NovelToon NovelToon
Tarian-tarian Wanita

Tarian-tarian Wanita

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Slice of Life
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Made Budiarsa

Pada akhirnya dia terlihat menari dalam hidup ini. dia juga seperti kupu-kupu yang terbang mengepakkan sayapnya yang indah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Made Budiarsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 : aku sangat keras kepala

Hari-hari semakin berat, punggung terasa lebih berat. Ada batu di pundakku. Batu itu tidak terlihat, tapi sangat berat. Aneh rasanya batu itu tidak terlihat tapi terasa berat. Apa ini hanya ilusi? Tapi orang-orang pernah berkata, ‘orang itu membawa beban yang berat di pundaknya’ hanya karena dia terlihat lesu dan berjalan pelan. Itu bukan beban, tapi masalah yang dihadapinya dalam hidup. Batu ini adalah masalah hidupku.

Baru-baru ini hidup terasa berat sebelah. Memikirkan cara keluar dari masalah tapi semakin terjerumus.

Bahkan motor tua ini menjadi batu tambahan untuk pundakku yang masih muda ini.

Motor ayah sudah tua. Ayah membelinya dari tetangga, motor Bekas. Tapi perjuangannya untuk membelinya membuatku sangat menghargainya. Motor ini sering mati dan sekarang mati lagi.

Cuaca panas dengan terik matahari, waktu yang tepat untuk menyiksaku.

Aku mendorong motor itu berpuluh-puluh meter hingga tiba di bengkel. Seragam sekolahku di basahi keringat, dan yang membuatku kesal, bengkel ramai pengunjung. Aku sempat membeli camilan lalu menunggu giliranku.

Orang-orang duduk menunggu giliran mereka. Aku bosan, kemudian ingin mengeluarkan buku, tapi saat itu aku melihat wajah familiar datang ke bengkel. Wajahnya sangat aku kenal tapi aku lupa di mana.

Dia sedikit gemuk, datang bersama suaminya. Anak kecil berumur empat tahun di gendongnya. Aku memperhatikannya beberapa saat.

Ketika dia menyadari tatapanku, dia mendekatiku. Aku baru menyadari, dia adalah Ratna, teman sekolahku waktu dulu. Dia sekarang sudah memiliki anak dan anaknya tumbuh besar. Kami memperhatikan beberapa saat. Aku pun mengingat bagaimana jahilku Ketika SD dulu dengannya. Ratna adalah sosok yang pendiam, tapi bersamaku, dia tidak lebih seperti trompet yang tidak henti-hentinya ditiup. Aku masih mengenang kebersamaan kami dulu.

Ratna menyapaku dan kemudian duduk di sampingku.

Kami kemudian membicarakan tentang masa kecil kami dan bagaimana kabar masa sekarang. Sembari itu, aku memperhatikan suaminya. Dia cukup muda. Suaminya itu kemudian duduk di sisi lain, mungkin tidak ingin mengganggu kami.

Dia mengatakan nama anaknya Mirah, anak perempuan. Aku memperhatikannya. Dia cukup imut, tapi takut denganku. Aku kecewa. Apa aku terlalu jelek?

Wajah Mirah ketakutan dan memegang tangan ibunya. Ratna mencairkan suasana dan mengajakku berbicara.

Lambat laut, aku melupakan kekecewaanku. Percakapan kami yang ringan semakin berat. Ratna bertanya apa yang aku lakukan setelah tamat SMA. Aku menjawab mungkin akan bekerja.

“Kenapa tidak melanjutkan?”

“Biayanya akan lebih besar, ayah dan ibuku tidak bisa membiayainya.”

“Alangkah indahnya jika kamu bisa melanjutkan.”

“Iya, tapi menurutku aku sudah bosan sekolah.”

“Jangan pernah bosan. Itu masa depanmu.”

“Masa depan tidak pasti Ratna.”

“Tapi dengan belajar, setidaknya kamu punya bekal untuk masa depan. Tidak sepertiku, tidak punya apa-apa, bahkan untuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak bisa. Aku terlalu ceroboh Diah.”

Ratna memandangku. Aku menemukan rasa penyesalan di dalam pupil matanya.

“Diah, jika kau menyukai laki-laki dan ingin menikah dengannya, kamu tidak boleh melakukannya hanya dasar rasa cinta. Kamu juga harus memperhitungkan kekayaan yang dimilikinya dan sampai tingkat pendidikannya. Aku tidak mendorongmu menjadi gadis matre, tapi hidup ini memerlukan uang. Jika tanpa uang kau akan kesulitan. Satu lagi, pendidikan, kamu dapat terbang jauh ke atas langit dengan pendidikan. Kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Jika kamu mendapatkannya, tidak hanya suamimu yang menghormatimu, bahkan kedua mertuamu. Kamu tidak akan di tindas ketika kamu memasuki kehidupan berkeluarga.”

