Neil sudah meninggal, suami yang terobsesi padaku, meninggal dalam senyuman... menyatakan perasaannya.
"Jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu mati..." janjiku dalam tangis.
Bagaikan sebuah doa yang terdengar, kala tubuh kami terbakar bersama. Tiba-tiba aku kembali ke masa itu, masa SMU, 11 tahun lalu, dimana aku dan Neil tidak saling mengenal.
Tapi...ada yang aneh. Suamiku yang lembut entah berada dimana. Yang ada hanya remaja liar dan mengerikan.
"Kamu lumayan cantik...tapi sayangnya terlalu membosankan." Sebuah penolakan dari suamiku yang seharusnya lembut dan paling mencintaiku. Membuatku tertantang untuk menaklukkannya.
"Setan! Aku tau di bagian bawah perutmu, tepat sebelum benda pusakamu, ada tahilalat yang besar!" Teriakku padanya. Membuat dia merinding hingga, menghentikan langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Batu
Pemuda yang berfikir sejenak. Pacar? Dirinya sebenarnya belum pernah memiliki pacar sama sekali. Tapi, bukankah pacar tanpa sentuhan fisik? Artinya hanya pelindung yang dapat menggunakan nama Neil sesuka hati.
Karena itu, bukan syarat yang sulit, jika tanpa sentuhan fisik."Aku berjanji akan melindungimu dan berpihak padamu apapun yang akan terjadi. Kita menjadi pacar sekarang. Karena itu temui ibuku setiap hari."
Dengan cepat Cheisia mengangguk."Kakanda! Sekarang panggil aku Adinda..."
Pemuda yang memiliki harga diri tinggi itu, berusaha tersenyum. Benar-benar berusaha keras tersenyum."A... A...A...Adinda...sial! Aku kesulitan bernapas..."
"Yey! Neil memang yang terbaik." Teriak Cheisia, hendak memeluknya, tapi dengan cepat pula Neil mendorong kepala Cheisia.
"Tidak ada sentuhan fisik." Tegas Neil, mengalihkan pandangannya. Kembali terlihat fokus mengemudi, menghidupkan mesin mobilnya.
Begitu dingin, tidak dapat ditebak, itulah sosok Neil saat ini. Tapi, semakin Cheisia memikirkannya, jantungnya bagaikan berdegup semakin cepat.
Kaca jendela mobil separuh terbuka, wajah remaja benar-benar masih muda. Wajah yang sama, tapi terdapat sedikit perbedaan.
Suaminya, Willem Alexander Niel Andreas, meninggal sebelum waktu terulang, di usia 29 tahun. Tubuh tanpa nyawa yang benar-benar mati dalam dekapannya.
Kini bagaikan kembali hidup menjadi remaja yang begitu...liar?
"Aku mencintaimu!" Ucap Cheisia.
"Aku membencimu..." Neil menghela napas kasar.
"Katakan cinta! Jika tidak, aku tidak akan datang menemui ibumu!" Ancaman dari Cheisia, membuat sang pemuda menurut.
"Iya! Iya! Iya cinta! Puas!?" Neil mengernyitkan keningnya.
"Cinta pada siapa?" Cheisia mengangkat salah satu alisnya.
"Pada bebek cerewet." Jawab Neil.
"Apa itu panggilan kesayangan?" Tanya Cheisia lagi.
"Bukan, itu hinaan." Jawab Neil cepat.
"Dasar! Bilang saja itu panggilan kesayangan. Kamu gemas padaku seperti gemas melihat anak bebek kan?"
"Tidak! Dasar stalker!"
"Panggil Adinda. Atau---"
"Dasar Adinda!"
Pertengkaran remaja yang begitu menggemaskan, membuat Cheisia begitu bersemangat untuk menaklukkan sang pujaan hati.
Sensasi yang berbeda dari orang yang sama.
"Aku mencintaimu..." Batin Cheisia, penuh senyuman teduh.
*
Tapi apa yang menunggunya di rumah? Perasaan yang mendalam membuat Hazel gelisah.
Tepat pukul 23.40, barulah suara mesin mobil terdengar. Pintu gerbang yang kali ini terbuka secara otomatis, setelah sang security mengkonfirmasi kedatangan majikannya.
"Itu mungkin kakak, aku harap kakak tidak apa-apa pulang selarut ini. Ji...jika kakak sempat dilecehkan..." Bianca menggantung kalimatnya dengan sengaja. Mengarahkan opini semua orang tentang kemungkinan Cheisia melakukan hal yang buruk.
