Kisah ini mengisahkan kehidupan rumah tangga yang tidak lazim, di mana sang istri yang bernama Rani justru menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, Budi, adalah seorang pria pemalas yang enggan bekerja dan mencari nafkah.
Rani bekerja keras setiap hari sebagai pegawai kantoran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sementara itu, Budi hanya berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tidak produktif seperti menonton TV atau bergaul dengan teman-teman yang kurang baik pengaruhnya.
Keadaan ini sering memicu pertengkaran hebat antara Rani dan Budi. Rani merasa lelah harus menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus rumah tangga seorang diri. Namun, Budi sepertinya tidak pernah peduli dan tetap bermalas-malasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HRN_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 20 Keputusan Berat Rani
Setelah melewati fase-fase kritis penuh pertengkaran hebat akibat tekanan ekonomi yang melanda, Rani mulai merenung kembali akan arah kehidupan rumah tangganya bersama Budi. Dia merasa sudah sampai pada titik di mana keputusan besar harus diambil demi kebaikan bersama.
Pikirannya berkecamuk saat mempertimbangkan segala konsekuensi dari langkah yang akan diambilnya nanti. Di satu sisi, dia sangat mencintai Budi dan enggan kehilangan suaminya itu. Namun di sisi lain, Rani juga merasa bahwa meneruskan kehidupan yang penuh tekanan seperti saat ini hanya akan semakin merusak hubungan mereka.
Rani menghabiskan malam-malamnya dengan berjam-jam merenungi keputusan apa yang harus diambil. Air matanya kerap membanjiri wajah membayang akan masa depan yang terasa semakin suram jika mereka tetap berlarut dalam kemelut masalah serupa.
Berkali-kali Rani mencoba membayangkan bagaimana jadinya jika dia mengakhiri rumah tangganya dengan Budi. Tentu saja akan menyakitkan sekali meninggalkan suami yang dicintainya. Namun, bukankah lebih baik berpisah dalam baik-baik ketimbang terus bertengkar dan saling menyakiti batin?
Di lain pihak, Rani juga mempertimbangkan kemungkinan untuk terus bertahan dan membina keutuhan keluarga. Dengan tekad dan perjuangan baru, siapa tahu mereka bisa menemukan solusi atas persoalan yang melanda. Asalkan komunikasi dan kesabaran bisa lebih ditingkatkan tentunya.
Keputusan berat tersebut terus menggelayuti benak Rani di setiap hela nafasnya. Dia sungguh merasa bimbang dan tersiksa batin harus memilih antara dua pilihan yang sama-sama menyakitkan itu.
Hingga pada suatu malam, pada puncak kekalutannya, Rani memutuskan untuk mengambil keputusan final. Dia memantapkan hatinya, berharap bahwa pilihannya nanti merupakan jalan terbaik, bukan hanya untuk dirinya semata, tetapi juga untuk Budi dan masa depan keluarga kecil mereka.
Setelah bergulat dengan kebimbangan dan kekalutan batin yang memuncak, Rani akhirnya mengambil keputusan berat dalam hidupnya. Dengan mata berkaca-kaca, dia memanggil Budi untuk duduk bersamanya di ruang keluarga.
"Ada yang ingin ku bicarakan denganmu, Yank," ujar Rani dengan suara parau menahan isakan.
Budi yang menangkap raut wajah Rani yang seperti telah dilanda pergolakan batin segera waspada. Dia menggenggam tangan istrinya erat, "Ada apa, Ran? Kau membuatku cemas."
Rani menghirup nafas panjang untuk menguatkan diri sebelum akhirnya berkata, "Aku rasa...hubungan kita sudah tidak bisa dipertahankan lebih jauh lagi seperti ini."
Budi membelalakkan matanya, seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Namun Rani mengangguk pelan untuk meyakinkannya.
"Selama ini kita sudah berusaha dan berjuang bersama, Yank. Tapi aku merasa kita seperti tenggelam dalam lingkaran masalah yang sama berulang-ulang. Komunikasi dan kesabaran kita terus diuji hingga hampir mencapai ambang batas," jelas Rani dengan air mata berlinang.
"Lalu, kau memilih untuk menyerah dan mengakhiri semuanya, begitu?" sambar Budi dengan nada tinggi menyembunyikan kepedihannya.
Rani menggeleng pelan, "Aku hanya merasa mungkin ini saatnya untuk kita mengambil jalan terpisah, Yank. Sebelum hubungan kita semakin retak dan dipenuhi kebencian yang tak termaafkan."
Mendengar kata-kata istrinya, Budi lemas. Dia membenamkan wajah di telapak tangannya, terisak pilu menyadari rumah tangganya mungkin memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi.
Namun di balik keputusan menyakitkan itu, Rani juga kembali mengulurkan harapan pada Budi, "Tapi ini bukan akhir dari segalanya. Mungkin dengan menjalani hidup terpisah untuk sementara, kita bisa belajar untuk lebih menghargai dan mencintai satu sama lain seperti dulu lagi."
