kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencurian Di Lantai Terlarang
Kanya tidak bisa menunggu. Ancaman Laksmana (L.D.P.) terlalu besar untuk diabaikan. Jika Laksmana mengetahui Kanya menyelidiki Norte Capital, karir Kanya akan hancur sebelum sempat ia mulai. Dia harus mendapatkan bukti fisik yang mengikat Laksmana dengan R.V. sebelum Adrian mengambil langkah gegabah dari luar.
Kanya telah menghabiskan sore harinya di kantor, berpura-pura lembur. Dia duduk di mejanya, bukan mengerjakan berkas Maya, tetapi memetakan Lantai 42—lantai arsip mati firma yang hanya bisa diakses oleh Partner dan Kepala Arsip.
Sebagai pengacara yang bekerja di firma tersebut selama lima tahun, Kanya tahu protokolnya.
Akses, Pintu Lantai 42 memiliki keycard reader dengan pengenalan sidik jari. Tidak ada keycard Junior Partner yang bisa membukanya.
Pengawasan, Ada dua kamera CCTV di koridor utama, tetapi Kanya ingat ada titik buta di dekat ruang utilitas yang digunakan oleh petugas kebersihan.
Petugas keamanan utama melakukan patroli penuh setiap 90 menit, dengan jeda terlama antara pukul 02:00 dan 03:30 dini hari.
Kanya memutuskan untuk beraksi pada pukul 02:15.
Dia membawa ransel kecil yang berisi peralatan minimalis, sarung tangan lateks (untuk menghindari sidik jari), pry bar kecil (hanya sebagai back-up), dan yang paling penting, flash drive terenkripsi Adrian.
Pukul 02:00 WIB.
Kanya menyelinap ke tangga darurat, menghindari lift yang lognya selalu dicatat. Dia menaiki dua lantai ke Lantai 42, jantungnya berdebar kencang, suaranya terdengar memukul di keheningan yang mencekam. Aroma debu dan kertas tua langsung menyambutnya.
Dia mencapai pintu Lantai 42. Tentu saja, sidik jarinya ditolak, dan pintu itu tetap terkunci. Kanya beralih ke rencana cadangan: menggunakan teknik lock-picking sederhana yang pernah ia pelajari dari seorang klien kriminal di kasus pro bono tahun lalu—sebuah ironi pahit.
Saat dia mulai mencoba, dia mendengar suara klik yang lembut di ujung koridor. Seseorang baru saja menutup pintu kantor. Kanya membeku.
Kanya segera bersembunyi di balik tumpukan kotak dokumen setinggi pinggang di sudut koridor. Dia menahan napas.
Dari bayangan, muncul sesosok tubuh. Itu adalah Bapak Wisnu, Partner Litigation, yang biasanya paling santai dan jarang lembur. Bapak Wisnu tampak kusut, kemejanya keluar, dan dia membawa tas koper kecil, berjalan cepat menuju lift, sama sekali tidak memperhatikan Kanya.
Kanya menunggu sampai suara lift berdenting dan hening kembali. Dia menyadari, Partner tidak hanya bekerja di kantor. Mereka mungkin juga menyimpan rahasia.
Setelah 10 menit berlalu, Kanya kembali ke pintu Lantai 42. Tangannya gemetar, tetapi adrenalin membuatnya fokus. Kali ini, dia menggunakan pry bar kecilnya dengan sangat hati-hati untuk melonggarkan pelat kunci. Dia mendengar bunyi gesekan logam yang kecil. Setelah beberapa saat, pintu itu terbuka dengan desahan engsel yang nyaring.
Kanya masuk, segera menutup pintu di belakangnya, dan menyalakan senter ponselnya.
Ruangan itu adalah labirin rak baja setinggi langit-langit, dipenuhi ribuan kotak arsip berwarna beige. Udara di sana kering dan dingin. Lantai 42 adalah kuburan sejarah firma.
Kanya harus menemukan arsip yang berkaitan dengan Global Investment Trust (GIT) dan Rizky Virdian dari enam tahun lalu. Dia tahu sistem penamaan arsip firma sangat spesifik: tahun, nama Partner, nama Klien, dan kode Proyek.