"Aku akan bicara dengannya." Dirgantara (Ayah Cheisia) menghela napas kasar.
Wajah Bianca diam-diam tersenyum, menyadari raut wajah semua orang yang terlihat marah. Atau lebih tepatnya tidak menyukai semua ini.
Terutama Hazel yang sudah menunggu kedatangan Cheisia sejak sore tadi. Hazel? Itulah incaran utamanya.
Pemuda dari keluarga yang memiliki status sosial sama dengan Dirgantara Muller (ayah Cheisia). Begitu rupawan dan sempurna, sayangnya pemuda ini jatuh cinta pada Cheisia.
Tapi tidak apa-apa, karena Bianca sudah berhasil membohongi Hazel dan Elisa (ibu Hazel), seolah-olah dirinya lah yang telah mendonorkan hati untuk Hazel. Hutang budi yang akan terus diingat oleh Hazel, walaupun itu hanya kebohongan, karena pendonor sejatinya adalah Cheisia.
Saat itulah seorang pelayan membukakan pintu. Menyambut kedatangan Cheisia.
Gadis yang melangkah bersama seorang pemuda. Dari penampilan, memang terlihat rapi mengenakan blazer hitam berpadu kaos putih polos dan celana jeans hitam.
Tapi, Dirgantara terlanjur tersulut emosi setelah mendengar keterangan dari Hazel. Jika remaja ini(Neil) merupakan anak berandalan yang kerap mengikuti tawuran.
"Cheisia kemari!" panggil sang ayah, mengamati putrinya yang menggunakan pakaian lain. Tidak menggunakan seragam seperti ketika berangkat sekolah.
"Tidak mau, aku ingin mengucapkan terimakasih pada Neil. Kemudian mengantarnya kembali sampai teras." Ucap Cheisia manja, menggenggam jemari tangan Neil erat.
"Cheisia! Sebentar lagi kita akan bertunangan. Aku sudah menyetujuinya jadi jangan sia-siakan hidupmu. Dia bukan pria yang baik untukmu." Hazel menasehati.
"Benar! Kak Hazel lebih baik untuk kakak. Kakak tau, kak Hazel sudah menunggu kak Cheisia pulang dari sore. Ha ...hanya demi menginap dengan pria lain, Kak Cheisia...kami mencemaskanmu." Bianca tertunduk, mengarahkan opini semua orang, tapi tetap berusaha terlihat polos.
Cheisia berjinjit kemudian berbisik pada Neil yang lebih tinggi darinya."Lindungi aku, kamu kan pacarku." Pinta Cheisia penuh harap, mengingat bagaimana kecerdasan suaminya sebelum waktu terulang.
"Menyusahkan..." gumam Neil dengan suara kecil.
Tapi menyenangkan untuk melakukan ini bukan? Keluarga ini terlihat begitu kacau balau. Hanya karena hasutan seekor ular (Bianca).
"Perkenalkan, namaku Willem Alexander Niel Andreas. Maaf, sudah mengantarkan pacarku pulang terlalu larut." Neil tersenyum, benar-benar senyuman cerah, bagaikan merubah karakter dinginnya.
"A ...apa yang kamu lakukan dengan kakakku? Kakakku sudah memiliki pacar." Bianca menangis, mendramatisir keadaan."Kak Cheisia, kak Hazel begitu mencintaimu. Kenapa kamu begini, hanya demi pria tidak jelas."
"Cheisia kemari!" Sela menarik paksa tangan putrinya. Tapi reaksi aneh didapatkannya, Cheisia menarik tangannya kembali.
Putrinya terlihat gemetar, sekaligus menatap bagaikan tersimpan kebencian. Ada yang aneh, benar-benar aneh. Membuat perasaan Sela terasa begitu sakit.
Sedangkan Cheisia kembali menggenggam jemari tangan Neil begitu erat. Sebelum waktu terulang, dirinya begitu egois, terhasut bujukan ibunya untuk meninggalkan Neil. Hingga pada akhirnya, Neil mati akibat mengorbankan nyawanya. Sang suami yang mati dalam kesalahpahaman.
"Kembalilah pada ibumu. Sebagai pacarmu, besok aku akan menjemputmu." Ucap Neil terdengar begitu hangat, mengelus pucuk kepala Cheisia.
"Iya, Kakanda jangan tidur terlalu larut." Cheisia kembali tersenyum seperti biasanya.
"Paman, bibi, aku pamit. Dan terimakasih sudah meminjamkan putrimu yang begitu berharga." Neil menunduk, benar-benar terlihat bagaikan sosok yang berbeda dengan penjabaran Hazel.
