"Aku mati. Dibunuh oleh suamiku sendiri setelah semua penderitaan KDRT dan pengkhianatan. Kini, aku kembali. Dan kali ini, aku punya sistem."
Risa Permata adalah pewaris yang jatuh miskin. Setelah kematian tragis ayahnya, ia dipaksa menikah dengan Doni, anak kepala desa baru yang kejam dan manipulatif. Seluruh hidup Risa dari warisan, kehormatan, hingga harga dirinya diinjak-injak oleh suami yang berselingkuh, berjudi, dan gemar melakukan KDRT. Puncaknya, ia dibunuh setelah mengetahui kebenaran : kematian orang tuanya adalah konspirasi berdarah yang melibatkan Doni dan seluruh keluarga besarnya.
Tepat saat jiwanya lepas, Sistem Kehidupan Kedua aktif!
Risa kembali ke masa lalu, ke tubuhnya yang sama, tetapi kini dengan kekuatan sistem di tangannya. Setiap misi yang berhasil ia selesaikan akan memberinya Reward berupa Skill baru yang berguna untuk bertahan hidup dan membalikkan takdir.
Dapatkah Risa menyelesaikan semua misi, mendapatkan Skill tertinggi, dan mengubah nasibnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Pernikahan Megah : Panggung Perang Baru di Jakarta
Lampu kristal setinggi tiga meter menggantung anggun di langit-langit ballroom salah satu hotel paling mewah di Jakarta. Harum ribuan bunga mawar putih yang didatangkan langsung dari Belanda memenuhi udara, bercampur dengan aroma parfum mahal dari para tamu undangan yang merupakan jajaran elit politik dan bisnis Indonesia.
Malam ini, Risa Permata bukan lagi gadis desa yang diseret paksa menuju pelaminan. Di bawah sorotan lampu sorot yang menyilaukan, ia berdiri di depan cermin raksasa, mengenakan gaun pengantin couture berwarna putih tulang yang bertabur berlian kecil. Gaun itu dirancang sedemikian rupa untuk menutupi memar emosionalnya, namun menonjolkan aura kekuatannya.
[SISTEM : ANALISIS AREA - BALLROOM JAKARTA.]
[TARGET UTAMA : PENYUSUP DARI KONSORSIUM ADRIAN PERMATA.]
[JUMLAH TAMU : 1.500 ORANG.]
[LEVEL WASPADA: MAKSIMAL.]
"Kau tampak... berbahaya," sebuah suara rendah terdengar dari arah pintu.
Risa menoleh. Revano Adhyaksa berdiri di sana, tampak sangat mempesona dengan tuxedo hitam yang pas di tubuhnya. Rambutnya disisir rapi ke belakang, dan matanya yang tajam menatap Risa dengan intensitas yang berbeda dari biasanya. Ada rasa bangga yang terselip di sana—kebanggaan seorang pria yang baru saja mendapatkan senjata pemusnah massal tercantik di dunia.
"Berbahaya adalah pujian terbaik yang bisa kuterima malam ini, Revano," jawab Risa sambil memasang anting berliannya. Tangannya kini sangat tenang, tidak ada lagi gemetar ketakutan seperti di kehidupan pertamanya.
Pernikahan ini adalah sebuah deklarasi perang yang dibungkus dalam kemewahan. Dengan menikahi Risa, Revano secara legal mengonsolidasikan seluruh aset Permata Group ke dalam ekosistem Adhyaksa, memutus akses Adrian Permata dan sisa-sisa antek Pak Surya terhadap deposit nikel dan emas di ladang utara.
"Ingat rencana kita," Revano mendekat, memposisikan dirinya di belakang Risa, menatap pantulan mereka berdua di cermin. "Di depan kamera, kita adalah pasangan paling bahagia di abad ini. Tapi di balik layar, setiap jabat tangan yang kau terima malam ini adalah potensi ancaman. Anak buahku sudah menyisir semua tamu, tapi Adrian bukan orang bodoh. Dia pasti mengirim seseorang yang tidak terduga."
Risa tersenyum tipis, menyentuh kancing perekam yang kini tersembunyi di balik bros gaunnya. "Biarkan mereka datang. Aku sudah menyiapkan 'kado' balasan jika mereka mencoba mengacaukan pestaku."
