Follow IG 👉 Salsabilagresya
Follow FB 👉 Gresya Salsabila
"Aku tidak bisa meninggalkan dia, tapi aku juga tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintai kalian, aku ingin kita bertiga hidup bersama. Kau dan dia menjadi istriku."
Maurena Alexandra dihadapkan pada kenyataan pahit, suami yang sangat dicintai berkhianat dan menawarkan poligami. Lebih parahnya lagi, wanita yang akan menjadi madu adalah sahabatnya sendiri—Elsabila Zaqia.
Akan tetapi, Mauren bukan wanita lemah yang tunduk dengan cinta. Daripada poligami, dia lebih memilih membuang suami. Dia juga berjanji akan membuat dua pengkhianat itu merasakan sakit yang berkali lipat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan yang Sulit
Di antara rasa takutnya, Elsa bangkit dan melempar lembaran yang diberikan Mauren. Matanya ingin menatap tajam, tetapi kenyataannya justru memanas dan berkaca-kaca. Penjara adalah suatu tempat yang tak sanggup ia pijak. Namun, Mauren malah mendorongnya ke sana.
"Kamu jangan fitnah, Ren! Aku sama sekali nggak mengambil uangmu, apalagi uang sebanyak itu!" teriak Elsa.
Jantungnya berdetak cepat dan peluh pun mulai membasahi keningnya. Nominal yang tertera di lembaran itu adalah 600 juta, sejumlah uang yang tak pernah masuk ke rekeningnya. Meski selama ini Elsa kerap menyalahgunakan uang perusahaan, tetapi tidak sebanyak itu. Sampai sekarang, kurang lebih hanya 80 juta yang ia gelapkan.
"Apa menurutmu bukti itu nggak akurat?" Mauren bertanya santai.
Elsa mengerjap cepat sambil membuang pandangan. Tanggal transaksi dan nomor rekening yang tertera memang benar adanya. Namun, sangat salah pada nominal. Dalam setiap bulannya, Elsa hanya mengambil uang sekitar 7 juta, tetapi yang tercatat di sana sebanyak 50 juta.
"Hari ini ... Pak Sunandar sudah hengkang dari Victory, dan sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia nggak bisa mengembalikan uang yang sudah disalahgunakan, jadi ya ... mendekam di bui. Sekarang, giliran kamu, El. Mau mengembalikan atau ... tinggal di balik jeruji," sambung Mauren.
Elsa tersentak, "Kamu jangan gila, Ren! Aku nggak pernah ngelakuin itu!"
"Terserah kamu mau mengelak seperti apa, yang jelas bukti yang kubawa sudah akurat. Aku nggak maksa kamu untuk mengembalikan uangku. Aku malah baik hati dan memberimu dua pilihan. Aku benar-benar sahabat, 'kan?" Mauren bangkit sambil melipat tangan di dada. Tatapannya tak beralih dari wajah Elsa yang sudah memucat.
"Jangan lakukan itu, Ren! Aku nggak mau dipenjara," ujar Elsa.
"Kalau gitu ya kembalikan uangku. Jangan mengambil sesuatu yang bukan hakmu! Apa merebut Mas Jeevan masih belum cukup?" sindir Mauren.
"Oke, aku akan mengembalikan uangmu, tapi tidak sebanyak itu. Yang kuambil nggak genap seratus juta, kenapa kamu mintanya enam ratus juta?" kata Elsa. Selain berintonasi tinggi, kalimatnya juga diucap cepat. Elsa terlalu panik dan tanpa sadar sudah mengakui kesalahannya.
"Wow, it's amazing! Jadi ... kamu udah ngaku kalau kemarin-kemarin korupsi?"
Elsa menunduk, "Aku ngaku salah. Aku memang mengambil uang perusahaan, tapi nggak sebanyak itu. Aku berani sumpah yang kuambil nggak genap seratus juta. Kalau kamu nggak percaya, cek aja rekeningku."
"Nggak nyangka banget ya, ngaku sahabat tapi kelakuan bejat. Udah nyuri uang, ngrebut suami juga. Otak kamu beneran geser, ya?" ujar Mauren.
"Aku cuma nabung dan sekarang pun bisa kubalikin. Dan lagi jangan bilang aku merebut Mas Jeevan, dia sendiri yang datang ke aku," kilah Elsa.
"Terserah, aku bosan mendengar kilahmu. Sekarang yang kumau cuma satu, kembalikan uangku! Enam ratus juta!"
"Jangan gila, Ren, yang kuambil nggak sebanyak itu!" bentak Elsa.
"Apa bukti itu masih kurang jelas? Perlu kubawakan bukti lain atau mungkin saksi? Aku sanggup melakukannya, El." Mauren mendekat dan menilik wajah Elsa yang dibalut rasa takut.
"Ini hanya rekayasamu, 'kan?" geram Elsa dan Mauren hanya menanggapinya dengan senyuman lebar.
