Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama lebih dari 27 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#34
#34
Ditempat kerja Burhan, pria itu baru saja tiba di tempat kerjanya, ia segera mendatangi papan pengumuman tempat orang-orang berkerumun saat ini.
“Ada apa?” tanyanya.
“Perusahan tiba-tiba mengumumkan, akan ada perampingan karyawan.”
Deg!
Detak jantung Burhan berpacu kencang, ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri pengumuman tersebut. Selama ini kinerja perusahaan tak ada masalah, jadi agak mengherankan ketika tiba-tiba mengumumkan akan ada perampingan karyawan.
Dengan langkah lemas Burhan menuju ruangannya, beragam pertanyaan muncul di benaknya, selain itu ia juga berharap bukan dirinya yang disingkirkan dari perusahaan.
Kenapa semua terjadi secara bertubi-tubi, disaat rumah tangganya sedang tak baik-baik saja, kini masalah baru seolah makin membentang di depan mata.
Pertengkaran dengan Ina, belum lagi menemukan titik temu bagaimana baiknya, kini sudah ada lagi dengan masalah pekerjaan. Entah bagaimana nasibnya beberapa bulan kedepan.
•••
Hari-hari terus berjalan seperti biasa, Marina merasa sangat terbantu dengan adanya pengacara yang kini sering memberinya nasihat hukum. Masalah-masalah yang Marina kira akan rumit, ternyata semuanya sudah tercantum, dan ada aturan tertulisnya secara hukum.
Jadi, baik Johan ataupun Diana, tak bisa lagi menakut-nakutinya soal harta gono-gini yang sudah pasti akan ia dapatkan. Terlebih, bukan setahun dua tahun ia mendampingi Johan.
Kini ia merasa bahwa belajar itu sangat penting, tak peduli kapan, dimana, dan dari mana ilmu itu berasal. Berapapun usia seseorang, mereka masih memiliki hak untuk belajar ilmu apapun. Itulah yang Marina niatkan ketika nanti urusan perceraiannya selesai.
Agar dirinya tidak lagi dipandang sebelah mata oleh anak-anak dan calon mantan suaminya.
Karena Marina sudah sangat bertekad, maka ia pun mulai bertanya-tanya pada Amara. Kira-kira ilmu apa yang paling pas untuk ia pelajari, agar ia bisa mengeluarkan potensi dirinya, yang kini hanya bisa berkutat urusan rumah dan dapur saja.
“Kursus apa ya, Tante?” Amara mulai bertanya-tanya.
“Kamu itu ditanya, kok malah balik bertanya,” seloroh Farida.
“Ya kan aku bingung, bu.” Amara mulai berpikir serius, bahkan jemarinya mulai mencari-cari di laman Google, siapa tahu ada hal menarik yang bisa ia gali.
“Dulu, Tante bercita-cita jadi apa?” tanya Amara.
Marina diam, ia kembali mengingat kala masih duduk di bangku SMA, ia sangat tergila-gila dengan fiksi. Bahkan guru bahasa Indonesianya kala itu menyukai tulisan-tulisannya, tak heran jika menjadi penulis adalah impian yang sempat ia kubur, karena Harus berperan menjadi istri dan juga ibu diusia yang masih sangat muda.
Tapi apa masih mungkin bagi dirinya menjadi seorang penulis? Di tengah banyaknya masalah yang menerpa dirinya, kini juga ia sibuk dengan usaha barunya.
Ditambah lagi, menulis butuh latihan dan harus dibiasakan setiap hari, jika tidak begitu maka akan semakin sulit untuk memulai.
Pada akhirnya Marina pun kembali menepis keinginannya tersebut. “Tante, kok malah melamun?”
Marina tersadar dari lamunannya, “Maaf, tiba-tiba tante teringat dulu ketika masih di bangku SMA.”
“Ada apa di bangku SMA?” Amara mulai penasaran.
“Tante, pernah berkeinginan menjadi penulis,” jawab Marina malu-malu. “Tapi, tante rasa untuk saat ini itu tidaklah mungkin.”
Amara mencoba memahami posisi Marina, wanita itu pasti butuh sesuatu yang lain, sesuatu yang bisa meningkatkan rasa percaya diri, dan bila memungkinkan membentuk karakter serta kepribadian baru seorang Marina.
Agar tidak terus menerus terkurung dalam dirinya saat ini, tidak menyalahkan dirinya sendiri untuk semua yang telah terjadi. Tapi mau berubah, agar masa depannya lebih baik lagi.
