Bukan bacaan untuk bocil.
Setiap manusia terlahir sebagai pemeran utama dalam hidupnya.
Namun tidak dengan seorang gadis cantik bernama Vania Sarasvati. Sejak kecil ia selalu hidup dalam bayang-bayang sang kakak.
"Lihat kakakmu, dia bisa kuliah di universitas ternama dan mendapatkan beasiswa. kau harus bisa seperti dia!"
"Contoh kakakmu, dia memiliki suami tampan, kaya dan berasal keluarga ternama. kau tidak boleh kalah darinya!"
Vania terbiasa menirukan apa yang sang kakak lakukan. Hingga dalam urusan asmarapun Vania jatuh cinta pada mantan kekasih kakaknya sendiri.
Akankah Vania menemukan jati diri dalam hidupnya? Atau ia akan menjadi bayangan sang kakak selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Dimana aku?" Vania memeriksa lokasinya saat ini melalui GPS yang terpasang di mobilnya.
"Whatt! Pantai sambolo?!" Mata wanita cantik itu membelalak tajam saat menyadari dimana dirinya berada sekarang.
Saking asik meratapi nasib buruknya, Vania baru sadar kalau mobil yang dikendarainya telah keluar jauh meninggalkan ibu kota.
Dilihatnya pandangan di luar sana melalui jendela mobilnya yang sengaja ia biarkan terbuka. Semilir angin menerpa wajah cantiknya, membuat Vania merasa jauh lebih baik.
"Indahnya." Wanita itu tersenyum cantik kala menatap semburat kemerahan mulai nampak di upuk timur, menandakan kalau sang mentari akan segera terbit. Pemandangan indah itu tampak seperti lukisan yang sangat indah di mata Vania.
Karna pantai sambolo masih dalam kondisi sepi, Vania melajukan mobil SUV merahnya menuju tepi pantai.
Byur! Deburan ombak menerpa cup mobilnya.
Wanita berambut panjang itu memutuskan untuk turun dari mobilnya. Dengan bertelanjang kaki, Vania berjalan menelusuri area pantai sambolo sembari menanti sunrise yang sebentar lagi akan muncul di hadapannya.
"Andai malam kelam itu tidak pernah terjadi, mungkin saat ini aku sedang sibuk merias diri untuk acara lamaranku dengan Keanu." Vania bermonolog sembari menatap nanar ke arah tengah laut.
"Di saat aku ingin lepas darimu, kenapa kau malah menempatkan aku dalam posisi sulit seperti ini?" Gumam Vania seraya membayangkan wajah tampan kak Betrandnya.
***
***
Satu bulan kemudian...
"Lala! Berapa kali harus aku katakan untuk tidak menaruh gula di dalam minumanku!" Peringati Betrand pada seorang wanita muda yang sedang berdiri di hadapannya.
"Memang tuan pernah berkata seperti itu ya?" Lala menatap tuan Betrand dengan wajah bingungnya.
"Ah, sudah sana pergilah! Biar office girl saja yang membuat minuman baru untukku." Kesal Betrand dengan rahangnya yang mengeras.
"Nah begitu dong tuan, kenapa anda tidak meminta dibuatkan minuman pada office girl saja dari tadi. Tuan ini bagaimana sih." Balas Lala dengan wajah innocentnya.
"Pekerjaanku itu sudah sangat banyak tuan, tapi masih saja anda menyuruhku membuatkan anda minuman juga." Gumam Lala seraya berlalu dari ruangan sang presdir tanpa permisi terlebih dahulu.
"Huhf...!" Betrand hanya bisa mengelus dada menghadapi tingkah sekretaris barunya itu.
"Hahaha..." Tawa Roy pecah begitu saja saat Lala keluar dari ruangan tuan Betrand.
"Diam kau!" Sentak Betrand. Dengan susah payah Roy pun mencoba menahan tawanya agar tak pecah lagi.
"Apa kau tidak bisa mencari sekretaris yang lebih beres untukku hah?!" Kesal Betrand pada sang asisten yang sedari tadi ada di ruangan itu pula sembari menahan tawa melihat interaksi antara sang presdir dan sekretaris barunya.
"Ehem." Roy berdehem untuk meredakan rasa ingin tertawanya.
"Maaf tuan, tapi hanya nona Lala yang tersedia. Sangat sulit menemukan sekretaris baru dalam waktu singkat. Walaupun nona Lala seperti itu, tapi pekerjaannya bagus tuan." Balas Roy setelah berhasil menormalkan dirinya. Dan harus Betrand akui kalau ucapan Roy tentang Lala memang ada benarnya.
Pekerjaan Lala sebagai seorang sekretaris memang bagus, tak kalah dari Vania. Hanya saja wanita itu suka seenaknya dan sedikit pemberontak.
"Tapi dia itu sangat payah dan suka membantah perintahku! Tidak seperti---" Ucapan Betrand terhenti saat ia ingin menyebut nama Vania.