Pengalaman-pengalaman ketika menikah mungkin membuatnya berkata seperti itu. Ini mungkin keluh-kesahnya kepada kehidupan. Dan tidak ingin orang lain mengalaminya. Aku hanya menerimanya, dan kami pun berpisah.

Tapi Ratna berkata lagi, yang terakhir adalah orang tua, orang yang membesarkan kita. Ratna merasa menyesal tidak berbakti kepada ibunya dan menyesal karena tidak menuruti saran-sarannya. Dan ketika apa yang dikatakan ibunya benar adanya, dia menyesal dan ingin meminta maaf, tapi waktu itu sudah terlambat, ibunya sudah Pergi meninggalkannya.

“Diah, kau harus mengingat nasehat ini.”

Itu kata terakhirnya bersamaku. Aku menerimanya dan teringat dengan ibu. Aku anak yang keras kepala, tidak pernah menuruti nasehatnya. Apa aku harus meminta maaf? Tapi itu bukan salahku.

Ketika ada waktu, aku menanyakannya kepada Mbok ayu. Apa salahnya aku menari?

Sore itu, kami duduk bersama di taman dekat danau. Hari itu mendung, tapi tidak turun hujan.

“Kau sudah mengetahui mengapa ibumu melarangmu?”

“Hanya karena itu terlihat buruk, ibu melarangnya. Mbok tahu’kan Tarian joged itu seperti apa.”

“Mungkin ada alasan lainnya lagi.”

“Alasan apa?”

“Mbok tidak tahu. Hanya ibumu yang tahu. Sari harus bertemu dengannya.”

Aku mengingat perkataan ibu. “Rasanya berat.”

“kenapa berat?”

“Aku tidak ingin mengatakannya.”

Mbok Ayu terdiam memandang Danau. Aku melihat kekecewaan di wajahnya.

“Mbok, jangan marah.”

Mbok Ayu memandangku, tersenyum lembut. “Mbok mengerti, ada beberapa hal yang tidak boleh kamu katakan. Mbok tidak kecewa. Hanya saja, ketika kamu mengatakannya, Mbok semakin penasaran.” Mbok Ayu menghela nafas. “Rahasia membuat orang-orang penasaran.”

Kami diam sebentar dan hanya terdengar suara anak-anak dan beberapa orang berbicara. Ombak danau masih berbicara pelan dan angin berbisik.

Mbok Ayu tiba-tiba berkata, “Tanpa masalah hidup menjadi bosan, jika ada masalah, hidup terasa rumit dan berat. Sari, apa kamu merasakannya?”

“Aku merasa masalah adalah beban.”

“Karena kamu sering merasakannya. Suatu hari nanti, ketika kamu tidak mempunyai masalah kamu akan menyadarinya. Kamu pernah mendengar hidup adalah petualangan?”

“Kadang-kadang aku bertanya apa itu kehidupan.”

“Apa yang kamu tanyakan? Oh, apa kamu ingin mengetahui bagaimana bayi terbentuk?”

Aku terkejut. “Bukan itu!!”

Mbok Ayu berdiri, merenggangkan tubuhnya. “Sari, sudah sore, kau ingin pulang?”

“Aku harus belajar. Aku harus pulang.”

*******

Ketika tiba di rumah, aku merebahkan diri, bertanya-tanya mengapa ibu mengatakan itu dan mengapa dia memandang aneh ketika aku menggunakan jepit rambut bunga itu?

Jepit rambut itu sudah usang dan kuno. Apa mungkin jepit itu sudah lama menghilang dan sekarang ketemu? Jadi ibu terkejut karenanya? Karena itu barangkali pemberian temannya yang sangat penting sehingga ibu menginginkannya kembali?

Apa pun itu, aku akan mengetahuinya nanti. Tidak untuk sekarang, aku ingin nanti ketika aku berani bertemu dengannya.

Aku kemudian memejamkan mata dan tertidur. Aku merasa sangat kelelahan. Setelah tidur setengah jam aku baru mulai belajar.

Tapi malam itu, aku lupa bangun dan melupakan semuanya. Aku seperti masuk dalam dunia lain, dunia yang di lemparkan begitu saja kepada diriku, tanpa bisa menolak ataupun memilih yang lain.

*******

Bunga-bunga aster tumbuh subur di pekarangan sekolah. Bunga-bunga itu adalah keindahan sekolah dan sebagai pewangi alami. Ada beberapa warna pada bunga itu, tapi aku menyukai warna merah yang mencolok, yang ada di sudut sekolah. Bunga-bunga itu tumbuh dengan kelompok masing-masing. Tukang kebun sekolah akan selalu menjaganya agar tetap indah. Tukang kebun itu akan membersihkan rumput-rumput liar, mencabut bunga-bunga yang sudah kering dan layu.

