Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20
Pagi kembali tiba, namun sang mentari nampaknya masih betah di tempat peristirahatannya. Begitu juga dengan sepasang insan yang masih bergelung di dalam selimut dengan mata yang terpejam rapat.
Sampai akhirnya orang yang berada di sisi kiri mulai membuka kedua kelopak matanya dengan perlahan sembari berusaha mengumpulkan kesadarannya secara utuh. Dia adalah Ayuna.
Mungkin gadis itu belum sadar kalau saat ini ia tidak sedang tidur sendirian, lihat saja bagaimana cara dirinya melakukan peregangan di atas ranjang sana sembari menguap dengan cukup lebar.
Namun begitu ia membalikkan tubuh ke arah yang berlawanan, mulutnya langsung mengatup dengan rapat karena ia menemukan sosok Ibra yang ternyata masih tertidur.
"Ya ampun!" Ayuna memang sangat terkejut, tetapi ia masih bisa menahan dirinya sendiri untuk tidak berteriak karena tak ingin membangunkan Ibra. Bahkan saat menuruni ranjang pun Ayuna lakukan dengan begitu hati-hati.
"Kok aku bisa lupa sih kalau tidur bareng sama Pak Ibra di kasur itu." Kedua pipinya memerah layaknya tomat yang baru saja matang, terlampau merah sampai Ayuna juga bisa merasakan hawa panas di sekitarnya saat ini.
"Apa sih Ayuna? Mending kamu mandi aja sana biar nggak mikir aneh-aneh." Satu pukulan ia berikan untuk dirinya sendiri guna menyadarkannya dari pikiran yang tidak seharusnya.
Setelahnya Ayuna benar-benar memasuki kamar mandi dengan pakaian santai yang akan ia pakai untuk hari ini. Semuanya terasa lebih baik setelah Ayuna membasuh tubuhnya dengan air hangat.
Tidak hanya itu saja, Ayuna juga sudah menyiapkan air hangat lainnya untuk Ibra nanti. Menurut Ayuna, pagi ini terlalu dingin sehingga ia memutuskan untuk membuat air itu.
Sekembalinya dari kamar mandi, Ayuna menemukan Ibra yang sepertinya baru saja bangun. Terlihat sangat jelas karena pria itu masih berusaha untuk membuka matanya.
Suara langkah kaki membuat kepala Ibra langsung menoleh sehingga kini sepasang netra tajam itu bertemu langsung dengan netra bulat milik Ayuna.
"Selamat pagi." Siapa sangka justru sapaan dengan suara berat itulah yang Ayuna dapatkan setelahnya. Biasanya Ibra tidak melakukan ini saat mereka tidur di rumah.
"Pagi. Oh iya Pak, saya sudah siapkan air panas untuk Bapak." Tadinya Ibra sedang mengusak kelopak matanya dengan gerakan perlahan, namun terhenti begitu mendengar apa yang Ayuna ucapkan.
Cukup lama Ibra menatap ke arah Ayuna sampai membuat gadis itu salah tingkah sendiri dan bingung harus melakukan apalagi setelah ini.
"Eum anu Pak, boleh saya bantu siapkan pakaian yang akan Bapak pakai untuk pertemuan hari ini?" Benar, memang ini yang seharusnya Ayuna tanyakan untuk memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Boleh, semuanya ada di dalam koper." Ayuna kira niat baiknya ini akan ditolak mentah-mentah oleh Ibra, tetapi nyatanya pria itu malah memperbolehkannya tanpa berpikir panjang sama sekali.
Izin telah didapat, lantas Ayuna bergegas mendekat ke tempat dimana koper Ibra berada. Entah apa yang membuat gadis itu begitu bahagia sampai tersenyum dengan sangat lebar.
Pilihan Ayuna jatuh pada setelan berwarna hitam dengan dasi yang juga senada. Jangan tanya kenapa, Ayuna hanya suka melihat Ibra yang mengenakan setelan kerja serba hitam. Menurutnya ketampanan Ibra akan semakin bertambah.
Melihat Ayuna yang seolah nampak begitu semangat berhasil membuat kedua sudut bibir Ibra naik sehingga membentuk sebuah senyuman, ini pemandangan yang baru untuknya.
