'GURUKU ISTRIKU, SURGA DUNIAKU, DAN BIDADARI HATIKU.'
***
Dia adalah gurunya, dia adalah muridnya. Sebuah cinta terlarang yang berakar di antara halaman-halaman buku teks dan derap langkah di koridor sekolah. Empat tahun lebih mereka menyembunyikan cinta yang tak seharusnya, berjuang melawan segala rintangan yang ada. Namun, takdir, dengan segala kejutannya, mempertemukan mereka di pelaminan. Apa yang terjadi selanjutnya? Petualangan cinta mereka yang penuh risiko dan janji baru saja dimulai...
--- INI ADALAH SEASON 2 DARI NOVEL GURUKU ADALAH PACARKU ---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Masih Rahasia
Setelah makan malam romantis di tepi pantai, Kaesang dan Tyas langsung kembali ke villa mereka. Keduanya merasa kenyang dan bersiap untuk kegiatan selanjutnya.
Hmm...
"Yang," panggil Tyas, jemari lentiknya bermain-main di dada bidang Kaesang yang tidak terbalut kain.
"Hmm," sahut Kaesang singkat.
"Besok kita kemana?" tanya Tyas, melirik Kaesang.
Kaesang mencium lembut puncak kepala Tyas. "Itu rahasia Dear. Tapi yang pasti aku akan bawa kamu keliling New Zealand ini. Kita akan menghabiskan waktu yang berharga di sini. Hmm, kamu penasaran ya?" tanyanya, sambil tersenyum manis
Tyas mengangguk cepat, wajahnya terlihat menggemaskan di mata Kaesang. "Dari tadi aku penasaran, Yang. Kamu nggak ngasih tau aku waiting listnya. Kasih tau dong, kita mau ke mana?" Tyas mendesak, tangannya menepuk pelan dada Kaesang.
Beberapa menit yang lalu mereka bermain pa-nas di atas ranjang hingga menghabiskan dua r0nde. Keduanya merasa puas dan memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Kaesang menarik selimut yang menutupi tvbuh mereka berdua. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Tyas yang ramping.
"Kamu lucu banget sih kalo gini. Hmm besok kamu juga bakal tau Dear. Udah, kamu nggak usah mikirin itu, sekarang kita lanjut ke r0nde yang ketiga yukk. Kamu ngerasa nggak adik aku udah bangun di bawah sana?" tanya Kaesang dengan nada memelas.
Tangan Tyas yang ada di balik selimut perlahan turun, merayap ke adik Kaesang yang ternyata sudah mengeras di rumahnya. Benda itu terasa panjang dan padat, menempel pada benda miliknya yang ternyata sudah basah.
Tyas menatap Kaesang intens. Tanpa aba-aba ia langsung men-ci-um bibir Kaesang. Kaesang terkejut melihat tindakan spontan Tyas, tapi dengan cepat ia meresponnya.
Keduanya kembali melanjutkan permainan mereka, tapi kali ini Tyas yang memimpin permainan. Ia sudah sangat pandai dan mampu memvaskan Kaesang.
"A-hh, a-hh a-hh,," Kaesang tak hentinya men-de-sah menikmati goyangan Tyas yang sangat berbeda malam ini. Tubuhnya terlihat sangat s3ksi di mata Kaesang, gunung Fujinya semakin be-sar dan mengg0da.
Tangan Kaesang sudah bermain-main di gunung Fuji milik Tyas. Mere-masnya dengan brutal, membuat Tyas tidak hentinya men-de-sah.
**********
Di rumahnya, Zora sedang menikmati makan malam di ruang makan bersama dengan suaminya dan Lingga. Ketiganya tampak akrab, saling mengobrol dan tertawa. Meskipun tidak ada Kaesang dan Tyas.
"Ma, nanti kalau adiknya lahir, aku mau pindah ke sini ya, biar bisa jagain adik," ujar Lingga sambil meletakkan sendok garpunya dan meneguk minumannya.
Zora dan Indra spontan menoleh ke Lingga, raut wajah mereka penuh keterkejutan. Sejenak mereka berpandangan, Zora meminta pendapat Indra tapi Indra hanya mengangkat kedua bahunya.
