Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.
Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?
"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-
“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 20
Jasmine tahu sesuatu yang menjadi takdirnya akan menemukan jalannya untuk kembali. Jasmine juga tahu bahwa di dunia ini segala sesuatunya sudah diatur oleh Sang Khalik. Alih-alih menyebutkan itu sebagai suatu kebetulan karena pada akhirnya Jasmine tahu segala sesuatu tersebut terjadi karena campur tangan Allah.
Sekecil peristiwa daun yang jatuh dari pohon apalagi sekecil bulu mata yang tiba-tiba terjatuh. Bukan perkara kanan terjatuh kemudian artinya ada yang merindukan kamu apalagi ketika yang kiri terjatuh karena ada yang membenci dirimu.
Seperti malam ini. Jasmine tidak pernah menyangka bahwa adik dari Adimas adalah Adrian-Ian. Lelaki yang ia kenal beberapa tahun yang lalu di festival kuliner dan sekarang menjadi temannya itu ternyata adalah adik iparnya sendiri.
"Dari wajah kamu itu sangat membuktikan bahwa kamu dan Adrian memang saling mengenal." ucap Adimas dengan datar seperti biasa. "Atau kalian sedang pacaran? Ah, saya terlihat seperti merebut pacar adik saya sendiri."
Sekarang mereka sudah berada di teras rumah mereka. Jasmine enggan menjawab pertanyaan Adimas saat masih di rumah keluarga Adimas tadi. Apalagi ia juga melihat ada Adrian dan bundanya tidak jauh dari tempat itu.
Akhirnya sepanjang perjalanan pulang keheningan melingkupi keduanya hingga sampai rumah. Hanya suara radio yang menemani perjalanan mereka.
Jasmine menggeleng. "Kami hanya berteman." jawab Jasmine jujur.
Namun Adimas hanya tersenyum miring, terkesan mencibir. "Yakin? Kamu tidak perlu berbohong seperti itu. Lagipula apapun hubungan kamu dengan Adrian saya tidak peduli." Adimas berjalan perlahan mendekati Jasmine. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah Jasmine. "Kita hanya suami-istri di atas kertas. Ingat itu." bisik Adimas.
Lelaki itu lalu segera masuk ke rumah. Sedangkan Jasmine masih terdiam di teras. Ini adalah kesekian kalinya Adimas berkata seperti itu padanya. Namun rasanya masih begitu menyakitkan.
Jasmine menarik napasnya dengan dalam lalu segera ia hembuskan. Ia harus segera menenangkan dirinya sendiri agar tidak ikut terprovokasi dengan ucapan Adimas.
Perempuan itu pun masuk ke rumah. Saat ia akan masuk ke dalam kamarnya, tiba-tiba Adimas keluar kamar. Penampilannya tidak seperti orang yang akan tidur, namun penampilannya yang lengkap dengan jaket itu membuat Jasmine yakin Adimas akan keluar kembali.
"Mau kemana, Mas?" Mulut Jasmine tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
"Bukan urusan kamu." jawab Adimas ketus lalu melangkah melalui Jasmine begitu saja.
Jasmine dengan berani menahan tangan Adimas. "Ini sudah malam, Mas. Meski kamu tidak suka, kenyataannya aku memang istri mu. Ketika terjadi sesuatu padamu, aku lah yang akan ditanyai keluargamu pertama kali."
Adimas menepis tangan Jasmine dengan kasar. "Mereka tidak seperti yang kamu bayangkan. Jangan sok tahu."
Jasmine menatap Adimas dengan seksama. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada keluarga suaminya itu. Adimas pun terlihat sangat berjarak dengan mereka semua. Terlalu kontras dengan cara Adrian bersikap semalam dan yang selama ini Adrian ceritakan.
Jasmine menghela napasnya. Ia sungguh lelah sebenarnya jika harus berdebat dengan Adimas. Namun membiarkan Adimas keluar malam ini untuk bertemu dengan seseorang yang mungkin ada kaitannya dengan lipstik yang tadi ia temukan tentu saja bukan pilihan yang baik.
