"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Kenyataan pahit
Bella terbangun dari tidurnya sembari mengusap kening. Rasa basah dan hangat masih Bella rasakan. Berarti benar, Leo tadi menciumnya. Mata Bella mengedari kamar hotel itu hingga ke kaca balkon. Tapi, tubuh atletis Leo tak ia temukan.
"Kemana kak Leo? Jam berapa juga ini?" Gumam Bella sambil mendudukkan dirinya.
"Masih jam setengah 7. Tidak mungkin kak Leo ke mansion tanpa aku kan?" tambah Bella heran, setelah melihat jam besar di atas kepalanya.
Benar, Bella dan Leo tidur satu ranjang semalam hingga ranjang satunya kosong melompong. Pria itu yang tidak ingin ada batas. Namun, Leo hanya memeluknya tanpa baju sepanjang malam.
"Permisi Nona."
Salah satu pengawal kepercayaan Leo datang. Ditangannya terdapat sebuah paper bag besar.
"Saya di utus tuan Leo untuk mengawal anda," tambahnya sedikit menunduk hormat.
Jelas saja,dahi Bella berkerut dalam. Semalam, Leo sudah berjanji akan mengajaknya keliling kota kelahiran kakeknya itu.
"Kalau boleh tahu, memang kak Leo kemana?"
"Tuan Leo ada urusan penting ke Italia. Saya yang akan menemani anda jalan-jalan."
Bella terdiam. Sepertinya, urusan Leo benar-benar serius. Bella tidak marah, sedikit kecewa saja. Namun, ia harus tahu diri. Kakak iparnya itu sudah begitu baik padanya.
Perhatian Bella teralihkan, mendengar bunyi mancis di hidupkan. Bastian-nama pengawal Leo itu, menyodorkan kue ulang tahun lengkap dengan dua lilin menyala. Angka pertambahan usia Bella, 24 tahun.
"Jangan menolak nona. Ini perintah tuan. Tolong berdoa dulu, baru tiup lilinnya."
Bella tersenyum sendu. Raga Leo memang tidak bersamanya, tapi pria itu punya cara tersendiri untuk tetap hadir membahagiakan Bella.
Bella menutup matanya.
'Aku tidak meminta untuk diriku. Untuk dia yang aku cintai, dimanapun dia berada. Tolong, jaga dan lindungi. Limpahkan kebahagian dalam hidupnya, aku mohon ....'
Air mata Bella lolos seketika mengaliri pipi. Tidak mudah mencintai Leo karena semesta sudah menuliskan takdir keduanya.
Leo di bandara, memutar kepala ke belakang. Ia serasa mendengar suara Bella. Jantung Leo berdebar aneh.
"Ada apa Tuan?"
Leo memijit batang hidungnya sendiri. Sisi hatinya tiba-tiba berat untuk pergi.
"Tidak ada. Lanjutkan," jawab Leo tegas.
*
*
"Jadi, kau yang waktu itu mengangkat teleponku di ponsel Leo?"
Bella mengangguk mantap di depan nenek Hana. Tidak ada raut ketakutan di wajah Bella. Devita bersikap acuh tak acuh, melihat sinis menantunya itu. Berbeda dengan Liam yang tersenyum hangat disisi Devita. Keempatnya berada di mansion, tepatnya di ruang keluarga.
"Jangan pernah takut, jika kau benar. Lawan, sekalipun nenekku," pesan Leo semalam pada Bella.
Sungguh, Bella rindu pria dingin itu.
"Maafkan aku Nek. Tapi aku benar, tidak bermaksud membohongi Nenek."
Ucapan lembut Bella dibalas decakan lidah dari mulut nenek Hana.
"Kau bilang tidak bermaksud? Harusnya dari awal kau berbicara. Begini apa?! Aku yang kecewa!" Bentak nenek Hana.
"Astaga, kepalaku pusing lagi," keluh orang tua itu kembali.
"Ibu, kendalikan pikiranmu ...."
Liam mendekat pada ibunya itu. Nenek Hana sore kemarin baru keluar dari rumah sakit. Tekanan darah dan asam urat nya lumayan tinggi.
"Liam, dosa apa yang ku lakukan dahulu? Lihat, cucuku satu-satunya akan menjadi bujang lapuk dan dirimu tukang selingkuh, memiliki banyak istri. Kau juga punya menantu tidak berguna! Lengkap sudah!"
"Ibu jangan bicara seperti itu." Wajah Liam memerah malu, diingatkan dosanya.
"Anakku dua, Bu. Leo dan Adam. Dan asal ibu tahu, Bella jago loh memasak opor ayam."
Wajah nenek Hana seketika berubah cerah menatap Bella. Tangan memijit dahinya terlepas.
"Benarkah?"
"Benar Nek. Nenek mau ku buat kan?" tanya Bella tersenyum manis. Sekarang, ia tahu cara menaklukan nenek Leo super judes itu.
"Jangan coba-coba membohongiku ya. Dulu, kenapa kau tidak membuatkan aku? Sudah lah, aku mau ke kamar."
Liam mengusap pundak Bella yang menatap kepergian nenek Hana.
"Jangan di ambil hati, Bella. Dia itu mau, tapi terhalang gengsinya setinggi langit. Kau buatkan saja. Mari, papa tunjukan dapurnya."
Devita lekas berdiri mencengkram tangan suaminya. Menyuarakan protes.
"Pa, papa tadi kan udah janji mau antar mama ke salon. Ayo, sekarang aja. Bella, bisa cari sendiri, benarkan Bella?"
