan sendiri sama sekali tidak menyadari hal itu. Ia hanya memperhatikan sekitar dan mendorong kursi roda Bintang dengan hati-hati, ia tidak ingin kursi roda itu melewati jalanan yang berlubang. Ia ingin memastikan bahwa sahabatnya itu merasa aman sampai tiba di rumah Bulan.
Selama perjalanan pulang, mereka berdua sama-sama hening tanpa kata. Hingga tibalah mereka di rumah Bulan, Bintang pun tidak bisa berpura-pura menahan dinginnya lagi. Ia terlihat menggigil ketika sampai di dalam rumah Bulan.
"Bintang, lo kedinginan ya? Sorry, gara-gara gue lo jadi kedinginan kayak gini." Ujar Bulan merasa tidak enak.
"Jangan merasa gak enak gitu, lagian inisatif gue sendiri kok. Kalo bukan inisiatif gue gak bakal gue kasih tuh jaket." Ujar Bintang yang terdengar acuh tak acuh.
Bulan sudah sangat terbiasa dengan perkataan Bintang yang terkadang rada-rada sombong. Tapi, ia sama sekali tidak mempermasalahkan, baginya yang terpenting adalah hubungan persahabatan mereka.
"Ya udah, ganti baju gih. Nih jaketnya, btw thanks sebelumnya." Ujar Bulan sembari melepaskan jaket yang dipakainya.
"Sama-sama, gue ke kamar dulu ya." Ujar Bintang menerima jaket itu sambil berlalu ke kamar tamu.
Bulan hanya mengangguk singkat, lalu ia pun berjalan ke kamarnya sendiri. Ia mencari pakaian yang dirasa cukup untuk menghangatkan tubuhnya, lalu ia mengambil jaket yang ia gantung di atas hanger.
Ayah dan ibu Bulan sedang tidak ada di rumah siang ini, mereka pergi ke rumah saudara karena adanya acara. Bulan pun memutuskan untuk beristirahat di kamarnya, ia memang jarang makan siang di rumah karena sudah makan di sekolah.
Begitu juga dengan Bintang, sehingga mereka bisa memutuskan untuk langsung beristirahat saja. Mereka juga tidak ingin menimbulkan kecurigaan dan kesalahpahaman para tetangga, karena hanya berduaan di dalam rumah. Sehingga keputusan untuk beristirahat di kamar masing-masing adalah pilihan yang tepat untuk saat ini.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
"Ayah dan Bunda ada bawa beberapa kue dari sana. Alhamdulillah, nenek mu membawakan sedikit untuk kita karena juga masih ada lebih." Ujar ibu Bulan sembari meletakkan kue-kue itu ke atas piring.
"Alhamdulillah, dede nya cowok apa cewek Bun?" Tanyanya penasaran, karena ia tidak ikut pergi ke acara turun mandi sepupunya itu.
"Alhamdulillah cowok, Bulan." Ujar ayahnya yang menjawab pertanyaan Bulan.
Bulan hanya tersenyum menanggapinya, ia senang mendengar penuturan ayahnya. Terlebih ia yang kini mempunyai sepupu baru, jelas saja membuat hatinya merasa senang.
"Bintang kemana, nak?" Tanya ibu Bulan, pasalnya sedari ia pulang, ia belum melihat sahabat Bulan itu berada di sana.
"Di kamarnya, Bun. Lagi istirahat kayaknya." Ujar Bulan sambil menoleh ke arah pintu kamar Bintang. "Tapi, kalo istirahat gak mungkin sampai lama banget kayak gini."
"Coba datengin gih, takutnya Bintang kenapa-napa." Ujar ayah Bulan peduli.
"Iya ayah," Bulan pun langsung beranjak dari duduknya dan bergegas menuju kamar Bintang.
Tokk... Tokk... Tokkk...
"Bintang, gue boleh masuk?" Tanya Bulan setelah ia mengetuk pintu.
"Bo-boleh, masuk aja." Ujar Bintang yang langsung menjawab, tapi suaranya terdengar seperti sedang menggigil kedinginan.
Ceklekk!
Pintu pun terbuka, dan benar saja Bintang sedang menggigil saat ini. Bahkan, bibirnya pun terlihat sedikit membiru, serta wajahnya yang terlihat pucat.
"Ya ampun Bintang? Lo kenapa?" Ujar Bulan yang langsung duduk di tepi tempat tidurnya.
"Eng-enggak, gapapa kok." Ujar Bintang yang masih kedinginan.
