Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 05: Taraka Abyaz Dwilaga
Bruk!
Krompyang
Raka jatuh pingsan membuat suasana sendu yang terbangun antara Hilya dan Yani langsung berubah menjadi kepanikan. Hilya langsung mengangkat kepala Raka dan menaruhnya di pangkuannya. Tampaknya kepala Raka terbentur ujung lemari kecil yang ada di sebelah dirinya berdiri tadi.
" Bu'e Mas Raka berdarah Bu. Kita harus bawa ke rumah sakit."
" Sik sik nduk, tak undangke bapakmu disik ( bentar nak, aku panggilkan bapakmu dulu)."
Yani berlari menuju ke ladang satunya, dimana Sulistyo sedang memanen sayur daun bawang yang mereka tanam.
" Pak! Pak! pulang Pak! Raka, pingsan. kepalanya berdarah>"
" Opo?"
Sulis berlari diikuti Yani dibelakangnya. Meskipun ia jarang berkomentar perihal sang menantu, tapi Sulis memiliki kepedulian dan perhatian yang tinggi. Walau diawal dia ragu terhadap pemuda itu tapi ia yakin bahwa Raka adalah pria yang baik terlepas asal usul yang belum diketahui.
Sebenarnya ucapan buruk para tetangga terhadap anak dan menantunya tidak hanya di dengar oleh Yani saja, tetapi Sulis juga. Tak jarang dari mereka yang mengolok-olok Raka sebagai pria pecundang yang hanya menjadi beban.
" Halah, mantu kayak gitu cuma nyusain."
" Ho o, mana opo-opo ra isoh."
" Lagian sok-sokan apikan. Wong bukan siapa-siapa kok yo ditulungi. Nyari susah sendiri."
" Dasar bapak geblek."
Bukan hanya satu dua saja cemoohan yang didengar pada telinga Sulis. Tapi dia berlagak tuli dan tidak mengindahkan semuanya. Karena niat hati mereka ingin menolong. Sulis juga tahu kalau hubungan Hilya dan Raka tidaklah seperti pasangan suami istri pada umumnya.
" Nduk, piye blm bangun juga?"
" Belum Pak, kita bawa aja ke rumah sakit pak."
Sulis mengangguk, ia lalu mengambil kunci mobil dan membuka mobilnya. Mobil kijang diesel adalah mobil operasional yang ia gunakan untuk mengantarkan hasil perkebunan sayur ke pengepul. Meskipun bukan mobil mewah tapi manfaatnya cukup bisa dirasakan.
" Bu, kamu di rumah saja. Kalau Hafiz pulang sekolah, kasian nggak ada orang di rumah."
" Yo Pak."
Brummm
Mobil melaju cepat menuju ke rumah sakit daerah setempat. Hilya yang memangku kepala raka masih amat sangat panik. Betapa tidak, ia berupaya membuat Raka bangun tapi suaminya itu tidak kunjung bangun juga.
" Nduk, sik tenang. Ndongo (berdoa) saja. Semoga Raka baik-baik saja."
Hilya hanya mengangguk, mulutnya tak kuasa menjawab ucapan Sulistyo. Entahlah apa yang saat ini dirasakan oleh wanita itu, tapi yang jelas Hilya merasa sangat takut. Hilya takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap Raka.
Hubungan mereka yang hanya seperti teman, namun Hilya tetap takut jika dirinya kehilangan teman yang baik itu.
" Mas, aku mohon, aku mohon kamu nggak kenapa-napa," ucap Hilya dalam hati. Tangannya terus mengusap wajah Raka. Doa yang ia panjatkan tidak putus mekipun tidak terdengar oleh telinga manusia.
Ckiiit
Sulis menghentikan mobilnya tepat di depan ruang IGD. Ia bergegas turun dari mobil dan memanggil petugas medis untuk bisa segera membawa Raka ke dalam.
gruduk gruduk gruduk
Sebuah bangkar di dorong oleh dua orang perawat. Pintu mobil di buka oleh Sulis dan Raka dikeluarkan dari sana.
Hap!