"Terima kasih, saya mandi dulu." Saat dimana Ayuna tengah sibuk merapikan kembali isi koper milik Ibra, ia malah mendapatkan usapan yang sangat lembut dari pria yang baru saja memasuki kamar mandi.
Apa-apaan itu tadi? Kenapa Ibra melakukan hal itu tanpa ada aba-aba terlebih dahulu? Dan apalagi ini, kenapa Ayuna tiba-tiba merasa gerah padahal pendingin ruangan masih menyala?
"Ya?" Suara bel terdengar, membuat Ayuna terburu-buru berjalan ke arah pintu sembari terus mengipasi wajahnya.
"Selamat pagi, Nona. Saya datang untuk mengantarkan sarapan, boleh saya masuk dan menghidangkannya di dalam?" Perasaan Ayuna dan Ibra belum memesan apapun pada pihak hotel.
"O-oh ya, silakan." Tubuh Ayuna sedikit bergeser untuk memberikan akses kepada dua orang karyawan yang mendatanginya.
Mungkinkah sarapan pagi ini Asher yang memesankannya untuk mereka berdua? Karena seingat Ayuna, Ibra tidak mengatakan apapun tadi selain berterima kasih.
"Terima kasih." Kedua pelayan tadi sudah menyelesaikan tugas mereka masing-masing dan sekarang Ayuna kembali ditinggalkan seorang diri di sana karena Ibra masih berada di kamar mandi.
"Sarapannya sudah sampai?" Panjang umur, Ibra muncul tak lama setelah pintu kamar mereka kembali ditutup dengan rapat.
"Su—" Kalimatnya belum selesai, tapi lihatlah apa yang sedang Ayuna lakukan saat ini. Ia memejamkan kedua matanya dengan sangat erat, pasalnya Ibra keluar hanya dengan sehelai handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya.
"S-saya keluar dulu kalau begitu." Berbeda dengan Ayuna yang terlihat panik, Ibra justru sedang berusaha menahan kekehannya. Gadis ini lucu juga.
"Tidak perlu, saya bisa menggunakan kamar mandi." Helaan napas Ayuna hembuskan saat melihat Ibra yang sudah kembali memasuki kamar mandi sembari membawa pakaian di kedua tangannya.
Setelah kejadian yang cukup memalukan itu, keduanya memilih untuk langsung sarapan dan tak lagi membahas masalah yang tadi. Sarapan dengan tenang adalah yang mereka inginkan.
"Ayuna." Ibra membuka suaranya tepat setelah para karyawan tadi membereskan piring bekas mereka makan.
"Hari ini saya harus menghadiri pertemuan, kamu tidak apa kan kalau saya tinggal sendiri?" Hey, bukankah Ayuna juga sudah mengetahui hal itu sebelum keberangkatan mereka. Kenapa Ibra harus mengingatkannya lagi?
"Saya tidak akan meminta kamu untuk tetap berada di kamar dan menunggu sampai saya pulang. Kamu boleh keluar dan menikmati pemandangan kota yang sibuk ini." Mata tajam Ibra saat ini hanya berfokus pada Ayuna yang sedang mendengarkan kata demi kata tersebut.
Ibra memperbolehkan Ayuna untuk berjalan-jalan di sekitaran sini? Tentu saja Ayuna akan melakukannya dengan senang hati!
"Pakai ini untuk membeli apapun yang kamu mau. Saya juga akan mengusahakan untuk kembali lebih awal, nikmati waktumu dengan tenang. Tidak usah terburu-buru." Sebuah kartu berwarna hitam Ibra keluarkan dari dalam dompetnya lalu ia serahkan pada Ayuna yang sedang membolakan kedua matanya.
"Pak, nggak usah. Saya juga bawa uang dari Indonesia kok, jadi saya ng—"
"Kalau begitu saya berangkat dulu." Sepertinya Ibra tidak mau menerima penolakan yang Ayuna layangkan sehingga ia memilih untuk segera berpamitan dan pergi begitu saja meninggalkan Ayuna yang masih bungkam.
Ayuna benar-benar tidak percaya dengan benda yang sedang dipegangnya saat ini. Benda ini Ibra berikan padanya secara cuma-cuma dan pria itu mengatakan kalau Ayuna bisa membeli apapun.
Hey, memangnya Ayuna ini siapa sampai ia bisa memakai uang Ibra seenak hatinya saja?
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/