Prosesi dimulai. Risa berjalan di atas karpet merah dengan menggandeng lengan ayahnya, Baskoro. Baskoro tampak jauh lebih sehat setelah menjalani perawatan di Jakarta, namun gurat kekhawatiran masih ada di wajahnya.
"Risa, Ayah merasa bersalah harus melibatkanmu dalam permainan pria-pria kejam ini," bisik Baskoro pelan saat mereka melangkah menuju altar di mana Revano sudah menunggu.
"Jangan minta maaf, Ayah. Ayah sudah menjagaku seumur hidupmu. Sekarang giliran Risa yang menjaga Ayah dengan cara Risa sendiri," jawab Risa tegas.
Saat Risa mencapai altar, Revano mengambil tangannya. Jabat tangan itu terasa dingin namun kokoh. Saat mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan pejabat negara, Risa bisa merasakan ribuan mata menatapnya. Di barisan depan, ia melihat jajaran direksi Adhyaksa Group yang menatapnya dengan penuh selidik—mereka tidak senang Revano menikahi "gadis desa" yang tiba-tiba menjadi pemegang saham mayoritas.
[SISTEM : SKILL 'MATA KEGELAPAN' OTOMATIS AKTIF.]
[MEMINDAI NIAT BUSUK DI RADIUS 10 METER...]
[HASIL : 12 ORANG BERNIAT MENYABOTASE PERNIKAHAN INI.]
Selesai akad, acara berlanjut ke resepsi. Risa dan Revano harus menyalami satu per satu tamu VIP. Inilah saat di mana peperangan yang sebenarnya dimulai.
Seorang wanita cantik dengan gaun merah menyala mendekat. Wajahnya sangat akrab di berita-berita ekonomi. Dia adalah Santi Adhyaksa, sepupu Revano yang ambisius.
"Selamat, Revano. Akhirnya kau menemukan 'investasi' yang cantik," ujar Santi dengan nada sarkastik. Ia beralih menatap Risa, matanya memindai Risa dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Nona Risa... atau sekarang Nyonya Adhyaksa? Aku harap kau tidak kaget dengan kerasnya Jakarta. Di sini, emas bisa berubah menjadi timah jika kau tidak tahu cara menjaganya."
"Terima kasih atas sarannya, Kak Santi," jawab Risa dengan senyum yang sangat manis namun mematikan. "Tapi tenang saja, aku sudah terbiasa menghadapi ular di desa. Ular di kota mungkin hanya beda warna kulitnya saja, bukan?"
Wajah Santi sedikit menegang. Ia tidak menyangka Risa akan membalas dengan begitu tajam. Revano hanya tersenyum tipis, menikmati pertunjukan itu.
Tiba-tiba, seorang pria tua dengan kursi roda mendekat, didorong oleh seorang asisten. Seluruh aula mendadak sunyi saat melihatnya. Dia adalah Tuan Besar Adhyaksa, kakek Revano, pendiri dinasti ini.
"Revano," suara pria tua itu serak namun penuh wibawa. "Kau melakukan ini tanpa restuku."
"Restu adalah untuk mereka yang ragu, Kakek. Aku tidak pernah ragu pada keputusanku," balas Revano dengan hormat namun tetap dingin.
Tuan Besar menatap Risa. Mata tuanya yang tajam seolah mencoba menembus rahasia yang disimpan Risa. "Putri Baskoro... ibumu dulu adalah pelayan paling berbakat sekaligus pengkhianat terbesar di keluarga ini. Aku harap kau tidak membawa kutukan yang sama ke dalam rumah kami."
Risa tertegun sejenak. Ibu dulu pelayan di keluarga Adhyaksa? Informasi ini tidak ada di buku harian ibunya.
"Saya membawa keadilan, Tuan Besar. Bukan kutukan," jawab Risa dengan kepala tegak.
Puncak acara tiba saat sesi bersulang. Sesuai rencana, inilah saat di mana pihak Adrian akan bergerak.
