Kehidupan Nazela begitu terasa sesak. Iya,dia bisa menajali hidup sesuai keinginan nya namun,tak ada hari tanpa berdebat dengan sang mamah yang ingin anaknya menjadi dokter. Keputusan Nazela menjadi seniman membuat sang mamah murka setiap harinya,hingga membuat Nazela sesak setiap kali melihat mamahnya.
Namun kehidupannya mulai berubah ketika sang sahabat mengenal kan nya pada Islam. Nazela memang seorang muslim namun ia cukup jauh dari kata taat karna background keluarga nya. Pola pandang Nazela mulai berubah ketika Sabrina mengenalkan nya pada tempat bernama pesantren. Ia mulai belajar mengenal Islam lebih dalam hingga ia merasa nyaman dengan hijab dan baju baju panjang yang tak membentuk lekuk tubuh nya. Ia akhirnya ia harus menghadapi berbagi macam ujian hidup termasuk ujian percintaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ell lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menebak perasaan
Nazela masuk ke dalam rumahnya dengan wajah ceria nya, sampai ia hampir membuka pintu kamarnya. Raut wajahnya tiba tiba berubah masam ketika sang mamah memanggilnya dengan lembut
''Kamu udah makan malam sayang?, kamu kok......''
Tanya sang mamah dengan senyumannya, dan sedikit pangling dengan Nazela yang terlihat berbeda karena hijabnya. Namun belum tuntas sang mamah memberi pertanyaan, Nazela langsung memotongnya.
''Udah''
Dengan ketus Nazela menjawab, membuat sang mamah hanya tersenyum palsu untuk menutupi luka hatinya. Nazela langsung masuk ke dalam kamarnya, ia memperhatikan tiap detail kamarnya yang terlihat begitu rapih dan bersih, padahal pagi tadi ia membuatnya berantakan. Dengan sedikit emosi, Nazela melepaskan hijabnya dan di lemparnya ke sembarang tempat. Dengan langkah cepatnya ia berjalan menuju sang mamah yang sedang duduk di ruang tamu sambil menulis sesuatu pada bukunya.
''Mamah beresin kamar aku?''
Tanya Nazela tanpa basa basi
''Iya, soalnya mamah lihat....''
''Mamah jangan pernah masuk kamar aku!''
Lagi lagi Nazela memotong ucapan mamahnya
''Dan ngelakuin sesuatu yang gak pernah mamah lakuin sebelumnya, termasuk bikin sarapan kaya tadi pagi''
Sambung Nazela dengan ketusnya
''Tapi sarapannya ka...''
Nazela pergi ke kamarnya tanpa mau mendengar ucapan sang mamah.
''Maafin mamah sayang, karena mamah kamu jadi jauh kaya gini''
Ucap mamahnya lirih setelah mendengar apa yang Nazela katakan, tanpa terasa air mata mamahnya jatuh menyesali apa yang telah di buatnya hingga ia harus menjadi asing bagi anak bungsunya.
Dengan emosi yang hampir menguasai jiwanya, dengan sadar Nazela langsung mengucap istighfar sambil mengelus dadanya. Suara adzan menyadarkan Nazela dan mengingatkannya tentang kajian yang ia dengar siang tadi. Sambil mengatur nafasnya, Nazela mengambil handuknya dan mulai membersihkan diri setelah seharian penuh berada di luar rumah.
Air wudhu mulai membasahi satu persatu anggota yang wajib di bersihkan, Nazela membasuhnya dengan tertib agar tak ada satu anggota yang tertinggal. Rangkaian wudhu telah usai Nazela kerjakan, sajadah panjang berwarna maroon telah siap untuk di bentangkan. Nazela mengenakan mukenah hitam berenda yang baru ia keluarkan dari lemari. Nazela memang cukup jauh dari tuhannya, tapi dia masih punya beberapa alat sholat dan ibadah lainnya, namun memang jarang ia gunakan.
Dalam setiap gerakan sholatnya, tetesan demi tetesan air mata mulai berjatuhan. Nazela terus teringat akan semua dosanya, hingga di ujung sholat nya ia bersujud cukup lama. Nazela merasa begitu dengan dengan allah hingga ia tak ingin mengakhiri sholatnya.
*****
''Kok suara imam tadi sama persis koyo suara imam sing waktu iku di masjid restoran e mas Afkar yo''
Sabrina yang sedang menuruni anak tangga masjid, terus bergulat dengan pikirannya sendiri. Ia baru saja selesai menunaikan sholat isya di masjid setelah mengantar Nazela pulang ke rumahnya.
''Opo emang uwong sing podo yo?''
Pertanyaan terus keluar dari bibirnya karena rasa penasarannya belum terjawab, langkah kakinya semakin lambat hingga ia terus di lewati orang orang yang ada di belakangnya.
''Opo aku...''
''Sabrina!!''
Terdengar suara seorang laki laki dari sebelahnya yang menyebut namanya begitu jelas, hingga Sabrina menunda kalimatnya. Dengan reflek Sabrina langsung menoleh dan mendapati laki laki tampan dengan kopiah dan sajadah yang tersampir di bahunya, menatap ke arahnya.
''Loh pak Malik?''
Ucap Sabrina terkejut setelah melihat bahwa Malik adalah orang yang memanggilnya tadi.
''Kamu habis sholat di sini juga?''
''Enggih pak, tadi habis nganterin Nazela pulang, terus adzan isya, yo jadi sholat dulu. Bapak sendiri kok iso sholat di sini?''
