Dalam diamnya luka, Alina memilih pergi.
Saat menikah satu tahun lalu, ia dicintai atau ia pikir begitu. Namun cinta Rama berubah dingin saat sebuah dua garis merah muncul di test pack-nya. Alih-alih bahagia, pria yang dulu mengucap janji setia malah memintanya menggugurkan bayi itu.
"Gugurkan! Aku belum siap jadi Ayah." Tatapan Rama dipenuhi kebencian saat melihat dua garis merah di test pack.
Hancur, Alina pun pergi membawa benih yang dibenci suaminya. Tanpa jejak, tanpa pamit. Ia melahirkan seorang anak lelaki di kota asing, membesarkannya dengan air mata dan harapan agar suatu hari anak itu tahu jika ia lahir dari cinta, bukan dari kebencian.
Namun takdir tak pernah benar-benar membiarkan masa lalu terkubur. Lima tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan.
Saat mata Rama bertemu dengan mata kecil yang begitu mirip dengan nya, akhirnya Rama meyakini jika anak itu adalah anaknya. Rahasia masa lalu pun mulai terungkap...
Tapi, akankah Alina mampu memaafkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 25.
Viola berdiri di ambang pintu, memandangi tiga tamu tak diundang yang dibawa masuk oleh asisten rumah tangganya. Di hadapannya kini ada mantan mertuanya, Bu Ningrum dan Pak Pram, serta seorang wanita yang terlalu sering hadir dalam mimpinya sebagai pengkhianat... Ratna.
Wanita itu, resmi menjadi istri dari mantan suaminya tiga tahun lalu setelah ia bercerai dengan Raden.
Tiga tahun tanpa kabar, tanpa permintaan maaf dan tanpa itikad baik. Namun hari ini mereka datang, bukan membawa pertobatan melainkan keangkuhan yang dibungkus basa-basi.
Viola melangkah ke arah tempat duduk dengan dagu terangkat, lantas duduk.
“Apa kabarmu, Nduk?” sapa Bu Ningrum, mencoba tersenyum seolah luka masa lalu tak pernah ada.
Viola mengangkat alis, lalu menautkan senyum tipis. Bukan senyum ramah, melainkan senyum sinis.
“Tak perlu basa-basi, langsung saja. Kalian datang membawa apa? Penyesalan atau rencana busuk baru?”
Mata Bu Ningrum membulat, Viola yang dulu lembut dan mudah dibodohi kini menjelma menjadi perempuan yang berdiri tegak dengan luka sebagai mahkotanya.
“Kami datang baik-baik, kami hanya ingin bertemu cucu kami...” suara Bu Ningrum bergetar, namun tetap berusaha tenang.
Viola menyilangkan tangan di dada. “Cucu yang kalian buang bersama ibunya tiga tahun lalu? Maaf, aku bukan orang yang bisa kalian datangi semaunya... lalu kalian berpura-pura baik seperti dulu. Selama enam tahun pernikahan, aku hanya menjadi dompet berjalan. Kalian manis di bibir, namun busuk di belakang. Aku buta oleh kebaikan palsu kalian, hingga akhirnya tersadar... aku hanya diperlakukan baik karena keluargaku kaya raya. Di saat aku butuh dukungan, kalian malah menjadi pilar bagi perselingkuhan anak kalian.”
“Nduk... bicaramu kasar sekali sekarang,” desis Ningrum lirih.
Viola tertawa, begitu renyah namun getir.
“Kalian pikir setelah dikhianati seperti itu, aku masih akan menyambut kalian dengan tangan terbuka? Bahkan ketika anak kalian, si pengkhianat itu datang ke rumah ini tanpa izin... aku suruh penjaga menghajaarnya sampai kapok! Enam tahun aku mencintainya, menunduk padanya, menghormatinya... hanya untuk dibalas dengan tikamaan dari belakang! Sekarang? Mendengar namanya saja membuat tubuhku gatal, seolah dipenuhi lintah yang menempel di hati!”
“Viola!” Ratna angkat suara dengan suara lantang, “Jangan terus menjelekkan suamiku!”
Viola menoleh pelan, lalu bangkit dari sofa anggun miliknya.
