Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.
Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.
Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Kembali Ngamen
Malam itu, Dion berbaring di tempat tidurnya, menatap layar ponsel sambil tersenyum sendiri. Di grup WhatsApp yang berisi dirinya, Reza, Fariz, dan Aldi, percakapan berlangsung seru. Semuanya terasa seperti dulu, ketika mereka masih di SMP dan sering ngamen bareng di sekolah.
Dion mengetik, "Guys, besok ngamen lagi kayak dulu yuk. Bawa alat musik seadanya!"
Reza menjawab, "Serius nih? Hahaha udah lama banget gak ngamen."
Aldi menambahkan, "Gue bawa ember ama botol mineral lagi deh, mantap tuh buat gendang."
Fariz ikut bercanda, "Aldi, lo tuh bukan gendangin, lo kayak lagi nabung air wkwkwk."
Dion terkekeh, "Bebas lah, yang penting seru. Gue gak bawa alat apa-apa, kan gue penyanyi utamanya, inget."
Reza menggoda, "Kelas, penyanyi utamanya ngomong. Oke deh, gue bawa gitar gue."
Fariz berkata lagi, "Yaudah gue bawa kantong buat ngumpulin uang! Tapi tolong, jangan Pattimura terus ya, bosan liat mukanya."
Aldi tertawa, "Fariz kalo dapet recehan, lo sumbang aja ke museum wkwkwk."
Percakapan mengalir dengan canda tawa, membawa suasana ringan dan menyenangkan. Mereka semua sepakat untuk membawa alat musik dan ngamen di sekolah, seperti saat mereka masih SMP.
---
Keesokan harinya, di sekolah, Dion dan teman-temannya sudah bersiap untuk aksi ngamen mereka. Mereka berjalan menuju kantin, tempat di mana aksi mereka biasa berlangsung. Dion tidak membawa alat musik apa-apa, karena dia adalah penyanyi utamanya.
Reza sudah siap dengan gitarnya, duduk di bangku sambil menyetem senarnya. Aldi datang membawa botol air mineral bekas dan ember yang siap dijadikan gendang. Melihat itu, Reza langsung menggoda.
"Serius lo, Di? Lo bawa ember lagi? Lo pikir kita bakal main di pasar?"
Aldi dengan percaya diri menjawab, "Bro, ini alat gendang gue yang paling terpercaya. Mau coba?"
Fariz ikut menimpali, "Udah-udah, biarin Aldi dengan embernya. Gue fokus ambil duit aja nanti. Tapi please, jangan Pattimura lagi ya, gue udah bosen banget liat mukanya."
Dion tertawa, "Lo harus doain dapet duit kertas, bukan koin. Hahaha!"
Mereka semua tertawa bersama, suasana penuh canda seperti masa-masa SMP dulu. Setelah semuanya siap, Dion memberi aba-aba.
"Oke, kita mulai dari lagu Penting Hepi ya! 1, 2, 3..."
Suara gitar Reza mulai mengalun, diikuti dengan suara "gendang" ember dan botol mineral Aldi. Fariz berdiri di dekat mereka, siap dengan kantong yang nantinya akan dipakai untuk mengumpulkan uang. Dion, sebagai penyanyi utama, mulai bernyanyi dengan semangat.
"Penting hepi, penting hepi
Jangan sampai kita rugi
Walau dompet menipis, yang penting bahagia
Meski besok belum pasti..."
Para siswa di kantin mulai memperhatikan dan tertawa melihat aksi spontan mereka. Beberapa siswa mulai ikut bergoyang mengikuti irama, sementara yang lain bertepuk tangan. Suasana kantin yang tadinya biasa saja berubah menjadi lebih hidup.
Fariz mulai keliling dengan kantongnya, sambil berteriak, "Ayo-ayo, sumbangannya! Jangan Pattimura lagi, bosan gue liat wajahnya!"
Beberapa siswa tertawa dan mulai memasukkan uang receh dan beberapa lembar seribuan ke kantong Fariz. Salah satu siswa bahkan bercanda dengan memberinya uang gambar Pattimura.
Fariz mendesah, "Aduh, Pattimura lagi. Serius? Ini wajah udah gue hapal di luar kepala."
Aldi tertawa sambil terus memukul embernya, "Fariz, lo terlalu berharap dapet Soekarno. Kita kan cuma ngamen di kantin."
Dion hanya bisa tertawa sambil melanjutkan nyanyiannya.
---
Di tengah keramaian, Lila, salah satu teman mereka, datang sambil membawa setumpuk undangan. Dia berkeliling membagikan undangan kepada teman-teman di kantin.
Lila berkata, "Eh, kalian semua harus datang ya besok malam ke rumah gue. Gue bikin pesta ulang tahun nih."
Lila memberikan undangan kepada Dion dan teman-temannya. Dion mengambil undangan itu dan berkata, "Wah, selamat ya Lila! Jangan lupa sediakan makanan yang banyak."
Reza menimpali, "Iya, makanan enak ya, gue pasti dateng."
Aldi, sambil menunjuk embernya, bercanda, "Bawa ember gue sekalian ga?"
Fariz menggeleng, "Ember lo jangan dibawa ke pesta ulang tahun orang, Aldi. Nanti lo diusir sebelum acara mulai."
Semua orang tertawa. Lila tersenyum melihat kehebohan mereka, "Kalian kocak banget. Pokoknya besok harus datang ya!"
Setelah selesai membagikan undangan, Lila melanjutkan ke teman-teman lainnya, sementara Dion dan gengnya melanjutkan aksi ngamen mereka. Mereka memainkan beberapa lagu konyol yang mereka ciptakan saat SMP dulu, menambah keceriaan di kantin.
---
Sore harinya, setelah selesai "ngamen" dan istirahat di kelas, Reza, Fariz, dan Aldi tampak puas dengan hasil mereka, meskipun sebagian besar uangnya masih berupa recehan dengan gambar Pattimura.
Reza tersenyum, "Ngamen kali ini lumayan lah, paling nggak kita nggak diusir kantin."
Aldi, dengan bangga, mengangkat embernya, "Gue rasa ember gue ini pembawa hoki. Tanpa ember ini, kita nggak bakal dapet segini banyak."
Fariz dengan wajah datar berkata, "Banyak gimana? Ini cuma receh semua. Gue bosan liat Pattimura!"
Mereka semua tertawa lagi, merasa puas dengan aksi konyol mereka hari itu. Dion, yang sekarang sudah jauh lebih rileks setelah melewati berbagai kejadian emosional, merasa beruntung punya teman-teman yang selalu bisa menghibur dan membuat harinya lebih cerah.
Ketika bel pulang berbunyi, mereka semua beranjak untuk pulang. Namun, pikiran Dion sudah melayang ke pesta ulang tahun Lila esok malam. Bagaimana suasana pesta itu nanti? Dion hanya bisa berharap, dengan perubahan dirinya sekarang, dia bisa menghadapi apapun yang datang di depannya.
To be continued...