Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4
Astaga! Gila nih Dokter, rada-rada! Batin Rania memundurkan kursinya.
Rania balas menatap dokter yang duduk di sudut meja itu dengan penuh waspada.
"Maksud Bapak ganti rugi dengan yang lainnya itu apa ya?" tanya Rania memperjelas pertanyaan pria di depannya yang cukup ambigu. Gadis itu harus tetap tenang, cantik, dan elegan agar tidak mudah ditindas.
"Kamu mampunya apa? Dengan pikiran, tenaga, materi, atau ... aset kamu yang terlihat—" Rayyan melirik mesum pada dad@ gadis imut namun cukup pemberani di hadapannya.
Anjir! Nih Dokter minta disleding beneran! Hello! Emang lo pikir gue cewek apaan, cabe-cabean, hello kitty gitu!
"Wah ... pelanggaran! Bapak mesum ya? Bisa saya laporkan ini ke PI2G," seloroh Rania masih mencoba tenang padahal dalam hatinya sudah tidak karu-karuan.
"PI2G apa? Saya baru dengar." Rayyan berdiri, memutar tubuhnya, beranjak dan mengambil tempat duduk dengan tenang.
"Perserikatan Istri-istri garang, Pak, jadi kalau Bapak pikirannya kurang bersih, saya bisa melaporkan Bapak pada istrinya. Hehe." Rania nyengir. Sungguh jantungnya hampir melompat saat tiba-tiba dokter itu kembali bangkit lalu mengikis jarak.
Mampus lo Rania!
"Sayangnya saya belum punya istri!" bisiknya lalu menarik diri seraya tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi perempuan di depannya.
Wah ... gawat! Bujang lapuk nih orang, pantesan mesum!" batinnya waspada.
"Jadi ... apa keputusan kamu? Mau ambil opsi yang mana?" tawar pria itu kalem.
Ribet nih orang, mana gue harus dapat tanda izin dari nih orang!
Diam-diam Rania menghela napas sepenuh dad@, memikirkan sebab dan akibat yang harus diterima.
"Kalau opsi yang pertama, saya ngapain dan apa keuntungannya buat saya?" tanya Rania serius.
"Ya otak kamu dipakai buat bantu-bantu saya," jawab Rayyan gemas.
"Wah ... kalau itu sih saya mau, Pak, saya sambil belajar juga 'kan? Nanti kalau saya tidak bisa Bapak bisa bantu saya 'kan?"
"Kamu yang bantu saya, bukan saya yang bantu kamu, bisa dipahami nggak sih!" Rayyan mulai terlihat kesal.
"Enggak!" jawab Rania datar.
"Tentu saja membantu memikirkan hidup saya, apa yang harus saya lakukan setelah ini, apa yang saya butuhkan setelah ini, dan apa yang seharusnya dikerjakan saya setelah ini, jadi kamu tuh bantu-bantu mikir, hidup saya tuh udah berat, jadi selain urusan pekerjaan saya malas mikir, tentu saja kamu bantu bukan materi tentang kedokteran!" papar Rayyan gemas sekali.
"Maksudnya seperti asisten pribadi kah? Mohon maaf nih ya Pak, hidup saya aja udah berat, nah sama 'kan seperti Bapak jadi saya tidak tertarik membantu memikirkan hidup orang lain," jawabnya yakin.
"Terserah, pilihan ada di tangan Anda, boleh keluar kalau tidak punya pilihan, buang-buang waktu saya saja!"
"Eh, bentar Pak, saya lagi mikir, kalau opsi kedua saya ngapain, dan apa keuntungannya untuk saya?"
"Bantu-bantu saya selama dua minggu!"
"Di sini? Itu sih tidak jauh berbeda dengan opsi pertama, saya jadi asisten Bapak di rumah sakit?"
"GR, di rumah saya, ngurusin semua keperluan pribadi saya, selama dua minggu saja!"
"Wah ... Bapak ngadi-ngadi ya, masa Bapak yang sudah segede gini minta diurusin saya, yang benar saja Pak!" protes Rania berpikir ulang.
"Dua minggu, kamu cuma harus bangun lebih pagi, bantu siapin pakaian dan lainya sebelum saya berangkat kerja."
"Cuma itu?" Rania memastikan.
"Ya, dan hanya dua minggu saja," ujar pria itu yakin.
"Oke baiklah, saya terima opsi kedua, saya harap kerja samanya," jawab Rania lega.
"Kamu bisa mulai dari senin depan, tepat pas hari pertama kamu mengikuti koas. Dua minggu itu bersih, jadi ... kalau kamu kebagian jadwal jaga malam di rumah sakit itu tidak termasuk dalam opsi dua minggu itu, mengerti!"
"Mengerti Pak!"
"Mana handphone kamu?" pinta Rayyan menatapnya dalam. Rania menyerahkan begitu saja. Terlihat pria itu memasukkan nomornya lalu menyimpannya dalam kontak ponselnya.
"Tunggu saya menghubungi kamu dan datang tepat waktu! Tidak ada perjanjian dibatalkan atau kamu saya pastikan akan mengulang koas beberapa tahun di sini!" ancamnya sembari menatap tajam.
Astaga! Serem amad nih dokter!
Rania keluar dari ruang dokter tersebut seraya mengelus dadanya lega. Seperti baru saja lolos dari marabahaya, tegang, deg degan, nervous akut, dan sialnya gadis itu akan sering-sering bertemu bahkan menyumbangkan tenaganya selama dua minggu.
Poor you Rania Isyana