Ketika musim kemarau datang, tukang itu akan menyiraminya. Ketika hujan datang, dia akan menggunakan berbagai macam produk untuk mencegah penyakit tumbuh. Tukang itu sangat mencintai pekerjaannya.

Setiap tahun, tukang itu akan melakukan hal-hal itu, seperti itu merupakan siklusnya. Aku sering memperhatikannya.

Bunga-bunga di sekolah tumbuh lebih indah dan bagus dari pada di rumah, tapi ibu lebih menyukai bunga-bunga aster yang ada di halaman rumahnya. Bunga-bunga itu dia dapatkan dari tetangga. Setiap hari akan selalu merawatnya. Ibu berharap bunga-bunga itu akan tumbuh banyak dan menghiasi halaman rumah kami. Aku tidak terlalu menyukai warna putih pada bunga di rumah. Karena warna itu sama rasanya tanpa warna. Ketika aku bertanya mengapa ibu menyukainya, dia mengatakan lebih baik tanpa warna dari pada penuh dengan warna.

“Ibu aneh,” kataku.

“Bukan, kamu yang aneh. Semua orang mempunyai seleranya masing-masing. Hanya karena ibu berbeda, bukan berarti ibu aneh.”

Ibu menyukai bunga aster putih. Katanya lebih baik putih dari pada yang lain.

Kata ayah, ibu menjadi penyuka warna putih ketika temannya meninggal ketika aku masih kecil bertanya mengapa ibu menyukainya. Bunga-bunga aster itu membuatnya Teringat dengan temannya itu. Tubuhnya yang ramping dan mahkotanya bagaikan bunga Matahari sangat cocok dengan wanita itu.

Aku belum pernah menanyakan teman ibu selain itu, tapi sekarang, Mungkin jepit rambut itu dan bunga aster itu memiliki hubungan yang dalam dengan ibu. Aku harus menanyakannya nanti.

Bel pun berbunyi tanda para siswa untuk berdoa. Aku bergegas masuk dan mengikuti ajaran sebagai mana mestinya. Bunga aster itu mengingatkanku dengan ibu.

******

Ketika aku pulang, di sore harinya, ayah datang sendiri. Aku tahu ayah pasti datang membujukku untuk pulang. Aku langsung menjawab tidak mau.

“Sari, jangan keras kepala. Ibu sekarang sedang dalam masa penyembuhannya. Dia sangat memerlukanmu di sisinya. Jika kamu tidak pulang, itu akan menambah beban pikirannya. Sari, ayah yakin kau sudah besar dan tahu apa yang baik untukmu. Kami semakin tua dan kau semakin besar. Pikirkanlah, baik-baik.”

Aku terdiam mendengarnya. Ibu memang memiliki penyakit yang parah. Ibu harus memeriksakan diri setia Minggu ke rumah sakit. Sudah banyak sekali obat-obatan yang di makannya. Dengan tubuhnya semakin tua, ibu semakin lemah dan dengan obat-obatan itu, mungkin saja efek samping akan melemahkan tubuhnya.

Aku tidak ingin melihat ibu di rumah sakit. Aku tidak ingin meliat wajah pucat yang penuh penderitaan itu lagi. Tapi, aku juga tidak ingin melepaskan kesenanganku. Ini adalah pilihan yang sulit. Ayah tidak akan berbohong tentang ibu, ayah adalah sosok yang paling aku percaya. Dia pendiam dan tidak bisa berbohong, tapi ibu, dia wanita yang cerdik. Ibu memiliki kemampuan berbohong yang tinggi.

“Biarkan ibu yang datang menjemputku.”

“Ibu sedang sakit. Kata dokter, ibumu harus istirahat total.”

Aku diam sebentar. “Kalau begitu aku akan menunggu ibu lebih baik kemudian datang ke sini.”

“Sari, jika iluh tidak datang, beban pikiran ibumu akan terus ada.”

“Maka biarkan begitu.”

Aku beranjak pergi meninggalkan ayah. Ayah tidak mengejar. Dia tahu aku sudah besar, ayah tidak akan berani bersikap kasar kepadaku. Aku kemudian mendengar helaan nafasnya. Aku mulai berpikir, apa aku terlalu keras kepala dan terus menolak keinginan ibu? Tapi menurutku, itu semua salah ibu. Jika aku pulang, maka itu berarti kekalahanku.

Malam itu, aku tidak tahu aku benar-benar sangat keras kepala.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!