"Dimana Vania sekarang?" Batin Betrand sembari membayangkan wajah Vania yang sedang tersenyum manis ke arahnya.
"Seperti siapa tuan? Apa seperti nona Vania?" Tanya Roy menerka-nerka.
"Tapi bukankah tuan Betrand juga selalu marah-marah pada nona Vania? Jadi apa bedanya nona Vania dan nona Lala?" Tanya Roy pula. Membuat Betrand tak bisa berkutik.
"Sudahlah! Lebih baik kau pergi dari ruanganku dan carikan sekretaris baru untukku!" Titah Betrand dengan wajahnya yang sudah tidak bersahabat.
"Baik tuan. Tapi mencari sekretaris baru tidak akan semudah mencari sofa baru tuan" Ucap Roy penuh dengan nada sindiran.
Betrand tak menanggapi ucapan Roy, hanya tatapan tajamnya saja yang seakan ingin membunuh pria di hadapannya itu.
"Baik tuan, secepatnya aku akan mencari sekretaris baru untuk anda." Ucap Roy saat melihat tatapan tajam tuan Betrand.
"Aku akan segera mencari sekretaris baru untuk anda, yang lebih cantik, lebih sexy dan tentunya lebih pintar dari nona Vania dan nona Lala." Cicit Roy sambil terkekeh. Namun lagi-lagi Betrand tak menanggapi ucapan Roy.
Pletak!
Hanya sebuah botol air mineral yang mendarat tepat di atas kepala Roy.
"Aw! Sakit tuan!" Roy mengusap kepalanya yang terasa sakit akibat ulah tuan Betrand.
"Baiklah aku pergi sekarang tuan." Roy segera beranjak dari ruangan sang presdir kala melihat tatapan tajam dari pria itu.
"Kenapa semua orang tidak ada yang beres hari ini?!" Kesal Betrand sembari menatap punggung Roy yang berjalan semakin menjauh dan akhirnya menghilang di balik pintu.
Setelah memastikan Roy telah pergi dari ruangannya, pria tampan itu meraih ponsel di saku celananya dan mulai menghubungi seseorang.
"Bagaimana? Apa sudah ada kabar tentang Vania?" Betrand bertanya pada seorang anak buahnya yang telah ia perintahkan untuk mencari Vania. sudah 1 bulan lamanya Vania menghilang tanpa kabar, dan selama itu pula Betrand selalu mencari Vania.
"Sudah tuan, kami menemukan mobil nona Vania ada di kawasan tanggerang. Tapi kami belum bisa menemukan nona Vania karna sepertinya dia telah menjual mobilnya." Balas pria itu.
"Whatt! Berani sekali dia menjual mobil pemberian dariku?!" Pekik Betrand dengan rahangnya yang mengeras.
Betrand memberikan mobil itu pada sang sekretaris sebagai hadiah, karna berkat Vania yang pandai berkata-kata ia berhasil memenangkan sebuah proyek penting yang telah lama diincarnya.
"Cepat cari Vania sampai ketemu! Kalau tidak, aku akan memotong bayaran untuk kalian!" Ancam Betrand sembari memutus sambungan teleponnya dengan sang anak buah.
"Huhf!" Pria tampan itu menghela napas berat seraya menyandarkan tubuh lelahnya di atas sandaran sofa yang ada di ruang kerjanya.
"Dimana kau sekarang Vania? Apa kau begitu marah padaku sampai harus menghindariku sampai sejauh ini?" pria itu mengusap wajahnya dengan frustasi.
"Maafkan aku Vania." Lirih Betrand dengan matanya yang terpejam, rasa bersalah pada wanita itu semakin merasuk ke dalam hatinya.
Betrand memang belum mengingat peristiwa malam kelam itu sepenuhnya, tapi pria itu sudah mengetahui tentang apa yang terjadi di malam itu berkat rekaman kamera CCTV yang terpasang di ruang kerjanya.
Betrand merasa curiga karna dirinya tiba-tiba bangun dalam keadaan tanpa sehelai benangpun yang melekat di tubuhnya, serta perubahan sikap Vania yang cukup drastis terhadapnya. Karna itulah ia mencari jawaban lewat rekaman CCTV.
Tapi Betrand selalu bersikap biasa saja dan seolah tidak mengetahui apapun di hadapan Vania. Apalagi wanita itu tidak pernah membahas tentang kejadian di malam kelam itu pada dirinya.
"Shitt" Membayangkan kejadian malam itu saja sudah mampu membuat junior Betrand memberontak di bawah sana.
"Tidak mungkin aku menginginkan Vania. Dia sudah aku anggap seperti adikku sendiri." Betrand mencoba menepis pikiran liarnya.
Bersambung.
gitu amat sikapnya 😡😡
Gak sabar nunggu moment itu terkuak 👍🤗