NovelToon NovelToon
HUJAN DI REL KERETA

HUJAN DI REL KERETA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Romantis
Popularitas:801
Nilai: 5
Nama Author: Toekidjo

Hujan deras membasahi batu kerikil dan kayu bantalan rel kereta, sesekali kilatan petir merambat di gelapnya awan.

Senja yang biasanya tampak indah dengan matahari jingganya tergantikan oleh pekatnya awan hitam.

Eris berdiri ditengah rel kereta tanpa mantel hujan, tanpa payung, seluruh pakaiannya basah kuyup sedikit menggigil menahan dingin.

Di Hadapannya berdiri seorang gadis memakai gaun kasual berwarna coklat.

Pakaiannya basah, rambutnya basah, dan dari sorot matanya seperti menyimpan kesedihan yang mendalam, seolah menggambarkan suasana hatinya saat ini.

Wajahnya tertunduk lesu, matanya sembab samar terlihat air mata mengalir di pipi bercampur dengan air hujan yang membasahinya.

“Eris, apapun yang terjadi aku tidak ingin kehilangan kamu” ucap Fatia

Bagaimana kisah lengkapnya?
Selamat membaca!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Toekidjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mimpi

Di Dalam kamar Fatia yang sedang berbaring diatas tempat tidur mendekat erat boneka doraemon berwarna biru kesayanganya.

Matanya yang susah terpejam karena pikiranya masih terbayang-bayang akan semua yang sudah dilaluinya bersama Eris.

“Doraemon, kamu tidak boleh cemburu ya. Karena bukan lagi kamu satu-satunya yang aku peluk” ucap Fatia pelan dengan jari telunjuk ditempelkan ke jidat boneka doraemon

Dengan tangan satunya Fatia menggerakan kepala boneka tersebut untuk mengangguk

“Bagus, kamu memang sahabatku yang paling pengertian” ucap Fatia dengan tersenyum-senyum sendiri, kemudian kembali memeluk boneka tersebut

Malam semakin larut, walau pikiranya tetap ingin terjaga, tapi karena lelah seluruh tubuh sehabis seharian bekerja. Fatia akhirnya tertidur pulas, tenggelam dalam dekapan mimpi

...****************...

Hujan deras membasahi batu kerikil dan kayu bantalan rel kereta, sesekali kilatan petir merambat di gelapnya awan. 

Senja yang biasanya tampak indah dengan matahari jingganya tergantikan oleh pekatnya awan hitam.

Eris berdiri ditengah rel kereta tanpa mantel hujan, tanpa payung, seluruh pakaiannya basah kuyup sedikit menggigil menahan dingin. 

Di Hadapannya berdiri seorang gadis, Pakaiannya basah, rambutnya basah, dan dari sorot matanya seperti menyimpan kesedihan yang mendalam, seolah ingin menolak keadaan yang dialaminya saat ini. 

Wajahnya tertunduk lesu, matanya sembab samar terlihat air mata mengalir di pipi bercampur air hujan yang membasahinya. 

Eris masih terdiam mencoba menenangkan hatinya yang diselimuti kegalauan.

Masih terngiang jelas perkataan ibunya siang tadi yang tidak merestui hubungan mereka.

Pertemuan yang semula dikira akan membawa kabar bahagia, ternyata berakhir duka memilukan.

“Eris, aku katakan padamu betapa aku sangat mencintaimu, tidak ada hal apapun didunia ini yang bisa menghalangi perasaanku terhadapmu”  ucap Fatia dengan isak tertahan.

“Aku belum bisa berbuat apa-apa untuk kita saat ini, tapi satu hal yang harus kamu tahu bahwa kamu sangat berarti buatku”  Jawab Eris

Kemudian mengusap air mata dipipi Fatia, memegang erat pipinya dan ingin membuktikan bahwa dia akan selalu berada disisinya.

