Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta Tolong Nata
Langit kembali melajukan mobil menuju rumah mamanya. Sebenarnya, dalam hati kecilnya dia ingin mengunjungi kediaman Rey, tapi dirinya belum siap mendapatkan cecaran kemarahan dari keluarga konglomerat itu karena Langit tahu, betapa sayangnya keluarga Rey pada Anik.
Sesampai di rumah Mayang, Langit melihat mobil Nikita terparkir di depan rumah. Pria yang kini mematikan mesin mobilnya itu yakin jika Nikita pasti ingin menemuinya.
Beberapa hari terakhir ini pekerjaan dan pencariannya pada Anik membuat Langit tidak lagi punya waktu untuk sang kekasih.
Langit keluar dari mobil. Dia baru teringat jika dirinya lupa membeli oleh-oleh untuk Ana, padahal sebelumnya Langit berjanji akan membawakan oleh-oleh untuknya.
Saat langkahnya berada di depan pintu utama, Langit mendengar tangisan Ana. Gadis kecil itu terdengar terus merengek.
"Assalamualaikum." ucap Langit ketika membawa melangkahnya masuk.
"Waalaikum salam. Eh, itu Papa Langit!" jawab Mayang dengan menggendong Ana yang masih terisak. Sedangkan Nikita duduk di sofa menunggui gadis kecil yang terus saja tantrum selama dia berada di sana.
"Kenapa, Sayang?" Langit mendekati Ana dan mengambil Alih putrinya dari gendongan dari mamanya.
"Papa, Mama Anik mana? Apa Mama Anik tidak sayang Ana?" cecaran pertanyaan yang sama dari putrinya membuat Langit kembali tak punya jawaban yang tepat.
"Mama Anik masih sibuk. Minggu depan saat ulang tahun Ana, Mama Anik pasti pulang." jawab Langit asal-asalan, kepalanya sudah sangat pusing, Apalagi tubuhnya yang terasa sangat lemah.
"Lang, kamu pucat sekali!" ucap Nikita yang sejak tadi memperhatikan pria yang sudah sangat dia rindukan itu .
"Iya, Lang. Kamu sebaiknya istirahat." sela Mayang membenarkan.
"Ana, gendong Tante Niki ya?" tawar Nikita, wanita itu kembali mencoba membujuk putri kekasihnya.
"Atau sama Oma? Lihat Papa Langit sedang sakit, kan?" bujuk Mayang, dia yakin Ana akan melakukan penolakan pada tawaran Nikita.
"Papa sakit?" tanya Ana dengan memperhatikan wajah Langit.
" Iya, Papa tidak enak badan dan kepala Papa sakit." jelas Langit membuat tatapan gadis itu mengiba.
"Ana mau sama Oma saja!" jawab Ana.
"Ana mau dibacakan dongeng sama Oma!" lanjut Ana saat menyambut uluran kedua tangan Omanya.
" Iya Oma bacakan dongeng untuk Ana." ujar wanita yang membawa putrinya untuk masuk ke dalam kamar.
Langit meletakkan bobotnya di sofa, matanya melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. Dia tidak menyangka jika jarum jam itu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Nikita saat Langit menyandarkan tubuhnya di kepala sofa.
"Nggak tau, akhir-akhir ini aku merasa nggak enak badan." ucap Langit dengan melirik wanita yang beralih duduk di sebelahnya.
" Mungkin kamu terlalu lelah. Lagian seharian ini kemana saja? Kamu sekarang suka menghilang, Lang." cecar Nikita yang sebenarnya membuat mood Langit semakin buruk.
"Jangan mengomel terus. Nanti aku tambah sakit, Lo." sambung Langit. Pria yang pernah mendapat julukan playboy itu memang masih pintar memperlakukan wanita.
" Ah, kamu memang tidak bisa membuat aku mengelak dari keinginanmu." Nikita langsung memeluk tubuh berotot keras itu.
Tapi entah kenapa, Langit tiba-tiba merasa sangat mual hingga pria itu mati-matian menahannya. Langit tidak ingin Nikita tersinggung.
" Ehem-ehem..." suara deheman membuat dua orang dewasa itu membenarkan posisinya.
" Bang, sebaiknya surat-surat perceraian segera diurus." ucap Nata yang kini terlihat melewati mereka menuju dapur.
Gadis itu seolah mengingatkan abangnya jika belum resmi bercerai. Dan mereka tidak bisa seenaknya bermesraan meskipun dia tahu bagaimana hubungan dua orang dewasa yang lagi dilanda cinta.