“Suamimu? Oh, maksudmu... pria brengseek itu! Silakan peluk bangkai impianmu itu sesering yang kau mau, tapi jangan datang ke rumahku membawa wajah tak tahu malu! Kalau kalian tak tahan dengan omongan pedasku, silakan angkat kaki sekarang! Tapi jika ingin dihina lebih dalam, datanglah sesering mungkin... aku akan sangat bahagia menerima kedatangan kalian.”
“Kau wanita sombong!” Ratna berdiri dengan mata menyala oleh amarah.
Viola melangkah mendekat, perlahan namun tajam. “Aku sombong karena aku bisa! Karena aku berhasil lepas dari keluarga penuh racun ini. Dan kau... kau bahkan belum hamil-hamil setelah tiga tahun menikah. Apa kau mandul, wanita lakor? Ups! Maaf... terlalu frontal, ya?” Viola menutup mulutnya secara dramatis, berpura-pura terkejut akan ucapannya sendiri.
“Kurang ajar!” Ratna berteriak sambil mencoba menerjang, namun Viola lebih cepat. Tangannya menjambaak rambut Ratna, lalu menyeretnya hingga ke ambang pintu.
“Pak Deni! Usir mereka sekarang juga! Tandai wajah mereka, jika mereka mencoba mendekati anakku... beri mereka pelajaran.”
“Akan saya laksanakan, Non!”
“Dasar perempuan biadaaab! Tak heran Mas Raden selingkuh denganku! Perempuan bar-bar seperti kau... mana bisa dipertahankan?” teriak Ratna dari luar rumah, rambutnya berantakan.
Viola hanya tersenyum sambil berbalik. “Pak Deni! Keluarkan Halsky dari kandangnya! Biar harimau itu menyelesaikan sisanya.”
“H-harimau?” suara Bu Ningrum langsung terdengar panik.
“Ayo Ningrum! Itu harimau galak! Cepat pergi!” Pak Pram sudah lebih dulu lari terbirit-birit, meninggalkan istri dan menantu di belakang nya.
Di dalam rumah, Alina dan Davin tak kuasa menahan tawa. Menyaksikan sosok Viola yang dulu bersikap lembut, kini menjelma menjadi perempuan yang tak bisa lagi dipermainkan. Luka mengubahnya... menguatkan.
Di luar gerbang, Ratna dan mertuanya berdiri dengan nafas memburu.
“Gagal deh bawa Raka! Padahal kita lagi butuh duit! Kalau bisa manfaatin anak itu... lumayan!” Bu Ningrum mendengus.
“Ini semua salah Mas Raden! Dibilang jangan judi mulu! Habis uang, sekarang nyeret-nyeret kita buat bayar!”
“Kamu juga nggak ada gunanya, Ratna! Nggak hamil-hamil, kerja juga nggak mau buat bantu-bantu pengeluaran di rumah! Bisanya cuma dandan dan ngelunjak! Kalau anakku sampai miskin, itu semua salahmu!” Bu Ningrum pergi dengan menyereet langkah kasar seraya terus mengumpat.
Ratna nyaris menangis, bukan karena hinaan dari ibu mertuanya melainkan karena kenyataan pahit yang kini dihadapinya. Ia dulu memilih jadi selingkuhan karena mengira hidup bahagia Viola bisa dengan mudah direbut. Nyatanya, kini ia justru hidup melarat bersama laki-laki yang tak berguna.
“Untung ada Mas Galang, sekarang apa dia sudah menceraikan Gendis ya? Aku mending pisah sama Mas Raden dan dapetin Mas Galang deh. Gapapa turun ranjang, yang penting duit ngalir! Semoga, Mas Galang percaya sama foto-foto rekayasa ku... padahal Gendis kan nggak selingkuh. Bahkan aku dan Ibu sering minta jatah gaji Mas Galang sama Gendis. Hahahha... dasar wanita bodoh!" Gumam Ratna tersenyum menyeringai sambil mengusap rambutnya yang kusut karena dijambaak Viola.
Sedangkan di dalam rumah, Viola berdiri dengan kepala tegak... dia tak akan pernah menjadi korban lagi.
Jadi gugatan cerai tetap berjalan sesuai keinginan Galang. Tapi sekarang bukan kelegaan yang Galang dapatkan, hanya penyesalan yang dia raih.