Seutas senyum sayu tersirat dibibir Fatia sambil melangkah mundur, kedua tanganya memegang tangan Eris dan mulai melepaskannya perlahan bergerak menjauh dan berkata 

“Aku tahu, aku tidak akan salah menilai mu” 

Terus melangkah mundur bayangnya semakin jauh dan terus menjauh seolah ditelan oleh kabut, meninggalkan Eris yang masih berdiri sendiri dibawah derasnya guyuran air hujan.

Eris terdiam mematung, pikiranya berkecamuk, dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang belum dia temukan jawabannya. 

Dengan kegalauan yang semakin menjadi-jadi Eris merentangkan kedua tanganya, menengadahkan wajahnya kearah langit kemudian berteriak 

“Tuhan, apa yang harus aku lakukan?”

...****************...

Memanggil nama Eris dengan berteriak keras, Fatia terbangun dari tidurnya.

Didapatinya seluruh tubuhnya basah oleh keringat, terduduk, tertunduk, kemudian dengan kedua telapak tangannya menutupi wajah Fatia mulai terisak.

“Fatia, kamu kenapa, ayah dengar kamu berteriak” ucap Ayah Fatia dari balik pintu, kemudian membuka pintu kamar Fatia karena memang tidak dikunci

Ayah Fatia mendapati anak gadisnya sedang terduduk menangis diatas tempat tidurnya. 

“Kamu bermimpi buruk?” Tanya ayah Fatia sambil mengelus rambut Fatia

“Iya ayah, aku bermimpi tentang Eris” jawab Fatia

“Dia pasti baik-baik saja disana” ucap ayah Fatia berusaha menenangkan

“Tidak ayah, pikiranku tidak tenang. Aku harus segera bertemu Eris, ijinkan aku menemuinya” pinta Fatia dengan kucuran air mata di pipinya

“Tapi ini masih pagi, dan sepertinya juga mau hujan” jawab ayah Fatia

“Tapi ayah..” Fatia tidak mampu melanjutkan kata-katanya dan menangis semakin menjadi-jadi

Merasa tidak tega melihat anak gadisnya tersebut dalam kondisi seperti ini, ayah Fatia hanya bisa memberikan izin dan berharap anak gadisnya itu akan baik-baik saja

Kemudian Fatia bersiap, dan berganti dengan pakaian yang layak. Setelah memilih dari beberapa baju yang dia punya akhirnya dia putuskan untuk memakai gaun kasual berwarna coklat. 

“Ayah aku berangkat menemui Eris dulu” ucap Fatia kemudian mencium tangan ayahnya tersebut

“Ini bawalah payung, sebentar lagi pasti hujan” jawab ayah Fatia sembari memberikan payung yang dipegangnya

“Baik, ayah” ucap Fatia sembari berlalu pergi

Dengan isi pikiran yang dipenuhi dengan kekhawatiran, Fatia hanya bisa terus fokus berjalan, berharap segera sampai dirumah Eris dan bertemu denganya, memastikan keadanya baik-baik saja, barulah bisa lega.

Melewati area persawahan, menyeberangi jembatan dari bambu, melewati jalan setapak, melewati rel kereta, hingga kemudian sampailah dia didepan pintu rumah yang dituju.

Fatia melihat rumah dalam kondisi sepi, pintu masih tertutup, terlihat juga motor Eris terparkir di samping rumah dekat ayunan.

“Motornya ada, berarti Eris pasti dirumah” ucapnya dalam hati

Kemudian mulai mengetuk pintu

Tok - tok - tok

Sekali, dua kali, tiga kali masih tetap tidak ada orang yang merespon.

“Masih tidur mungkin, atau lagi dibelakang jadi nggak dengar ketukan pintu” ucap nenek Tonah dari arah belakang, sedang membawa sesuatu di tangannya kemudian membuka pintu karena memang tidak pernah dikunci.