"Lang, aku balik dulu ya!" pamit Niki dengan mengambil tasnya yang tergeletak.
"Jangan diambil hati, Nata memang seperti itu." ucap Langit dengan mengusap lengan terbuka Nikita.
" Nggak kok, Lang. Lagian aku udah lama di sini."
"Aku balik dulu. Jaga kesehatan." pamit Nikita kemudian mendaratkan ciuman kecil di bibir pria yang sudah lama dia dambakan. Apapun itu, Nikita masih tetap memperjuangkan hubungannya dengan Langit.
Langit memang tampan, terlebih dari itu ada sesuatu yang menarik dalam diri pria itu dan bagaimana pria itu sangat pintar memperlakukan wanita yang menjadi kekasihnya hingga Nikita begitu menginginkan Langit sejak dulu.
" Hati-hati, Niki!" ucap Langit dengan lirih. Dia memang terlihat lesu.
Mobil sedang mewah yang dikendarai dokter cantik itu menjauh hingga tak nampak lagi. Langit pun kemudian masuk ke dalam kamarnya untuk merebahkan diri di atas tempat tidur.
" Mas..." suara yang sempat terdengar itu seketika membuat dirinya langsung membuka mata.
Dia seperti mendengar suara Anik di kamarnya. Tapi, tidak ada siapapun di dalam kamarnya.
Langit menatap atas kamarnya, dia kembali teringat perlakukan buruknya pada Anik. Tekanan demi tekanan dia berikan agar wanita itu pergi dari hidupnya. Tapi kepergiannya yang tiba-tiba malah membuat pria itu di kejar rasa bersalah.
Flash Back.
" Aku akan makan malam!" ucap Langit sepulang dari rumah sakit sambil berjalan menuju meja makan. Sementara Anik melangkah mengejarnya menyiapkan peralatan makan.
"Bukankah kamu tahu jika aku tidak suka ikan patin, tapi kamu sengaja memasak itu agar aku tidak bisa memakannya?" ucap Langit dengan tatapan penuh kemarahan.
" Biasanya Mas Langit jarang makan malam di rumah." lirih Anik. Dia tidak menyangka suaminya akan makan malam di rumah.
"Apa aku buatkan gurame asam manis?" tanya Anik. Padahal saat ini sudah pukul sepuluh malam dan seharian dia sudah cukup lelah dengan aktifitas rumah baru tanpa pembantu.
" Iya masakin itu saja! Aku akan mandi sebentar." Langit langsung pergi meninggalkan Anik yang kini mengeluarkan ikan dari freezer.
Tak butuh waktu lama, Langit menuruni tangga dengan terlihat segar setelah mandi. Dia kembali mendekat ke arah dapur.
" Kenapa lama?" tanya Langit dengan menjatuhkan tubuhnya di kursi makan.
" Ikannya tadi membeku, Mas." jawab Anik dengan mempercepat masakannya agar cepat terhidang.
" Tolong sekalian buatkan sambal matah." pinta langit yang memang ingin menikmati makan malamnya karena seharian belum makan.
"Iya." sambut Anik yang memang sangat kerepotan karena jarinya yang sempat teriris pisau.
Flash On
" Ah kenapa aku terus mengingatnya?" gumam langit. Tapi tiba-tiba dia juga menginginkan sup ikan patin.
Pria itu langsung bangkit. Dia ingin sekali makan ikan itu tapi ini sudah cukup malam untuk mendapatkan masakan ikan patin.
Langkahnya kini menghampiri kamar adiknya. beberapa kali dia mengetuknya hingga akhirnya gadis itu melongokkan kepalanya.
"Apa, Bang?" tanya Nata.
"Buatin Abang sup ikan patin, Nat." pinta Langit.
" Ih Abang, ini udah jam sepuluh malam. Lagian Mama tidak pernah nyetok ikan patin. Lagian Abang orang yang paling anti sama ikan lembek itu." tolak Nata yang sudah sangat malas.
"Ayolah, Nat. Abang belum makan seharian ini. Aku bilangin Mama kalau nggak mau nurut sama Abang." desak Langit.
Nata pun berganti baju mengikuti Langit yang akan mencari ikan itu di pasar. Gadis itu memang sangat kesal sekali, tapi tidak bisa menolak karena biar bagaimana pun saat menikah nanti Langitlah yang akan menjadi walinya.
" Lagian Abang kayak orang ngidam saja." gerutu Nata saat mereka meluncur mencari ikan patin.
Langit terdiam, meskipun nata bicara asal-asalan tapi entah kenapa jantungnya menjadi berdebar mendengarnya.
ahh.. minyak telon emang.. 🤣