Dia menyusuri rak yang dilabeli '2019 - 2020' — Periode setelah R.V. menghilang. Dia mencari di bawah label '2017 - 2018' — Periode pengkhianatan.
Kanya akhirnya menemukan barisan rak yang dilabeli "Laksmana Dharma P." Arsip-arsip Laksmana sangat tebal. Kanya dengan cepat mencari sub-kode untuk klien GIT. Di tengah tumpukan, dia menemukan sebuah kotak yang terasa sedikit lebih berat dan baru, dengan label yang ditulis tangan: "GIT-PANAMA-FINAL DUE DILIGENCE."
Jantung Kanya berdetak cepat. Dia menarik kotak itu. Di dalamnya, Kanya menemukan sebuah map dokumen yang sangat tipis dan terawat.
Kanya membuka map tipis itu. Di sana, bukan berkas hukum formal, melainkan beberapa lembar memo cetak dan tulisan tangan yang sangat pribadi.
Kanya membaca memo cetak pertama. Itu adalah permintaan pembayaran dari Rizky Virdian kepada Bapak Laksmana, tertanggal lima hari setelah Adrian mengalami kecelakaan. Memo itu berbunyi:
Laksmana, transfer $1.5 juta seperti yang disepakati. Aku sudah menandatangani surat kuasa. Pastikan ini adalah akhir dari hubunganku dengan Vanguard dan Daniel.
Kanya mengambil foto memo itu. Itu adalah bukti tak terbantahkan bahwa Laksmana tidak hanya tahu, tetapi secara aktif membayar R.V. untuk menghilang, menggunakan uang dari GIT (yang akan diakuisisi Adrian).
Dia kemudian menemukan yang paling merusak. Itu adalah selembar kertas kecil, sobekan dari buku catatan, dengan tulisan tangan Laksmana yang samar dengan tinta biru,
Dharma Kencana - Gagal. Terlalu banyak kerugian. Luka di tulang selangka sudah cukup. Kita lanjutkan dengan fase akuisisi.
Kanya merasa mual. Laksmana tidak hanya bersekongkol; Laksmana adalah dalang yang menghentikan rencana Dharma Kencana (kasus Adrian sebelumnya) dan memastikan Adrian terluka untuk memfasilitasi akuisisi R.V. secara paksa. Luka itu adalah pesan.
Tiba-tiba, lampu utama koridor Lantai 42 menyala dengan suara klik yang keras. Patroli keamanan kembali lebih cepat dari jadwal.
Kanya menjerit tertahan. Dia segera memasukkan memo dan sobekan kertas itu ke dalam flash drive Adrian dan memasukkan kotak arsip Laksmana kembali ke rak. Dia berlari ke titik buta di dekat ruang utilitas, hanya beberapa detik sebelum petugas keamanan berjaket hitam berjalan perlahan menyusuri koridor.
Setelah petugas keamanan berlalu, Kanya menyelinap kembali ke pintu dan melarikan diri ke tangga darurat. Dia tidak peduli dengan penampilannya yang berantakan; dia hanya peduli pada berkas di sakunya.
Kanya berhasil kembali ke penthouse Adrian sebelum fajar menyingsing. Dia langsung mandi, membersihkan setiap jejak debu arsip dari kulitnya. Dia kemudian membangunkan Adrian.
"Aku menemukannya," kata Kanya, wajahnya serius dan lelah. "Laksmana adalah dalangnya. Dan dia menggunakan Dharma Kencana sebagai umpan."
Adrian menatap flash drive itu, lalu menatap Kanya yang basah kuyup. "Kau mencurinya, Kanya. Kau mempertaruhkan semuanya."
"Kita mempertaruhkan semuanya," koreksi Kanya. "Sekarang, kita harus bergerak cepat. Laksmana tahu aku mencarinya. Dia adalah Partner yang membawaku ke firma. Aku harus memenangkan kasus Maya dengan cepat dan membuat semua orang percaya bahwa kita hanya fokus pada Daniel."
Kanya menyerahkan flash drive itu. Adrian mengambilnya, ekspresinya memancarkan campuran ancaman dan kekaguman.
Kanya telah mendapatkan bukti, tetapi dia kini benar-benar menjadi agen ganda, dan Partner-nya (Laksmana) adalah musuh yang jauh lebih berbahaya daripada Adrian.