"Terserah kamu aja Ling. Senyamannya kamu aja gimana," balas Zora.
Mata Lingga langsung berbinar-binar mendengar ucapan mamanya. Senyum lebar mengembang di wajahnya. "Beneran Ma?" tanyanya tak percaya.
Mama Zora mengangguk perlahan. "Iya Nak. Kami nggak akan ngelarang kamu buat pulang. Itu terserah kamu, tapi nanti kalo kamu pindah ke sini kamu tetap fokus sama kuliah kamu ya, jangan sampai karena fokus jagain adik kamu, kamu lupa. Mama nggak mau kalo pendidikan kamu sampai keteteran," pesan Zora, mengingatkan Lingga. Wajahnya serius.
Dengan penuh senyum Lingga mengangguk. "Iya Ma, aku nggak akan lupa kok sama kuliah aku. Aku udah nggak sabar banget nunggu adik ini lahir. Kira-kira dia nanti cewek apa cowok ya Ma? Terus mirip siapa? Aku jadi penasaran deh!" Lingga tak kuasa menahan semangatnya yang meluap. Senyumnya merekah, matanya berbinar-binar.
Zora menggelengkan kepalanya melihat Lingga, tersenyum tipis lalu menghela nafas. "Sabar Sayang, di usia kehamilan mama yang sekarang masih belum bisa dilihat jenis kelaminnya apa. Mama juga belum pergi ke dokter lagi buat cek up, mungkin besok. Iya kan, Mas?" tanyanya ke suaminya.
Papa Indra tersenyum, menoleh ke istrinya. Sebelah tangannya terangkat mengusap-usap rambut sang istri. "Iya besok jadwal kamu ke dokter buat cek rutin," jawabnya.
Lingga mendengarkan ucapan kedua orang tuanya dengan serius. Ia mengangguk berulang. "Ma, Pa, tiga hari lagi aku pulang ke London," katanya lesu, seperti enggan untuk mulutnya mengatakan itu.
Mama Zora dan papa Indra lantas menoleh. "Iya, ehm nggak nyangka ya ternyata kamu udah mau pulang aja. Rasanya mama masih pengen sama kamu tau. Belum puas mama," kata Zora dengan nada sedikit manja. Bibirnya yang merah merona seperti buah tomat tampak sedikit mengerucut.
"Sama Ma. Aku juga masih pengen di sini sama kalian. Tapi aku kan masih harus ke London buat lanjutin kuliahku. Oh iya Pa, papa jadi kan buat pindahin aku ke sini setelah mama lahiran nanti?" tanya Lingga ke papanya.
Papa Indra mengangguk. "Iya, setelah mama kamu lahiran nanti atau beberapa hari sebelum lahiran papa bakal ke kampus kamu buat urus kepindahan kamu," jawabnya tegas.
Tentu Lingga merasa sangat senang. Ia sudah tak sabar untuk segera pindah kuliah ke Indonesia dan segera punya adik. "Ah, makasih banyak ya Pa, makasih udah mau nurutin kemauan aku," katanya sumringah.
********
Tyas dan Kaesang sudah melakukan p3lepasan dua kali. Keduanya masih terus bermain, sampai tanpa sadar waktu sudah sangat larut. Di New Zealand sekarang sudah lebih dari jam dua pagi.
"Dear, aku mau keluarrr," kata Kaesang, kali ini ia yang memimpin permainan.
Beberapa saat lalu Tyas sudah mengeluarkan cairannya, tapi Kaesang belum. Kali ini barulah ia akan mengeluarkan miliknya.
Di bawah Tyas mengangguk pelan, napasnya tersengal-sengal. "Iya keluarin Yang...keluarin habis itu tidur. Aku udah capek banget, pengen tidur," katanya. Dadanya naik turun, keringatnya bercampur dengan keringat Kaesang, membasahi kulit mereka
Tentu saja, keduanya sudah bermain berjam-jam. Mereka sangat letih.