Sejenak pandangan mata Neil, beralih pada Hazel."Dan untukmu, jangan salah paham. Saat itu untuk pertama kalinya aku ikut tawuran. Selain itu, aku Willem Alexander Niel Andreas, akan menginjakmu. Jika berani mengaku-ngaku pacar Cheisia lagi."
Aura mengerikan yang tidak main-main, kala hendak melangkah pergi. Neil sedikit melirik ke belakang dan tersenyum. Sepintas kembali melanjutkan perjalanannya.
"Sayang! Kakanda! Hati-hati di jalan! Jangan ngebut! Aku tidak mau menjadi janda sebelum menikah!" Teriakan Cheisia membuat semua orang ingin rasanya tepuk jidat.
Menghela napas, setelah kepergian Neil. Barulah sidang dimulai, ada rasa tegang dalam diri Cheisia saat itu.
"Duduk!" Perintah ayahnya, dengan cepat Cheisia menurut.
Tapi, satu hal yang dipelajari olehnya. Jika sebelum waktu terulang dirinya berpura-pura tegar dan dewasa, menerima semua tuduhan, kini tidak. Dirinya harus berpura-pura bodoh dan kanak-kanakan.
"Ayah...ibu...maaf ..." Cheisia memelas.
"Kenapa kamu pulang larut? Apa saja yang kamu lakukan!?" Tanya sang ayah.
"Bangun pagi, aku memikirkan Neil, siswa yang paling tampan sejagat raya. Siang aku membawakan kotak bekal untuknya. Sore, aku pergi ke rumahnya untuk mencari perhatian ibu mertua. Agar anaknya mau menerima cintaku." Jawaban jujur dari Cheisia, membuat sang ayah benar-benar pusing mendengarkannya.
"Tapi Cheisia! Kamu tidak menghargaiku? Hubungan kita---" Kalimat Hazel disela.
"Kita tidak pacaran, cuma aku yang mengejar kak Hazel sepihak. Saat itulah pangeran sekolah (Neil) muncul, membuatku jatuh hati. Maaf...tapi cintaku padamu sudah kadaluarsa...." Kalimat puitis nan menusuk.
"Cheisia! Kamu masih kecil, tidak akan mengerti bahasa baik dan buruk." Ucap sang ibu.
"Ibu... jika ibu tidak merestuiku, aku mogok makan!" Teriak Cheisia menangis berlari menuju lantai dua.
"Cheisia!" Teriak sang ibu."Apa kita terlalu keras padanya, bagaimana jika dia benar-benar mogok makan?" tanya Sela pada Dirgantara.
"Entahlah..." sang suami menghela napas panjang. Tanpa menyadari status sosial kekasih putrinya.
"Kak Hazel, aku buatkan teh hijau ya? Sebaiknya malam ini kak Hazel menginap di kamar tamu, sudah terlalu larut." Pinta Bianca.
Tapi Hazel hanya diam, apa benar hati Cheisia sudah berubah? Tidak, dirinya harus merebut Cheisia kembali.
"Maaf, paman, bibi, aku pulang." Ucap Hazel meraih kunci mobil, tanpa memperhatikan hal yang dikatakan Bianca.
*
Sementara dalam kamar, mogok makan. Itulah aksi protes dari gadis yang tengah menikmati stoples kue kering.
'Sebagai pacar, Kakanda harus memberi ku makan tiga kali sehari. Jadi besok tolong buatkan bekal penuh cinta. Karena aku sedang mogok makan.'
Pesan yang dikirimkan Cheisia melalui handphone, dengan keadaan mulut dipenuhi kue kering.
'Iya!'
Balasan yang didapatkannya dari Neil. Dengan cepat Cheisia kembali membalas.
'Minta kiss, plus ucapan aku cinta kamu.'
Berdebar menunggu balasan dari Neil. Hingga satu pesan akhirnya masuk, berupa, E-motion batu.
'🗿🗿🗿🗿'
"Ah ....! Kakanda ternyata cintamu sekeras batu." Teriak Cheisia mencium layar handphonenya.
Lagian pikiran orang sukses kebanyakan ga sempet ngurusin hidup orang lain mending dia ngembangin bisnis, ngumpul cari koneksi ngomongin hal penghasil cuan drpd cuma ngurusin hidup sm masalah orang, target pasar mu salah mbak bi 😅
kakanda katanya🤣🤣🤣🤣
kopi sudah otewe ya 👍💕😍