Akhirnya Amara menyarankan pada Marina untuk ikut kursus kepribadian terlebih dahulu.
“Heh?! Apa itu?” tanya Farida yang juga tak paham maksud perkataan putrinya.
“Itu bu, jadi kursus kepribadian itu, semacam kursus untuk me-restart isi pikiran kita, mengembangkan dan meningkatkan karakter kita. Bahkan mungkin juga membentuk karakter kita yang baru.”
“Karakter baru? Maksudnya apa?” Agaknya Marina pun masih kebingungan.
“Jadi jika semula karakter kita sudah baik, nanti di karakter baru itu, ditanamkan juga sedikit sifat jelek, jahat, dan sedikit jutek. Biar gak iya-iya aja kalau ada yang jahat pada kita, begitu?” timpal Farida.
“Ya nggak Begitu juga konsepnya, Bu. bukan mengganti karakter kita yang semula baik menjadi jelek.”
Amara sedikit berpikir keras, agar Marina dan Farida lebih mudah lagi mencerna kalimatnya. “Tapi MENGEMBANGKAN,” ujar Amara sedikit menekan kalimatnya.
“Begini, jika dianalogikan secara sederhana. Anggap saja seperti Ibu dan Tante ingin mengganti perabot rumah yang lama, menjadi perabot rumah yang baru. Pastinya dengan fungsi yang sama, tapi teknologinya lebih mutakhir, dan penampilannya juga lebih menarik.”
Marina dan Farida sama-sama mengangguk, “Ah, begitu rupanya. Aku pikir kayak kita sedang dicuci otaknya,” cetus Marina.
“Kurang lebih sama seperti itu, Tante. Tapi … “ Amara memberi tanda kutip, “dalam hal yang positif, ya.”
“Iya, iya … walaupun belum seratus persen, tapi Ibu mulai paham. Udah jangan banyak-banyak penjelasannya, nanti Ibu mual.”
“Ish, dasar ibu-ibu,” cebik Amara.
“Lha piye toh, Ibumu ini cuma lulusan SMA, hanya sedikit lebih beruntung, dari Tantemu. Karena ibu pernah merasakan hidup di luar negeri, walau cuma jadi pembantu. Tapi kalau Kamu jelaskan banyak-banyak, lama kelamaan, Ibu pusing juga.”
Farida menurunkan kedua kakinya yang semula di tekuk diatas kursi. “Marina aja nih, dia perlu banget ikut kursus… kursus… kursus apa tadi?” tanya Farida yang mendadak lupa hendak mengatakan apa.
“Kepribadian,” jawab Marina.
“Nah itu, Kamu saja yang kursus, siap-siap nanti kalau tuan ulat bulu itu melamar, kamu sudah menjadi Marina yang baru.”
Tak ayal lagi, ucapan Farida kembali membuat Marina tak terima. “Jangan bilang begitu, Rid. Gak pantas kalau ada orang lain yang dengar … “
“Kenapa? Karena belum resmi cerai? Rin, siapapun yang tahu gimana busuknya kelakuan Johan, pasti berpikir sama sepertiku. Iya gak?” Farida meminta persetujuan Amara.
Gadis itu mengangguk, “Tuh, kan. Amara saja setuju denganku, makanya, nanti jangan lagi jadi wanita bodoh, yang sok-sokan menolak lamaran tuan ulat bulu.”
“Darimana Kamu tahu, dia bakalan melamarku? Aku bukan sok menolak, tapi Aku tak mau takabur terhadap sesuatu yang belum tentu terjadi.” Farida terdiam, benar juga ucapan Marina.
“Baiklah, maaf, aku juga salah soal ini.” Farida menyeringai. “tapi janji jangan menolak, ya.”
“Ckckckck … lihat saja nanti.”
“Apa? Lihat apa?” desak Farida. “Intinya, aku sangat berharap teman terbaikku ini bisa bahagia, bersama seseorang yang mencintainya.”
***
Bukan hanya Marina yang sibuk karena mengurus bisnis, serta ditanya semua hal yang berkaitan dengan masalah yang menimpa pernikahannya.
Tapi tuan Gusman juga tetap sibuk dengan Senopati Group, bahkan ia juga tak pernah absen bertanya pada pengacara, perihal perkembangan kasus perceraian Marina.
Hingga hari persidangan kembali tiba.
Sonia belum tahu kamu kalau sekarang Marina menikah dengan orang kaya
. biar kapok diana.. duhhh knp q ikutan jahat😂😂😂
Buat Fadly kawin diam diam , biar nangis tu si Diana.