"Kita sudah sama-sama dewasa untuk mengetahui mana yang baik mana yang tidak untuk dilakukan. Kalau memang bukan karena aku apalagi keluarganya Mas, aku mohon pertimbangkan keluargaku. Mohon jaga nama baik mereka karena suka tidak suka, Mas adalah menantu keluarga kami."
Tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering. Adimas segera mengambil ponsel yang tersimpan di saku celananya.
Lelaki itu segera masuk ke kamar kembali lalu mengangkat telepon tersebut. Jasmine harap Adimas bisa mengurungkan niatnya untuk keluar menemui si pemilik lipstik itu.
Jasmine juga segera masuk kamar. Tubuhnya sangat lelah dan butuh istirahat.
...****************...
"Jadi Ian itu adiknya Adimas?" tanya Fita terkejut.
Naina mengangguk. "Kok kayak nggak mungkin ya, Jas? Beda banget." komentar Naina.
Jasmine mengangguk kecil. "Aku juga kaget. Cuma ya gimana. Kenyataannya memang begitu."
"Jangankan karakternya, mukanya aja beda, Mine. Raut wajah Adrian itu lebih kalem dan ramah. Ibaratnya nih ya, dia nggak senyum aja kayak senyum. Bawaannya tuh kita aja mau senyum kalau sama dia." Fita berhenti sejenak. Matanya lalu menatap Jasmine dan Naina dengan serius.
"Kalau suamimu itu, dia nggak marah aja rautnya kayak orang marah. Ya dia memang lebih ganteng sih, tapi matanya itu loh. Tajam banget. Jadi kesannya kayak jutek banget." lanjut Fita.
"Kamu jangan tersinggung ya, Mine. Tapi Fita benar. Aku aja sungkan banget buat bicara duluan sama suami kamu." Naina ikut menimpali.
Jasmine meringgis dalam hati. Sebenarnya tidak hanya Fita dan Naina, dulu Jasmine juga seperti itu. Ia mengenal Adimas saat hari pertama di SMA. Selain terkenal karena Adimas adalah salah satu pengurus OSIS, Adimas juga terkenal sebab seringnya ia menang olimpiade Matematika. Selain OSIS dia juga ketua ekstrakurikuler Paskibraka di sekolahnya. Semua yang melibatkan Adimas sangat pas dengan fisiknya yang selain tinggi juga berwajah dingin.
Antara ia dan Adimas pun tidak pernah terlibat masalah secara langsung. Jasmine akui dirinya memang terkenal semasa SMA, karena selain sering juara umum di angkatannya, Jasmine juga sering jadi perwakilan sekolahnya jika ada perlombaan. Pertama kali ia berinteraksi dengan Adimas adalah saat ia yang saat itu sedang jaga di UKS dan Rindu sedang sakit. Kemudian Adimas datang.
Adimas dan Rindu adalah pasangan yang sangat didukung oleh banyak warga di sekolahnya. Meskipun keduanya hanya mengakui sahabatan, namun Jasmine juga tahu bahwa Adimas dan Rindu adalah dua orang yang sering bersama.
Awalnya interaksi antara dirinya dan Adimas hanya sebatas itu saja. Namun berbeda dengan Rindu. Pernah ada kejadian di antara keduanya yang membuat mereka saling membenci. Anehnya, Adimas ikut membenci dirinya karena insiden itu. Namun Jasmine tidak pernah peduli dengan itu.
Toh, Adimas sendiri tidak akan pernah percaya jika ia jelaskan kejadian sebenarnya saat itu seperti apa.
"Siang semuanya!"
Ketiga perempuan itu menoleh. Adrian berdiri di sana dengan senyum cerahnya. Lelaki itu berjalan dengan begitu santai.
"Kok disini, Yan? Bukan sengaja nemuin Jasmine kan?" tanya Fita menatap Adrian dengan jahil.