Seorang pelayan mendekat membawa nampan berisi gelas sampanye untuk Risa dan Revano. Melalui Mata Kegelapan, Risa melihat cairan di dalam salah satu gelas memiliki rona kehijauan yang sangat halus—tanda adanya racun pelumpuh syaraf.
[SISTEM : DETEKSI RACUN - NEUROTOKSIN TIPE-B.]
[EFEK : KELUMPUHAN OTOT DALAM 5 MENIT, GAGAL JANTUNG DALAM 15 MENIT.]
Pelayan itu adalah seorang pria muda dengan tangan yang sedikit gemetar. Risa menatap mata pelayan itu dan menggunakan Manipulasi Pikiran.
"Tukar gelas itu sekarang ke arah Tuan Besar Adhyaksa," bisik Risa dalam batinnya sambil menatap tajam sang pelayan.
Pelayan itu tampak linglung sejenak, matanya menjadi kosong. Dengan gerakan yang sangat natural, ia berbalik dan menawarkan nampan itu kepada Tuan Besar Adhyaksa dan asistennya terlebih dahulu sebelum ke arah Revano.
"Tunggu," Revano mencengkeram pergelangan tangan pelayan itu. Ia menatap Risa, lalu menatap gelas tersebut. Revano bukanlah orang bodoh, ia tahu ada sesuatu yang tidak beres.
"Biarkan dia, Revano. Kakek pasti sudah haus," ujar Risa tenang.
Tuan Besar hendak meraih gelas itu, namun Risa tiba-tiba berpura-pura tersandung, menyenggol nampan tersebut hingga semua gelas pecah berserakan di lantai marmer.
PRAAAANGG!
Suasana menjadi gaduh. Para pengawal segera mengerumuni area tersebut.
"Maafkan kecerobohanku, Kakek," ujar Risa sambil menunduk.
Revano menatap Risa dengan pandangan 'apa yang kau lakukan?'. Risa hanya memberikan isyarat mata ke arah pelayan yang mulai mencoba melarikan diri. Leo segera mengejar dan meringkus pelayan itu di balik tirai.
Revano menarik Risa ke sudut yang lebih sepi. "Kau tahu gelas itu beracun? Kenapa kau tidak membiarkannya?"
"Jika Kakekmu mati di sini, kaulah tersangka utamanya, Revano," bisik Risa. "Adrian ingin menghancurkanmu lewat jalur hukum sekaligus menyingkirkan penghalang terbesar di Adhyaksa. Aku tidak akan membiarkan dia menang semudah itu."
Revano terdiam. Ia baru menyadari bahwa perlindungan Risa malam ini jauh lebih aktif daripada yang ia bayangkan.
Malam semakin larut, dan pesta hampir berakhir. Saat itulah, kado misterius terakhir tiba. Sebuah kotak besar yang diletakkan tepat di tengah panggung dansa.
Saat dibuka, isinya adalah sebuah layar televisi besar yang tiba-tiba menyala otomatis. Layar itu menampilkan wajah Adrian Permata yang sedang duduk di sebuah ruangan gelap.
"Selamat atas pernikahan kalian, Revano, Risa," suara Adrian terdengar melalui sistem suara aula yang diretas. Seluruh tamu undangan terpaku. "Maaf aku tidak bisa hadir secara fisik. Tapi aku mengirimkan kado spesial untuk pengantin wanita."
Layar itu berubah menampilkan rekaman video CCTV di sebuah rumah sakit jiwa. Di sana, seorang wanita tampak sedang meringkuk di pojok sel, berteriak-teriak histeris. Dia adalah Tante Dina.
"Risa! Tolong aku! Pamanmu Hari... dia belum mati! Dia dibawa oleh Adrian! Risaaaa!" teriak Tante Dina dalam video itu.
Risa membelalak. Paman Hari belum mati? Revano bilang dia sudah tewas di hotel!
Risa menoleh ke arah Revano dengan tatapan yang penuh dengan kecurigaan dan amarah yang mulai mendidih. "Revano... kau bilang dia sudah mati."
Revano tampak sama terkejutnya, namun ia segera menenangkan diri. "Aku melihat mayatnya, Risa. Aku sendiri yang mengurusnya!"
"Lalu siapa yang ada di video itu?!" teriak Risa.