Kaesang mengangguk, tak bicara sepatah kata pun. Lalu ia membenamkan miliknya ke titik terdalam milik Tyas dan mengeluarkan cair-annya. Sejenak ia hanya diam, menikmati momen tersebut. Lalu, dengan lembut ia menarik diri, meraih tisu dari nakas untuk membersihkan miliknya dan Tyas.
Tisu bekas itu ia buang di bawah ranjang. Ia merebahkan diri di samping Tyas, menarik selimut hingga menutupi tvbuh mereka berdua.
Kaesang lalu memiringkan tubuhnya, ia melihat Tyas sudah tertidur. Nafasnya tenang dan teratur, Tyas tidur dengan posisi terlentang.
"Hmm, cantik banget sih istri aku. Kelihatan s3ksi," gumam Kaesang, matanya tak lepas dari wajah Tyas. Seolah tak pernah bosan, ia terus memuji kecantikan istrinya.
Kemudian, tangannya yang semula tersembunyi di balik selimut, perlahan merayap ke pinggang Tyas, memeluknya erat. Tvbuh mereka menyatu dalam dekapan hangat.
Sejenak Kaesang hanya menatap wajah Tyas tanpa berpaling atau menutup matanya, lalu beberapa saat kemudian ia men-ci-um pipi Tyas. Lama bibirnya menempel di pipi putih Tyas, sebelum akhirnya ia menarik diri.
Perlahan Kaesang menutup matanya, senyumnya tetap terukir. Damai. Bahagia sekali berada di sini, bersama istri tercinta. Ia berharap momen ini takkan pernah berakhir, ingin merasakannya lebih lama lagi.
"Tyas..."
Sebelum benar-benar tertidur Kaesang menyebut nama Tyas dengan lembut. Nama itu mengalun syahdu di udara, hingga akhirnya ia tertidur pulas.
Pagi harinya, sinar matahari pagi yang hangat menyinari villa mereka, membangunkan Tyas terlebih dahulu. Ia membuka matanya perlahan, masih merasakan sisa kelelahan dari malam sebelumnya, namun senyum manis terukir di bibirnya. Melihat Kaesang yang masih tertidur di sampingnya, ia tak kuasa menahan diri untuk tidak mencium pipi suaminya itu.
"Pagi, Yang," bisik Tyas, suara lembutnya membangunkan Kaesang.
Kaesang membuka matanya, tersenyum melihat Tyas yang sudah bangun. "Pagi juga, Dear," sahutnya, lalu memeluk Tyas erat.
"Yang, kita hari ini pergi ke mana aja, hm? Cerita dong," rengek Tyas manja.
Kaesang tersenyum jahil. "Itu masih rahasia, Dear, tapi yang pasti aku udah siapin kejutan buat kamu."
Tyas hanya tersenyum, sudah tak sabar untuk mengetahui kejutan apa yang telah disiapkan Kaesang. Setelah sarapan, Kaesang mengajak Tyas untuk bersiap-siap. Ia sudah menyiapkan pakaian yang rapi dan elegan untuk mereka berdua.
"Kita mau kemana sih, Yang? Kok bajunya kayak gini?" tanya Tyas, sedikit bingung melihat pakaian yang disiapkan Kaesang.
"Rahasia," jawab Kaesang, sambil menggenggam tangan Tyas.
Mereka pun berangkat. Ternyata, Kaesang membawa Tyas ke sebuah helipad pribadi. Sebuah helikopter mewah sudah menunggu mereka. Tyas tercengang, tak menyangka Kaesang akan memberikan kejutan seperti ini.
"Wow, Yang! Ini seriusan?" tanya Tyas, tak percaya.
Kaesang mengangguk, tersenyum bangga. "Tentu aja, Dear. Hari ini kita akan keliling New Zealand dengan helikopter pribadi. Kita akan melihat pemandangan yang menakjubkan dari atas."
Tyas sangat senang. Mereka terbang di atas hamparan alam New Zealand yang indah, melihat pegunungan, danau, dan pantai dari ketinggian. Kaesang bahkan mendaratkan helikopter di sebuah puncak gunung, agar mereka bisa menikmati pemandangan dengan lebih leluasa. Mereka makan siang dengan pemandangan yang luar biasa indah, hanya berdua, di puncak gunung yang tinggi.
Bersambung ...