Tubuh Raka di taruh di brankar lalu langsung dibawa masuk. Seorang dokter menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Hilya lalu menjelaskan situasi yang ia ketahui.
" Jadi maksudnya Raka tiba-tiba udah pingsan begitu?"
" Iya Dok, saya ndak tahu sebelum itu gimana. Soalnya saya nggak ada bersama Mas Raka."
Dokter itu mengangguk paham, ia langsung membawa Raka untuk dilakukan tindakan. Tentu saja pertama adalah mengobati luka. Dokter IGD juga memanggil dokter yang biasanya menangani Raka. Karena pasti akan ada tes selanjutnya untuk kondisi tersebut.
Selama 2 jam berlalu, selama itu juga Hilya menunggu dengan sangat cemas. Dia bahkan melupakan keberadaan sang ayah yang ada di sampingnya. Semua pikiran Hilya tertuju pada Raka. Jadi saat dokter menghampiri mereka untuk menjelaskan kondisi Raka.
" Haah, untunglah alhamdulillah kalau Mas Raka nggak apa-apa. lalu apa langsung bisa dibawa pulang dok?"
" Ehm ... itu ... untuk sekarang belum ya. Raka baru saja dikasih obat jadi masih tidur. Sebaiknya kamu dan Pak Sulis pulang dulu aja. Biarkan Raka menginap di sini malam ini. Hil, kamu bisa ambil baju ganti untuk raka dan juga makanan."
Hilya mengangguk paham, ia pun pamit undur diri diikuti Sulis. Sepeninggalnya Hilya dan Sulistyo, Dokter yang bernama Rudi itu menghembuskan nafasnya lega. Beruntung Hilya maupun Sulis tidak curiga dengan sikapnya itu.
Tap tap tap
Dokter Rudi membalikkan tubuhnya, ia berjalan menuju ke ruang rawat yang ada Raka di sana.
Cekleek
Brak!
" Apa Hilya dan bapak sudah pulang dokter."
" Iya Raka, apa aku harus memanggilmu Tara mulai dari sekarang."
Raka tersenyum, meskipun belum banyak hal yang dia ingat tapi dia tahu siapa namanya yang sebenarnya. Taraka Abyaz Dwilaga, itulah nama asli dari Raka.
Sakit kepala yang ia alami setiap malam itu ternyata dibarengi dengan mimpi dalam tidurnya. Dimana mimpi itu bukanlah hanya sebuah bunga tidur, melainkan ingatan-ingatan yang terlupakan.
Puncaknya ketika tubuhnya mendadak hilang tenaga dan jatuh pingsan. Benturan pada kepalanya menambah pancingan akan ingatannya semakin nyata. Dan Raka alias Tara mengerti bahwa itu bukan hanya mimpi.
" Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang Raka? Aah aku lebih nyaman memanggilmu seperti itu."
" Rahasiakan dulu Dokter. Aku yang akan memberitahu Hilya dan semuanya. Ah iya tolong rincian semua biaya rumah sakit dari aku masuk. Aku harus menggantinya."
Dokter Rudi mengerutkan alisnya, belum lama ia berbincang dnegan pria yang saat ini masih di atas brankar, tapi Dokter Rudi bisa merasakan bahwa pria itu bukanlah pria biasa.
" Baiklah kalau begitu, nanti aku suruh perawat kemari untuk memberikan semua biaya yang udah dikeluarin."
Tara mengangguk, ia lalu merebahkan kembali tubuhnya. Rasanya sudah lama ia tidak beristirahat dengan nyaman seperti ini. Tapi tentu saja otaknya malah tidak bisa beristirahat. Banyak hal yang kini harus di pikirkan. Salah satunya adalah mencari tahu siapa orang yang melakukan perbuatan buruk kepadanya hingga dirinya terluka dan ingatannya menghilang.
Selain itu, dia juga harus segera menghubungi keluarga dan asistennya. Tara yakin saat ini keluarganya pasti sangat kebingungan dan kehilangan karena dia menghilang cukup lama.
" Haah baiklah, sepertinya aku harus ngrepoti Dokter Rudi lagi."
TBC
thor, sukses selalu
banyak typo 🤭