Untuk mengungkap penyebab adiknya bunuh diri, Vera menyamar menjadi siswi SMA. Dia mendekati pacar adiknya yang seorang bad boy tapi ternyata ada bad boy lain yang juga mengincar adiknya. Siapakah pelakunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Dwiki menahan tangan Vera dengan kuat, membuat gadis itu terkejut dan menatapnya. "Ini bukan urusan lo! Lo pergi dari sini!"
Namun, Vera tidak menggubris peringatan itu. Dia tetap berdiri di tempatnya, menatap geng Dwiki dengan sorot mata penuh perlawanan.
Kevin dan anak-anak lainnya justru tertawa melihat interaksi itu. Dengan langkah santai, Kevin semakin mendekat, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. "Ternyata cewek lo hebat juga. Sangat pemberani," katanya dengan nada mengejek.
Vera mendengus. "Gue bukan cewek dia," ucapnya tajam. "Lagian kenapa kalau dia berubah? Masa depannya, dia sendiri yang menentukan, bukan kalian. Memang kalian mau menanggung hidupnya nanti?"
Tawa Kevin langsung menghilang, digantikan dengan tatapan tak suka. Beberapa anggota geng lainnya pun terdiam.
Dwiki menoleh ke arah Vera. Kata-kata itu terasa menusuk ke dalam dirinya. Vera selalu berbicara dengan pemikiran yang lebih dewasa daripada dirinya.
"Lo pikir, kalau dia keluar dari kita, dia bakal bisa jadi orang sukses?" Kevin kembali bersuara, mendekatkan wajahnya ke arah Vera. "Dunia gak seindah yang lo bayangkan."
Vera tidak mundur sedikit pun. "Mungkin dunia gak seindah itu, tapi itu bukan alasan buat nyerah dan tetap terjebak di tempat yang salah," balasnya tajam.
Dwiki mengepalkan tangannya, otaknya terus memproses kata-kata Vera. Selama ini, dia tahu dia harus berubah, tapi baru sekarang dia sadar bahwa dia memang punya pilihan. Cerita hidupnya yang kelam, tidak seharusnya membuat hidupnya ikut kelam.
Kevin mendengus kesal. "Lo banyak omong," katanya, lalu melirik ke arah Dwiki. "Lo beneran mau ninggalin kita?"
"Gue hanya ingin berubah, buka ninggalin geng ini."
Seketika, suasana menjadi lebih tegang. Lima orang di depannya mulai saling berpandangan. "Kalau mau berubah, lebih baik lo keluar. Gabung sana di geng Saga biar lo jadi pecundang!"
Vera menatap Dwiki dengan serius, tangannya mencengkeram lengan Dwiki yang akan kembali menyerang. "Buat apa masih meladeni mereka? Kita pergi dari sini."
Namun, Dwiki menggeleng pelan, matanya tetap fokus pada Kevin di depannya. "Gue memang ingin berubah, tapi gue bukan pengecut."
Dwiki menarik Vera ke belakang, melindunginya dari kemungkinan serangan lagi.
"Perut lo belum sembuh total. Lo gak bisa lawan mereka semua!" kata Vera cemas.
"Gue gak akan lari dari mereka semua."
Kevin semakin tertawa melihat interaksi mereka. "Jangan tunjukkan keromantisan di depan kita!" ejeknya sebelum melayangkan pukulan ke arah Dwiki.
Dwiki dengan sigap menangkis serangan itu, membuat Kevin sedikit mundur. Tapi dia tidak menyerah begitu saja. Beberapa anak geng lainnya mulai bergerak, mengepung mereka berdua.
Vera tahu situasi ini tidak akan berakhir dengan baik jika mereka tidak melawan. Dengan cepat, dia bersiap. Seorang anak geng berusaha menarik tangannya, tapi Vera justru membalas dengan pukulan keras ke rahang orang itu.
Satu lagi mencoba mendekat, dan kali ini Vera melayangkan tendangan ke perutnya.
Dwiki sekilas meliriknya. Dia tidak menyangka Vera bisa bertarung seperti itu.