"Licik kamu, Ren! Kamu___"
"Memangnya kenapa kalau aku licik? Selama ini kamu juga licik, 'kan?" pungkas Mauren dengan santai.
"Brengsek kamu, Ren!"
Lagi-lagi Mauren menanggapinya dengan senyuman.
"Aku hanya akan mengembalikan sejumlah yang kuambil. Kamu jangan menindasku, Ren! Kamu tahu aku nggak sekaya dirimu," ucap Elsa beberapa saat kemudian.
"Aku sangat tahu, makanya selama ini aku sering bantu. Hanya saja, kamu malah memanfaatkan kebaikanku." Mauren memegang bahu Elsa dan berbisik di telinganya. "Rekayasa atau bukan, tapi bukti itu sangat akurat. Aku nggak main-main dengan ucapanku, bayar atau kita lanjutkan ke jalur hukum. Satu lagi, jangan coba-coba kabur karena datamu sudah lengkap. Jika itu kamu lakukan, maka hukumanmu akan lebih berat," sambungnya.
Usai berkata demikin, Mauren menjauh dan menatap puas. Sementara Elsa, masih terpaku dengan tubuh yang gemetaran. Pikirannya kosong dan tak bisa merangkai kalimat untuk membujuk Mauren. Alhasil, dia hanya bergeming ketika Mauren beranjak pergi.
Beberapa detik kemudian, langkah Mauren terhenti. Kala itu, dia sudah berdiri di ambang pintu. Dengan senyuman yang terus mengembang, Mauren menoleh dan menatap Elsa.
"Makanya sadar diri, jangan bertingkah dan mengusik orang yang ber-uang. Masih baik aku dulu mau berteman denganmu dan membantumu. Sekarang, salahkan dirimu sendiri dan nikmati balasan dariku," ujar Mauren. Lantas, dia kembali melanjutkan langkah dan masuk ke mobil.
"Selama ini kamu sering menikmati uang dari Mas Jeevan, 'kan? Jadi, jangan berlagak menderita kalau aku meminta lebih. Anggap saja sedang membayar hutang, El," ucap Mauren sebelum menyalakan mesin mobil.
_____________
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 sore, tetapi Elsa belum beranjak dari tempatnya. Dia masih duduk berlutut di samping kursi ruang tamu, matanya sudah bengkak karena terlalu lama menangis. Namun, cairan bening itu terus keluar dan enggan mereda.
Enam ratus juta bukan nominal yang sedikit, butuh waktu berbulan-bulan atau bahkan tahun untuk mendapatkannya.
"Aku tidak mau dipenjara," ucap Elsa di sela-sela isakan. "Tapi, bagaimana caranya aku mendapatkan uang sebanyak itu. Mauren benar-benar licik."
Ketika Elsa masih menangis, ponselnya terus berdering, Jeevan yang menelepon. Namun, Elsa tak ada niat untuk menerimanya. Dia masih takut karena uang 80 juta yang ia ambil dari Victory tanpa sepengetahuan Jeevan. Elsa hanya bekerja sama dengan Sunandar.
Dulu Elsa berniat membuka usaha pribadi agar Jeevan makin kagum padanya. Namun, siapa sangka rencana itu gagal total ketika masih separuh jalan. Sekarang, bukannya mendapat keberuntungan, melainkan malah kehancuran.
"Aku nggak bisa ngomong masalah ini ke Mas Jeevan, tapi ... ah, ke mana aku harus meminta bantuan?" Elsa mengacak-acak rambutnya dengan kasar.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Elsa beranjak dan menuju kamar mandi. Dia mencuci muka karena mekapnya sudah berantakan. Kendati masih diliputi rasa sedih dan bingung, tetapi perut menuntutnya untuk mencari makanan. Maklum, sedari pagi hanya diisi selembar roti dan setengah cangkir teh.
Usai menyisir rambut dan menyapukan sedikit bedak ke wajah, Elsa keluar dan berjalan menuju warung makan yang tak jauh dari rumahnya. Di sana, Elsa memesan soto daging dan segelas air hangat.
"Lupakan bentar, aku harus makan agar nanti bisa berpikir jernih," batin Elsa ketika menyuap makanan dan terasa hambar. Bukan karena kemampuan koki yang buruk, melainkan karena perasaan sendiri yang kacau.
Setelah menarik dan mengembuskan napas panjang berulang kali, perasaan Elsa sedikit tenang. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena sesaat kemudian ada seseorang yang memanggil.
"Elsa!"
Elsa menoleh dan mendapati sosok lelaki tampan dengan rambut kecokelatan. Senyumnya terlihat tulus dan menawan, seolah selama ini tak ada sesuatu yang terjadi.
Bersambung...
Suka dg karakter nya karin /Joyful//Kiss/
Suami begitu buang aj ke sampah 🤪😂