Saat ini mereka berada di kafe yang tidak jauh dari kantor Naina. Sekalian menemani Naina makan siang, Fita juga ingin penjelasan langsung dari Jasmine mengenai fakta Adimas dan Adrian.
"Kita baru ketemu semalam. Ya walaupun dengan keadaan yang tidak terduga." jawab Adrian yang meski dengan nada ramah, tetap saja membuat Jasmine tidak enak hati.
Ia dan Adrian hanya teman biasa. Begitulah yang ia rasakan sejak dulu. Meskipun Fita sering menggodanya dengan Adrian, namun anehnya Jasmine tidak pernah merasakan perasaan berlebih pada Adrian selain hanya teman.
Namun respon Adrian tentang fakta bahwa dirinya adalah istri Adimas semalam membuat Jasmine mengernyit heran. Lelaki yang biasanya banyak bicara itu mendadak diam dengan wajah datar. Apalagi dengan prasangka Adimas tentang hubungannya dan Adrian.
Apakah Adrian memang selama ini menyukainya?
"Aku di sini karena baru tadi baru selesai bertemu rekan bisnisku. Nggak sengaja bertemu kalian di sini." jawab Adrian dengan senyum khasnya. "Apa kabar, Na?" tanya Adrian kemudian duduk di samping Naina.
"Ditanyain tuh, Na," sahut Jasmine pada Naina.
Nah selain karena memang dirinya membatasi diri kepada Adrian, Jasmine juga mengetahui Naina menyukai Adrian-sesuatu yang selama ini baik Adrian maupun Fita tidak ketahui. Jasmine ingin menginfokan kepads Fita, Naina melarang. Alasannya takut Adrian menjauh karena sewaktu-waktu Fita bisa saja keceplosan.
"Hah? Baik kok. Alhamdulillah." jawab Naina sedikit gugup meskipun itu tertutup cepat dengan sikapnya yang tenang.
"Kata Shaf sekarang sudah naik jadi asisten manager ya?"
"Iya, Yan. Alhamdulillah."
Jasmine tersenyum kecil melihat interaksi mereka. Saat ia sedang menatap ke arah sembarang, saat itulah ia melihat Adimas berjalan bersama seorang perempuan. Mata Jasmine menyipit untuk memastikan sosok perempuan tersebut.
Begitu ia menyadari siapa perempuan itu, saat itulah senyum Jasmine pudar. Di sana, tepatnya arah jam 9 dari posisi ia berada, Jasmine melihat jelas Adimas dan Rindu baru saja duduk di kursi.
"Iih, Jasmine ditanyain Adrian tuh!" ujar Fita gemas mencubit pelan lengan Jasmine.
Saat itulah Jasmine tersadar dan segera nengontrol ekspresi wajahnya. Ia menatap ketiga sahabatnya itu bergantian. "Iya kenapa?"
Adrian yang tadinya melihat ke arah mata Jasmine menatap, kini beralih menatapnya dengan tatapan yang sangat lembut. "Mau disamperin?" tanyanya kemudian.
"Ada apa sih? Kamu lihat apa, Jas?" tanya Naina melihat-lihat ke sekeliling. "Ada apa?"
"Iya nih. Kalian berdua mau nyamperin siapa?" timpal Fita ikut bersuara.
Baik Jasmine maupun Adrian saling tatap dan diam. "Nggak kok, Fit. Ngga ada apa pun. Iya kan, Yan?" jawab Jasmine menatap Adrian.
Lelaki itu diam, namun akhirnya mengangguk. "Iya. Gak ada apapun kok."
Jasmine segera menyesap minuman dinginnya. Bukan perkara Adimas bersama Rindu yang membuat Jasmine kesal. Namun cara Adimas memperlakukan Rindu lah yang membuat dada Jasmine sesak.
Jasmine sadar. Ketika ia jatuh cinta kepada Adimas maka itu artinya ia telah membuat rasa sakit yang ia sengaja dengan sadar.