Namun, perhatiannya langsung kembali pada Kevin, yang terus menargetkannya dengan pukulan-pukulan cepat dan keras. Berbeda dengan yang lain, Kevin jauh lebih terlatih dan lawan yang sepadan dengan Dwiki.
Vera memperhatikan gerakan Kevin yang begitu agresif. Tidak seperti yang lain yang hanya mencoba memojokkan mereka, Kevin tampaknya benar-benar mengincar Dwiki.
"Ternyata Kevin ada dendam pribadi," gumamnya.
Dwiki menghindari pukulan lain dari Kevin, tapi rasa sakit di perutnya mulai terasa lagi. Meski begitu, dia tetap berdiri tegak.
Kevin menyeringai. "Lo kira bisa lepas dari gue semudah itu? Sudah lama, gue menantikan momen seperti ini. Gue akui, selama ini gue terpaksa gabung di geng lo." Kevin kembali menukul Dwiki dengan keras.
Dwiki terhuyung, tangannya semakin menekan perutnya yang terasa perih. Dia sudah menghindari beberapa pukulan Kevin, tapi tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan.
Vera melihat itu dan langsung mendekat, menarik Dwiki agar menjauh. “Kita harus pergi dari sini!” serunya cemas.
Namun, Kevin yang melihat kesempatan itu justru melayangkan pukulan keras ke arah Dwiki. Vera refleks bergerak untuk melindunginya, tapi terlambat.
Bugh!
Tinju Kevin mendarat tepat di pelipisnya. Rasa sakit menjalar cepat di kepalanya dan akhirnya tubuhnya ambruk ke tanah.
“Vera!” Dwiki berlutut, menepuk pipi Vera. Dia panik melihat gadis itu tak bergerak.
Kevin terkekeh sinis. “Lo gak malu dilindungi cewek?”
Dwiki mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam ke arah Kevin, tapi sebelum dia bangkit, suara lantang menggema di area itu.
“Lo yang harusnya malu mengeroyok mereka!”
Suara berat itu datang dari belakang. Kevin dan gengnya menoleh, wajah mereka menegang ketika melihat siapa yang datang.
Sagara dan teman gengnya.
Sagara berdiri dengan tangan terlipat di dada, tatapannya tajam penuh intimidasi. Di belakangnya, beberapa teman-temannya berdiri siap melawan.
Sagara berjalan mendekat dengan langkah santai namun aura dinginnya sangat terasa. “Mau coba by one sama kita?” tanyanya dingin, menatap Kevin dengan tajam.
Kevin dan gengnya terdiam. Mereka tahu siapa Sagara. Sagara dan gengnya terkenal dengan air tenang yang menghanyutkan.
Sagara melirik Dwiki sekilas, lalu menatap Kevin lagi. “Gue kasih waktu tiga detik buat kalian cabut sebelum gue buat kalian nyesel.”
Kevin menggertakkan giginya, tampak bimbang. Tapi melihat jumlah orang yang datang bersama Sagara, akhirnya dia mengembuskan napas kasar dan melangkah mundur.
“Lo menang kali ini, Saga! Sekali lagi lo campuri urusan geng kita, gue gak akan tinggal diam.”
"Gue gak campuri urusan geng lo. Gue ke sini untuk Vera. Jangan pernah sentuh dia sedikitpun!"
Kevin memberi isyarat pada teman-temannya untuk pergi. Tak lama kemudian, mereka menghilang dari pandangan.
Sagara berjongkok, menatap Vera yang masih tidak sadarkan diri di pelukan Dwiki. Dia akan meraihnya tapi Dwiki menariknya kembali.
"Tangan lo masih sakit. Lo gak bisa gendong dia." Meskipun dirinya sendiri juga masih sakit, tapi Dwiki tetap kekeh menggendong Vera dan membawanya ke UKS.
Sagara menatap punggung itu yang kian menjauh.
"Sepertinya Dwiki suka sama Vera," kata Zavin yang berdiri di samping Sagara.
"Vera tidak akan membalas perasaannya. Kalian semua ke kelas. Ada satu hal yang harus gue pastikan." Kemudian Sagara melangkah pergi meninggalkan teman-temannya. Dia akan melapor pada Novan, dan memastikan bagaimana reaksi Novan.
ok lanjuuut...