Adrian tertawa di layar. "Di dunia ini, mayat bisa dipalsukan, Revano. Tapi darah tetaplah darah. Risa, jika kau ingin paman kesayanganmu tetap bernapas, datanglah ke alamat yang akan kukirimkan besok pagi. Sendirian. Tanpa naga Adhyaksa-mu."
Layar itu mati. Keheningan yang mencekam menyelimuti aula. Para tamu mulai berbisik-bisik, aroma skandal tercium lebih kuat daripada parfum mereka.
Risa mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangan. Pernikahan megah yang seharusnya menjadi kemenangannya, kini berubah menjadi jebakan baru yang lebih dalam.
Malam harinya, di kamar honeymoon mereka yang sangat mewah, tidak ada kemesraan. Yang ada hanyalah ketegangan yang bisa dipotong dengan pisau. Risa duduk di tepi ranjang, masih mengenakan gaun pengantinnya yang kini terasa seperti rantai.
Revano berdiri di balkon, merokok dengan gelisah. "Aku tidak membohongimu, Risa. Mayat itu memiliki sidik jari dan DNA Hari Permata. Adrian pasti menggunakan teknik manipulasi tingkat tinggi."
"Atau kau memang bekerja sama dengannya untuk menyembunyikan Paman Hari agar kau bisa mendapatkan informasi yang tidak aku ketahui?" tuduh Risa.
Revano berbalik, menatap Risa dengan tatapan yang sangat terluka—sebuah emosi yang pertama kali Risa lihat pada pria itu. "Setelah semua yang kulakukan untukmu... kau masih tidak percaya padaku?"
"Di kehidupan lalu, kau mengkhianatiku, Revano. Ingatan itu tidak akan pernah hilang hanya karena sebuah gaun dan pesta mewah," balas Risa dingin.
[SISTEM: MISI BARU - PENYELAMATAN PAMAN HARI ATAU PENGHANCURAN JEJAK.]
[INFO: ADRIAN PERMATA BERADA DI AREA PELABUHAN TUA UTARA JAKARTA.]
[WARNING: REVANNO ADHYAKSA MEMILIKI AGENDA RAHASIA YANG BELUM TERUNGKAP.]
Risa berdiri. Ia melepas tiara berlian di kepalanya dan melemparnya ke meja. "Aku akan pergi besok. Sendirian."
"Aku tidak akan membiarkanmu," ujar Revano.
"Kau tidak punya pilihan. Jika aku tidak pergi, Paman Hari akan mati, dan dia adalah satu-satunya saksi yang tahu di mana Ayah menyimpan koordinat cadangan yang tidak ada di buku harian Ibu," Risa berjalan mendekati Revano. "Jangan coba-coba mengikutiku dengan GPS atau pelacak. Aku punya cara untuk mengetahuinya."
Risa meninggalkan Revano di balkon, ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan riasannya. Di depan cermin, ia melihat bayangan dirinya yang baru. Ia menyadari bahwa di Jakarta, ia tidak bisa hanya mengandalkan dendam. Ia harus mulai bermain politik tingkat tinggi.
"Adrian... kau pikir kau bisa memancingku dengan Paman Hari?" bisik Risa. "Kau lupa bahwa aku sudah pernah melihat kematiannya sekali. Jika dia harus mati lagi agar kau hancur, maka biarlah itu terjadi."
[HOOK/CLIFFHANGER]
Keesokan paginya, saat Risa sedang bersiap pergi secara sembunyi-sembunyi, ia menemukan sebuah kotak kecil di bawah bantalnya. Bukan perhiasan, melainkan sebuah pistol mungil berlapis perak dengan inisial L.P—Lestari Permata, ibunya.
Di bawah pistol itu ada sebuah catatan pendek:
"Ibumu tidak pernah menjadi pelayan. Dia adalah kepala keamanan Adhyaksa yang paling ditakuti. Gunakan ini untuk mengambil kembali apa yang menjadi hakmu. - Bi Nah"
Risa menyadari bahwa selama ini, ia hanya melihat permukaan dari sejarah keluarganya. Siapakah sebenarnya ibunya? Dan rahasia apa yang disembunyikan keluarga Adhyaksa tentang masa lalu wanita yang melahirkannya?