''Iya saya habis dari rumahnya pak Arya, terus pas mau pulang adzan jadi ya. Sholat dulu''
Sabrina mengangguk anggukkan kepalanya tanda memahami apa yang Malik ceritakan, namun mimik wajahnya seperti sedang memikirkan hal lain
''Oh iyo pak, aku nek tanya boleh?''
''Boleh mau tanya apa?''
''Kira kira bapak tau ndak, tadi yang jadi imam e sopo?''
Mendengar pertanyaan Sabrina, Malik diam seketika, ia tersenyum karena melihat ekspresi penasaran Sabrina yang lucu
''Emang kenapa kok kamu tiba tiba nanyain imam?''
''Yo ndak popo, soale suara imam e iku persis koyo suara imam pas waktu aku ikut jamaah sholat maghrib di masjid restorannya mas Afkar''
''Emang iya?''
"Iyo. Mirip banget, soale yo pak waktu pertama kali aku denger suaran e, iku bikin aku ndak bisa tidur''
Ujar Sabrina yang begitu ekspresif membuat Malik terkekeh melihatnya
''Loh pak Malik kok malah guyu tok, aku serius iki loh pak''
''Kamu lucu Sab, pantes Nazela betah sama kamu''
''Ishhhh. Oh iyo pak, gimana kalo bapak bantu aku tanyain ke mas Afkar!''
''Gimana maksudnya?''
Tanya Malik memastikan karena ia kurang jelas mendengar yang Sabrina katakan, namun raut wajahnya sedikit panik.
''Eh, ndak usah deh, nanti mas Afkar malah ledekin aku lagi. Aku nek cari tahu sendiri aja''
''Caranya?''
''Yo aku harus sering sering sholat di masjid restoran e mas Afkar kalo ndak yo sholat nang kene, kali aja ketemu, iya tok?''
''Terus kalo udah ketemu kamu mau ngapain?''
''Yo ndak ngapa ngapain juga sih, cuman untuk ngobatin roso penasaran ku aye''
''Ok, tapi kebetulan tadi saya sholat di shaf belakang jadi gak lihat imam nya. Kalo gitu semoga berhasil! saya pergi dulu. Assalamualaikum''
''Waalaikumussalam''
Malik berjalan mendahului Sabrina menuju parkiran mobilnya, ia kembali menoleh pada Sabrina yang ternyata masih berjalan santai dengan bibir komat kamitnya entah apa yang ia ucapkan dan dengan siapa ia bicara. Tingkah aneh Sabrina itu membuat Malik tersenyum tipis hingga akhirnya ia masuk ke dalam mobilnya.
*****
Ketenangan begitu terlihat damai di pesantren Al Imran kala malam. Para santri terlihat begitu semangat belajar ketika mereka selesai menunaikan sholat isya berjamaah. Ada santri yang terlihat belajar sendiri, dengan temannya ada juga yang belajar berkelompok, dan beberapa dari mereka juga terlihat belajar dengan ustad dan ustadzahnya, namun tak sedikit dari mereka juga terdengar sedang menghafal, baik hafalan surat maupun pelajaran.
Di tengah nikmat ketenangan itu, Afkar ikut hadir untuk menghibur diri sekaligus mengawasi para santri. Afkar duduk di teras rumahnya yang di temani sebuah buku tebal di tangannya.
''Lek!!''
Seru sang ummi yang terlihat keluar dari pintu rumah
''Ikih, ummi buatkan wedang jahe buat kamu''
''Matur suwun yo ummi''
Sang ummi meletak kan wedang jahe di atas meja yang ada di depan Afkar, kemudian ikut duduk menemani Afkar
''Kamu lagi moco opo tok?''
Tanya sang ummi penasaran karena Afkar begitu fokus membacanya
''Iki Afkar lagi moco novel ummi''
''Tumben tumbenan kamu moco novel, biasane ndak pernah''
''Biasane ndak pernah moco depan ummi, mangkan e ummi ndak tau''
''Kamu iki iso aye, dah di minum dulu nanti dingin!!''
Afkar menyeruput wedang jahe hangat yang hangatnya terasa hingga dalam tubuhnya. Hawa dingin Malang membuat wedang jahe menjadi minuman yang cocok untuk di nikmati.
''Lek!!''
''Yo ummi''
''Kamu lagi seneng tok?''
''Maksud e ummi?''
''Yo soale, aura mu iku terlihat beda. Koyo lagi bahagia ngono loh''
''Ndak ah, podo aye''
''Kamu ndak lagi suka sama orang tok?''
''Ummi karo abi janjian yo? buat nanya ini. Iyo aku bahagia karena punya ummi dan abi, aku bahagia iso bantu abi di pesantren, aku bahagia karena usaha ku lancar. Ndak salah tok?''
''Yo ndak. Cuman...''
''Wis yo ummi, aku nek lanjut moco ning kamar, wedang jahe nek makasih, aku bawa. Assalamualaikum''
''Waalaikumussalam''
Afkar masuk ke dalam rumah dengan dua tangan yang penuh dengan gelas dan novel nya, meninggalkan sang ummi yang masih ingin mengobrol.
''Kebiasaan, kalo nek di ajak ngobrol tentang wong wedok pasti menghindar, untung anak ku satu satunya''
Cetus sang ummi menggerutu, lalu ikut masuk ke dalam rumah.