NovelToon NovelToon
Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Teen School/College / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:899
Nilai: 5
Nama Author: Seojinni_

Akademi Valdris. Medan perang bagi calon jenderal, penasihat, dan penguasa.

Selene d’Aragon melangkah santai ke gerbang, hingga sekelompok murid menghadangnya.

"Kau pikir tempat ini untuk orang sepertimu?"

Selene tersenyum. Manis. Lalu tinjunya melayang. Satu tumbang, dua jatuh, jeritan kesakitan menggema.

Ia menepis debu, menatap gerbang Valdris dengan mata berkilat.

"Sudah lama... tempat ini belum berubah."

Lalu ia melangkah masuk. Jika Valdris masih sama, maka sekali lagi, ia akan menaklukkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#20 - Penerimaan Murid Baru & Duel Maut

Malam di Akademi Valdris dingin dan sunyi. Bayangan obor menari di sepanjang lorong batu, menciptakan suasana yang menekan. Hanya suara angin yang sesekali berdesir melewati jendela, seolah berbisik tentang sesuatu yang akan terjadi.

Di salah satu ruangan terpencil, cahaya lilin bergetar pelan.

"Ingat ini baik-baik. Reputasi murid elite ada di tanganmu."

Suara itu datar, tapi setiap kata menusuk tajam.

Seorang gadis berdiri di bawah cahaya, wajahnya tak menunjukkan emosi. Jubah panjangnya menyapu lantai, seolah menegaskan otoritas yang tak bisa diganggu gugat.

“Louise hampir mati. Kris? Hancur. Skors enam bulan bukan sekadar hukuman, itu eksekusi bagi masa depannya.”

Di hadapannya, seorang pria mengepalkan tangan.

Di Akademi Valdris, kehormatan keluarga ditentukan oleh kekuatan pewarisnya. Kalah berarti kehilangan segalanya. Nama baik, kehormatan, bahkan hak untuk berdiri tegak.

Kyle menelan ludah. Tawaran itu berbahaya, tapi menggoda.

Jika dia menang, dia akan naik.

Jika dia kalah, dia akan terkubur.

“Jangan kecewakan aku, Kyle.”

Nada suara gadis itu tak berubah, tapi ada ancaman dingin di dalamnya. Setelah berkata demikian, ia berbalik dan menghilang ke dalam bayangan.

Kyle tetap diam.

Napasnya berat. Pikirannya berputar.

Besok… atau tidak sama sekali.

***

PERSIAPAN SELENE

Di dalam kamarnya, Selene mengasah pedangnya. Bilah peraknya berkilat tajam di bawah cahaya lilin, pantulannya dingin dan tanpa cela.

Lucian sudah memperingatkannya tentang duel saat penerimaan murid baru. Itu bukan ancaman, melainkan sesuatu yang sudah pasti terjadi.

Dulu, dia yang terkuat.

Sekarang? Mungkin ada yang mencoba merebut posisinya.

Tok. Tok. Tok.

Seseorang mengetuk pintu.

Selene tidak langsung menjawab. Ia tetap duduk di kursinya, mengamati pintu dengan tenang.

Tok. Tok.

Lebih ragu kali ini.

Selene akhirnya berdiri, menyimpan pedangnya di sarungnya, lalu membuka pintu.

Seorang gadis berjubah hitam berdiri di sana. Tudungnya menutupi sebagian wajahnya, tapi meskipun bayang-bayang menyamarkan ekspresinya, Selene bisa melihat kegelisahan di matanya.

"Adeline," ucap Selene, suaranya datar. "Ada apa?"

Adeline membuka mulutnya, tapi menutupnya lagi. Tangannya mencengkeram selembar kertas erat-erat, ragu-ragu menyerahkannya.

Selene mengangkat alis. "Cepat."

Adeline tersentak, lalu buru-buru menyodorkan kertas itu.

Selene menerimanya tanpa bicara. Ia membuka lipatannya, membaca isinya, lalu menyeringai tipis.

“…Taruhan?”

