~Karya Original~
[Kolaborasi dari dua Author/BigMan and BaldMan]
[Update setiap hari]
Sebuah ramalan kuno mulai berbisik di antara mereka yang masih berani berharap. Ramalan yang menyebutkan bahwa di masa depan, akan lahir seorang pendekar dengan kekuatan yang tak pernah ada sebelumnya—seseorang yang mampu melampaui batas ketiga klan, menyatukan kekuatan mereka, dan mengakhiri kekuasaan Anzai Sang Tirani.
Anzai, yang tidak mengabaikan firasat buruk sekecil apa pun, mengerahkan pasukannya untuk memburu setiap anak berbakat, memastikan ramalan itu tak pernah menjadi kenyataan. Desa-desa terbakar, keluarga-keluarga hancur, dan darah terus mengalir di tanah yang telah lama ternodai oleh peperangan.
Di tengah kekacauan itu, seorang anak lelaki terlahir dengan kemampuan yang unik. Ia tumbuh dalam bayang-bayang kehancuran, tanpa mengetahui takdir besar yang menantinya. Namun, saat dunia menjerumuskan dirinya ke dalam jurang keputusasaan, ia harus memilih: tetap bersembunyi/melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 28 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 4
Malam terus bergulir, tetapi di sudut-sudut gelap desa, bahaya yang tak terlihat mulai mengintai.
Di dalam kedai, Abirama dan Kouji masih berdiri dalam keheningan. Kepala desa menghela napas berat, matanya penuh kekhawatiran.
"Apakah mereka akan kembali?" tanyanya lirih.
Kouji menatap pintu kedai yang terbuka, menatap gelapnya jalanan desa yang kini terasa lebih mencekam dari biasanya. "Bukan pertanyaan apakah mereka akan kembali," jawabnya. "Tapi kapan."
Abirama tetap diam. Pikirannya berputar cepat, menganalisis situasi. Ia telah melihat banyak pendekar di hidupnya—yang baik, yang jahat, yang setengah gila. Namun orang-orang tadi... mereka bukan sekadar pengacau biasa.
"Ada sesuatu yang mereka cari," gumamnya.
Kouji menoleh. "Maksudmu?"
Abirama menghela napas. "Orang-orang seperti mereka tidak sekadar datang untuk minum dan menolak membayar. Mereka memancing reaksi, mengukur kekuatan kita."
"Dan mereka berhasil."
Kouji menyadari bahwa sejak tadi, ia telah menggenggam gagang pedangnya lebih kuat dari biasanya. Ia mengendurkan cengkeramannya, lalu menoleh ke kepala desa. "Beri tahu warga untuk tidak keluar rumah malam ini. Pastikan semua pintu terkunci."
Kepala desa mengangguk cepat, lalu bergegas pergi.
Abirama melangkah ke luar kedai, menatap langit yang diselimuti awan. Udara terasa berat, seakan ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan.
"Kau akan berjaga?" tanya Kouji.
"Ya," jawab Abirama. "Seseorang harus memastikan desa ini tidak diserang dalam tidur mereka."
Kouji mengangguk. "Aku akan berpatroli di sekitar rumah keluarga Liliane. Aku tidak suka ini, Abirama. Ada sesuatu yang tidak beres."
Abirama tersenyum tipis. "Aku juga tidak suka."
Lalu, tanpa suara, keduanya berpisah ke arah masing-masing.
Sebelum Abirama berkeliling memeriksa desa, ia pergi menuju rumahnya terlebih dahulu untuk memastikan sesuatu.
Di sepanjang jalan, ia bisa merasakan sesuatu.
Sebuah ketenangan yang terlalu sempurna.
Dan ia tahu dari pengalaman bahwa di balik ketenangan seperti ini...
Badai besar selalu menunggu untuk datang.
Angin malam berembus pelan, membawa udara dingin yang menyelinap melalui celah-celah rumah kayu sederhana itu.
Di dalamnya, Abirama berdiri tegap, menatap ke dalam kamar kecil yang seharusnya menjadi tempat Sora beristirahat.
Namun, yang ia temukan hanyalah tikar kosong dan jendela yang sedikit terbuka.
Matanya menyipit.
Sekilas, mungkin orang lain akan mengira bahwa Sora hanya pergi ke luar untuk menghirup udara segar. Tetapi Abirama bukan orang biasa—ia telah bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang perang dan pertempuran. Ia tahu perbedaan antara kepergian yang biasa dan seseorang yang menghilang tanpa jejak.
Tanda-tanda di dalam kamar terlalu sunyi. Terlalu bersih.
Sora tidak ada di sini.
Dan itu berarti sesuatu telah terjadi.
Tanpa membuang waktu, ia melesat keluar rumah.
Sementara itu, Sora masih berdiri terpaku, jantungnya masih berdegup kencang.
Siapa pria itu?
Namun, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara langkah kaki yang cepat menghampirinya.
"Sora!"
Sora menoleh dan melihat ayahnya, Abirama, muncul dari tikungan dengan ekspresi serius.
"Ayah…"
Tanpa bertanya lebih dulu, Abirama langsung mendekat, mencengkeram bahu putranya dengan erat. "Apa yang terjadi?" suaranya rendah, tetapi penuh ketegangan.
Sora menelan ludah. "Aku… aku mendengar suara seseorang. Dia berbicara kepadaku, tapi aku tidak dapat menemukan sosoknya."
Mata Abirama menyipit. "Suara sepeti apa? Apa yang dia katakan?"
Sora mencoba mengingat. "Dia bilang, aku menarik dan kita akan bertemu lagi."
Ekspresi Abirama berubah seketika. Matanya yang tajam kini dipenuhi kilatan bahaya.
Seseorang sedang mengincarnya.
Dan lebih buruknya, mereka juga mengincar Sora.
"Hanya itu?" tanya Abirama, suaranya rendah namun penuh tekanan.
Sora masih sedikit terengah, pikirannya berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. "Iya, hanya itu."
Mata Abirama semakin menyipit. Ia tahu bahwa pernyataan itu bukan sekadar sapaan biasa. Jika orang itu cukup percaya diri untuk meninggalkan pesan langsung, maka dia pasti memiliki rencana.
Abirama diam sejenak. Nalurinya sebagai pendekar yang telah bertahun-tahun berjuang di medan perang mengatakan satu hal—ini bukan pertemuan biasa.
"Sora, dengarkan ayah baik-baik." Abirama berlutut sedikit agar sejajar dengan putranya. "Mulai sekarang, kau harus lebih berhati-hati. Jangan pernah keluar sendirian, terutama di malam hari."
Sora mengerutkan kening. "Tapi Ayah, aku tidak bisa diam saja sementara—"
Abirama menepuk pundaknya, menghentikan ucapannya. "Belum saatnya bagimu untuk terlibat, Sora. Ayah tahu kau ingin kuat, tapi dunia ini lebih kejam dari yang kau kira."
Sora mengepalkan tangannya, merasa frustasi, tetapi ia juga tahu bahwa membantah ayahnya hanya akan membuat situasi semakin buruk.
"Baiklah, ayah."
"Sekarang, mari kita pulang. Kau diam di rumah dan jangan keluar!"
"Lalu, bagaimana dengan ayah?" Tanya sora.
"Ayah akan berjaga, memastikan semuanya aman malam ini."
Tanpa banyak pertanyaan, Sora mengangguk paham.
1. Disiplin >> Lulus.
2. .... ?
Lanjut thoorr!!! /Determined//Determined/