Bulan ragu-ragu dengan perkataan Bintang, ia pun langsung meletakkan tangannya di atas kening Bintang. Bintang yang terkejut tidak bisa mengatakan apa-apa, terlebih jantungnya yang tiba-tiba berdegup kencang entah apa sebabnya.
"Panas, lo demam?" Tanya Bulan lembut.
Bintang tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menatap Bulan sekilas. Ia pun langsung mengalihkan pandangannya, ia berharap bahwa Bulan tidak mendengar degup jantungnya yang berdetak sangat keras.
"Ini pasti karena kedinginan tadi siang nih, bentar ya gue ambil obat sama kompres dulu." Ujar Bulan yang langsung beranjak.
Baru saja berdiri, tiba-tiba saja Bintang mencekal pergelangan tangannya. Bulan tentu saja terkejut, biasanya ia yang menghentikan langkah Bintang, tapi kini justru Bintang yang menghentikan langkahnya.
Bulan menoleh ke arah Bintang, membuat manik mata mereka bertemu. Bulan memang sering merasakan jantungnya berdegup kencang ketika momen seperti ini, dan saat ini ia juga merasakan hal yang sama.
Tapi, bagi Bintang ini kali pertamanya jantungnya berdetak tidak beraturan, ia tidak tahu mengapa. Ia yakin bahwa ini bukanlah perasaan cinta, dan Bintang sangat yakin itu. Terlebih ia sendiri selalu meyakinkan diri bahwa perasaan untuk sahabat itu tidak akan pernah berubah menjadi sesuatu yang lebih.
Cukup lama mereka bersitatap, akhirnya Bintang pun mengalihkan pandangannya. "Hmm, sorry. Gue cuma mau bilang, makasih aja."
Bulan tidak mengatakan apa-apa, ia pun menunduk merasakan jantungnya yang sangat tidak karuan untuk saat ini. Setelah dirasa cukup tenang, Bulan pun akhirnya tersenyum.
"Santai aja, ya udah gue ke dapur dulu ya." Ujarnya sambil kembali menoleh ke arah Bintang.
Bintang hanya mengangguk singkat dan melepaskan cengkraman tangannya. Bulan pun langsung beranjak dan menutup pintu di belakangnya.
"Lo kenapa Bintang? Jantung lo berdebar karena apa coba?" Gumam Bintang lirih sambil memegang dadanya, setelah Bulan menghilang dari pandangan.
Bintang yang awalnya merasa menggigil kedinginan, kini merasa sedikit panas karena jantungnya yang tidak bisa diajak kompromi. Bintang menatap langit-langit kamar itu, ia meyakinkan diri bahwa ia tidak mungkin menyukai sahabatnya sendiri. Tapi, apakah jantung Bintang berdegup kencang karena memang mulai memiliki rasa terhadap Bulan, atau hanya sekedar kebetulan saja?
Beberapa menit kemudian, pintu kamar kembali terbuka. Bulan pun kembali dengan membawa obat dan alat kompres untuk Bintang.
"Bintang, minum obat dulu ya? Atau mau makan dulu?" Tanya Bulan sambil membuka bungkusan obat.
"Enggak papa, gue minum obatnya aja." Ujar Bintang yang masih kedinginan.
Bulan pun membantu Bintang meminum obatnya, setelahnya ia pun membantu Bintang berbaring, ia juga menarik selimut untuk Bintang. Bintang tidak mengatakan apa-apa, bahkan tak sedikit pun menatap ke arah Bulan. Terlebih degup jantungnya belum bisa ia netral kan setelah kejadian tadi.
Tanpa aba-aba, Bulan pun langsung meletakkan kompres dingin di kening Bintang, membuat Bintang merasa serba salah. Tapi, Bintang tidak ingin menunjukkannya kepada Bulan, tentang perasaan lain yang kini ia rasakan.
"Istirahat aja Bintang, semoga lekas sembuh. Gue keluar dulu, ya? Kalo butuh apa-apa panggil aja gue." Ujar Bulan dengan seutas senyum.
"Iya, thanks ya." Ujar Bintang dengan nada seperti biasanya.
Bulan hanya mengangguk singkat, lalu membawa kembali alat baskom berisi air itu ke belakang. Ia pun membiarkan Bintang beristirahat agar lekas sembuh dari demamnya.
Bintang pun tidak ingin memikirkan hal ini terlalu jauh, baginya mungkin jantungnya yang berdegup kencang karena hanya sebuah kebetulan saja. Terlebih ia yang baru saja putus dengan Reva, sangat mustahil baginya jika tiba-tiba menyukai gadis lain, terlebih gadis itu adalah sahabatnya sendiri.
^^^Bersambung...^^^