Adeline mengangguk, suaranya lebih serius. "Valdris punya banyak perjudian di bawah meja. Biasanya hanya berlaku di arena gladiator. Tapi kali ini... kau yang jadi taruhannya."

Selene tetap membaca, ekspresinya tak berubah.

"Aku dengar seseorang akan menantangmu besok," lanjut Adeline. "Akademi mengizinkan duel untuk menyelesaikan perselisihan. Dan kali ini, ada banyak yang bertaruh melawanmu."

Selene menaikkan alis. "Oh?"

Adeline menggigit bibir. "Aku rasa... ini salahku."

Selene menatapnya.

Adeline menunduk sedikit, tangannya mencengkeram ujung jubahnya. "Aku bilang pada beberapa orang bahwa kau akan menghadiri acara penerimaan. Aku tidak berpikir itu akan menyebar... Sepertinya mereka memanfaatkannya untuk memulai taruhan besar."

Hening sejenak.

Lalu tanpa peringatan—

Jentik!

"Akh!"

Adeline memegangi dahinya, menatap Selene dengan kesal.

Selene terkekeh pelan. "Kau pikir ini salahmu?"

"Tapi—"

Jentik kedua.

"Aduh!"

Adeline mengusap dahinya lebih keras kali ini.

Selene tersenyum, tapi matanya tetap berbahaya. "Aku bukan anak kecil yang bisa ditakuti dengan ancaman murahan." Ia melipat kertas itu dan memasukkannya ke sakunya. "Kalau mereka mau bertaruh, biarkan. Aku akan menghancurkan harapan mereka."

Adeline menelan ludah.

Saat ia hendak pergi, Selene memanggilnya lagi.

"Adeline."

Gadis itu menoleh.

"Kau lebih berani dari sebelumnya. Jangan berubah."

Adeline terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan sebelum pergi.

Selene menatap kertas taruhan di tangannya dan mendengus.

"Lucu."

Ia menyimpannya di meja, lalu merebahkan diri di ranjang.

Besok akan menyenangkan.

***

PENERIMAAN MURID BARU

Cahaya matahari menyusup melalui celah jendela.

Selene membuka matanya.

“Hari yang cerah.”

Ia bangkit, mengenakan seragam akademinya—biru tua dengan emblem Valdris di dada. Rok panjang, boots kulit, pedang tersampir di pinggang.

Saat keluar dari kamar, lorong sudah penuh dengan murid-murid yang bergerak menuju aula utama.

Tak ada bisikan. Tak ada lirikan tajam.

Mereka belum tahu gosip besar yang akan datang.

Di ujung lorong, Adeline melambai. Saat Selene mendekat, gadis itu berbisik, “Sepuluh juta.”

Selene membelalakkan mata sejenak.

Para bangsawan muda ini ternyata lebih kaya dari yang ia kira.

Baiklah. Jika harga pertarungan setinggi ini, dia harus memberi mereka pertunjukan yang pantas.

Selene melanjutkan langkahnya. Setelah beberapa saat, ia tiba di aula utama.

Bangunan batu yang luas dan megah. Ratusan murid duduk sesuai angkatan, menunggu dimulainya acara.

Namun yang paling menarik perhatian Selene adalah arena duel yang telah dipersiapkan di tengah aula.

Seseorang sudah menyiapkan ini.

Selene menyapu pandangan.

Murid-murid baru penuh percaya diri. Beberapa sombong.

Lalu—

Tatapannya jatuh pada satu sosok di lantai kanan atas.

Ia menyipitkan mata.

“Hmm, cukup kuat?”

Senyuman terbentuk di bibirnya.

Betapa ia menyukai momen ini.

Momen di mana ia menghancurkan harapan mereka.

Teng… Teng… Teng…

Suara lonceng menggema.

Semua murid diam.

Di podium, seorang pria tua berdiri tegap.

“PERHATIAN! ACARA PENERIMAAN MURID BARU AKAN DIMULAI!”

1
Maria Lina
yg lama aj blm tamat thor buat cerita baru lgi hadeh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!