Liam menggeleng cepat. "Ke salon nya besok aja. Mama lebih baik bantu Bella masak. Itung-itung belajar."
"What?!" Mata Devita melotot lebar. Cara mengupas bawang saja, ia tidak tahu.
*
*
Dua hari berlalu.
Selama itu Leo menghilang tanpa kabar. Ponsel pria itu bahkan tidak aktif. Sudah puluhan chat, Bella kirim namun semua centang satu. Padahal Leo, sesekali menghubungi pengawal yang ia tugaskan untuk menjaga Bella.
Sementara hubungan Bella dan nenek Hana mulai membaik berkat opor ayam buatan Bella.
"Kemana sih kau kak?" gerutu Bella nyaris menangis, duduk di tempat tidurnya. Sesekali menatap wallpaper ponselnya yang menunjukan foto keduanya sewaktu melihat aurora tempo hari.
"Aku khawatir, setidaknya sekali saja hubungi aku."
"Jangan ngarep."
Deg!
Bella melihat sosok yang melipat tangan di dada, di daun pintu kamarnya itu dengan wajah tengil.
"Mas Adam? De ... dengar semuanya?" Tanya Bella terbata.
Adam mendekat. Langsung meraih dagu Bella. Hingga, senyum menyeringai Adam terlihat jelas oleh Bella.
"Tentu saja. Alih-alih rindu suami, lo malah merindukan kakak ipar sendiri, dasar jalang! Dengar Bella, Leo itu bajingan! Dia yang nyuruh gue buat jemput lo. Asal lo tahu, dia udah ada di indonesia sejak kemarin."
"Tidak Mas, kau bohong!"
Bella menepis tangan Adam. Dadanya berdenyut nyeri. Tapi, ia berusaha untuk tidak percaya. Pikir Bella, mungkin Leo gegas kembali karena urusan perusahaan. Perkataan Adam selanjutnya membuat Bella membeku.
"Kanaya. Tunangan Leo itu udah di temukan. Bahkan, sekarang, dia tinggal sama Leo dan ibunya."
Ponsel Bella spontan terhempas ke lantai nyaring.
Semua yang di katakan Adam, benar adanya. Semua kembali pada tempatnya. Bella menghembuskan napas berat, di taman tempat ia menanam bunga.
Bella menengadah. Biasa di jam pagi, weekend seperti ini. Leo berjemur di balkon kamarnya. Tapi kini, Kamar itu gelap tanpa penghuninya.
Leo benar-benar pergi dan Bella tidak pernah lagi melihatnya, sejak kepulangan Bella ke tanah air. Bella sesak, mulai menangis tanpa suara.
Ia rindu Leo.
Apalagi, akhir-akhir ini Bella kerap mengalami demam hingga kehilangan napsu makan dan pusing berkepanjangan.
Karena tidak ingin di ketahui orang menangis. Bella memutuskan kembali ke kamarnya. Namun, melihat kalender tergantung. Bella terpaku di tempatnya.
"Ya ampun, aku sudah telat satu minggu!" pekik Bella.
Ia mengigit ibu jarinya seraya mondar-mandir. Entah kenapa, ia malah ketakutan.
"Kenapa aku harus takut? Bodoh sekali, ayo Bella, kau kan sudah bersuami. Iya-Tapi ... waktu itu ...."
Bella tidak mungkin lupa, Leo ikut menyumbang benih. Bagaimana jika ternyata, ia hamil karena benih Leo bukan Adam?
Bella segera menepis prasangkanya sendiri. Leo kan, waktu itu baru sembuh dari impoten nya. Mustahil, langsung sesubur itu.
"Lebih baik. Aku cek dulu. Siapa tahu ini hanya gangguan hormon saja."
Karena Bella tidak satu dua kali seperti ini. Bahkan, ada sampai dua minggu ia telat datang bulan.
Bella menarik laci nakas. Sembarang testpack berbagai merek pemberian Devita, berjajar rapi. Bella mengambil satu. Ia masuk ke kamar mandi, menampung urinnya di wadah lalu mencelupkan tes kehamilan tersebut.
Bella menunggu selama lima menit.
Garis dua.
Bella menutup mulutnya tak percaya.
"Aku hamil ...."
Mata Bella berkaca-kaca, mengelus perut ratanya dari balik daster motif bunga dipakainya. Seketika, Bella lupa beban pikirannya tadi.
"Aku harus memberitahu mas Adam."
Bella keluar sambil menggenggam testpack di balik punggungnya. Saat akan menuruni tangga, Bella melihat seseorang di balik pilar samping lift, ponsel menempel di telinga orang tersebut.
"Ma--" kata-kata Bella terhenti begitu saja. Mendengar pembicaraan Devita.
"Kau tenang saja sayang. Setelah wanita itu hamil, mudah saja menyingkirkan tikus-tikus itu. Adam itu mandul. Aku sudah menerima hasilnya, sewaktu aku mengajaknya diam-diam periksa ke dokter. Malang sekali nasib putraku itu. Aku pastikan, Leo akan lengser dari jabatannya. Otomatis, Adam yang akan menggantikannya dan kita bisa lebih mudah menguasai semua harta ini."
"Akan ku bongkar kelakuan menjijikan Leo yang menghamili adik iparnya sendiri, di depan para tamu di pernikahannya nanti."
Bella term undur kaku. Detak jantungnya serasa berhenti. Air mata berdesakan nyaris tumpah.
"Jadi anak ini milik kak Leo dan dia sebentar lagi akan menikah?"
"Apa maksud perkataan mu?"
Leo ternyata berada di balik punggung Bella. Bersama seorang wanita cantik nan anggun.
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️