“masuk dulu, trus duduk. Nenek coba panggilkan Erisnya” ucap nenek Tonah

“Iya nek, terima kasih” jawab Fatia

Tidak berapa lama Eris muncul dari arah ruang belakang

“Eris..” dengan setengah berteriak Fatia berlari kearah Eris kemudian memeluknya dengan sangat erat, sesenggukan yang tadi belum sepenuhnya berakhir dan berusaha ditahan oleh Fatia kembali terjadi

Eris yang cukup kaget dengan itu, hanya bisa diam dan pasrah.

“Kenapa, semalam aku pamitan gak kenapa-kenapa” tanya Eris

Karena Fatia tetap diam membisu, Eris kembali berkata

“Sudah, kalau gitu duduk dulu. Kamu ceritanya pelan-pelan. Gak malu apa itu sama Johan dan mas Edi” ucap Eris sembari menunjuk ke arah depan tv dimana Johan dan mas Edi masih kelihatan berbaring.

Kemudian mereka kembali duduk disofa ruang tamu. Perlahan-lahan Fatia mulai menceritakan mimpi yang dialaminya semalam.

Akhirnya Eris mengerti kenapa Fatia sampai bersikap seperti itu.

“Sudah, itu kan hanya mimpi. Tidak akan pernah terjadi. Lagian yang di mimpimu itu bukan aku, aku gak selemah itu. Begitu doang gak bisa berbuat apa-apa. Hah lemah!!” Ucap Eris 

“Percayalah, ayah ibuku pasti setuju. Jika hari ini kita bilang ke mereka pasti besok langsung dinikahkan. Mau coba gak?” ucapan Eris menggoda Fatia yang seakan terpaksa menahan senyum.

“Sebentar aku tunjukkin” ucap Eris kemudian berjalan ke arah kamar, saat keluar Eris membawa kotak cermin setinggi orang dewasa yang biasa digunakan bercermin di kamar.

“Sini deh” ucap Eris sembari mengajak Fatia berdiri bersama di depan cermin tersebut

“Kamu lihat, orang tua mana yang bisa menolak menantu secantik ini” ucap Eris sambil menunjuk kearah cermin

Fatia hanya tersenyum melihat bayangannya sendiri di cermin, gaun kasual berwarna coklat, rambut panjang hitam dan mengkilat, riasan tipis tapi terlihat sempurna, dan juga senyum gingsul di bibirnya.

“Kamu memang cantik” puji Fatia dalam hati

“Gimana nek, cantik kan calon istri cucu nenek ini” ucap Eri saat melihat nenek datang dari ruang belakang membawa dua cangkir teh dan camilan

“Namanya perempuan ya cantik” jawab nenek

“Nenek setuju kan, aku menikah sama dia?” Tanya Eris

“Nenek mah setuju-setuju saja, buruan nikah biar nenek bisa gendong cicit” jawab nenek sembari meletakan minuman yang dibawanya ke atas meja

“Tuh kan aku bilang juga apa, hari ini bilang pasti besok dinikahkan” ucap Eris

Fatia yang sudah mulai tenang, kembali duduk dan tersenyum

“Iya, iya, udah sini duduk” ucap Fatia yang melihat Eris masih berdiri didepan cermin

Eris duduk, tangannya meraih kedua telapak tangan Fatia kemudian meremasnya perlahan.

“Percaya sama aku, jangan percaya sama yang di mimpimu itu, dia itu aku palsu” ucap Eris kemudian mengecup kening Fatia

Setelah itu Eris memutar badan ke arah meja, meraih teh dan meminumnya

“Ahh… panas” ucap Eris sambil menjulurkan lidahnya

“Udah ah, yok aku anter pulang hari sudah mau hujan, tehnya masih panas gak usah diminum biarin ntar aku habisin atau gak diminum Johan apa mas Edi pasti” ucap Eris yang sudah berdiri didepan pintu dan menggenggam tangan kiri Fatia

Fatia yang masih terduduk, segera bangkit kemudian berjalan melangkah keluar.

Tanpa sadar meninggalkan payungnya tergeletak di sofa.

1
Astarestya
/Sob/
Astarestya
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!