Budi mendongakkan kepalanya menatap Rani dengan sorot mata penuh percampuran antara kepedihan, kekalutan, namun juga harapan baru.
Dengan keputusan berat yang diambilnya, Rani meyakini bahwa ini adalah jalan terbaik bagi keduanya untuk menyelamatkan bahtera rumah tangga mereka dari kehancuran total akibat kemelut permasalahan berkepanjangan. Berpisah untuk sementara waktu, sembari sama-sama merenung dan membangun keteguhan baru untuk kemudian menyatukan kembali mahligai keluarga dalam ikatan cinta yang lebih kokoh.
Keputusan untuk berpisah sementara dari Budi mungkin merupakan pilihan paling menyakitkan yang pernah diambil Rani selama hidupnya. Namun di sudut hatinya, dia merasa inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkan rumah tangga mereka dari kehancuran total.
Hari-hari setelah perbincangan mengambil keputusan itu, Rani dan Budi mencoba untuk menata kembali kehidupan masing-masing agar bisa menjalani fase berpisah dengan baik. Keduanya sepakat untuk tidak menuntut apapun satu sama lain, dan fokus untuk terus bekerja dan mengumpulkan kembali finansial demi masa depan.
Budi pun pindah untuk sementara waktu ke rumah orangtuanya, sementara Rani tetap tinggal di rumah mereka. Awalnya terasa aneh dan mencekam menjalani hari-hari tanpa kehadiran pasangan di sisinya. Namun mereka berusaha untuk terus mengingatkan diri bahwa keputusan ini adalah jalan terbaik untuk saat ini.
Di sela-sela kesibukannya mengurus service komputer, Budi sering kali menghabiskan waktu untuk merenung, mengenang kembali perjalanan rumah tangganya bersama Rani sedari awal. Dia menyadari sepenuhnya bahwa kesalahannya di masa lalu memang seringkali menjadi bibit pertengkaran hebat yang mengguncang mahligai keluarga.
Sementara itu, Rani pun mengalami pergolakan batin yang tidak kalah dalam. Dia merindukan kehadiran dan kebersamaan dengan Budi meski mereka sepakat untuk tidak saling menghubungi dalam masa berpisah ini. Kepedihan itu membuatnya semakin bertekad untuk mengumpulkan kembali kepingan-kepingan masa lalu dan memperbaiki segala kesilapan.
Meski saling terpisah jarak dan waktu, ikatan batin keduanya tetap terhubung kuat oleh tali cinta yang masih melilit erat hati mereka. Rani dan Budi sama-sama memanfaatkan masa berpisah ini untuk mengukuhkan tekad menata kembali keluarga dalam ikatan yang lebih kokoh di kemudian hari.
Dalam kesendiriannya, keduanya bersemadi, berdoa memohon bimbingan untuk menemukan kembali jalan pulang menuju pintu kebahagiaan keluarga yang sempat retak dan goyah. Mereka yakin, dengan perjuangan dan keteguhan hati, mahligai itu akan bisa dibangun kembali dalam bentuknya yang lebih indah dan sempurna.
semenjak keputusan berpisah sementara itu diambil. Rani dan Budi menjalani kehidupan masing-masing terpisah satu sama lain, diiringi pergulatan dan pergolakan batin yang kian mengendap di relung hati terdalamnya.
Rani tetap bekerja keras di kantor sembari mengurus rumah sendirian. Setiap sudut rumah seolah mengingatkannya pada momen-momen kebersamaan dengan Budi di masa lalu. Segala kenangan, baik manis maupun pahit, terus berkelebat membayangi pikirannya.
Di sela-sela waktu luangnya, Rani kerap menghabiskan malam dengan merenungi kembali langkah dan keputusan yang diambilnya. Sesekali rasa sesal dan penyesalan menyusup membuatnya terguncang dengan kepedihan.
Budi tengah berupaya mengukuhkan kembali pijakannya tanpa kehadiran Rani di sisinya. Usaha service komputernya kian laris berkat ketekunan dan keuletan yang dibangunnya selama ini. Namun di balik capaian kariernya, ada ganjalan dalam hatinya yang seakan selalu mengingatkannya akan cinta sejati keluarga yang sempat berlalu.
Waktu seakan berjalan lambat tanpa kehadiran sang terkasih yang biasa mengisi relung hatinya. Budi menyadari sesungguhnya dialah yang seringkali memicu pertengkaran hebat hingga mengoyak bahtera rumah tangga mereka. Penyesalan itu kadang hadir untuk mengusik ketenangan batinnya di malam-malam yang sepi dan dingin.
Hingga pada suatu ketika, kerinduan yang tertahan itu tidak lagi bisa dibendung oleh keduanya. Rani dan Budi sama-sama merasa bahwa keputusan untuk menjalani hidup terpisah telah cukup memberi pelajaran berharga dalam merajut kembali ikatan mahligai rumah tangga mereka.
Keputusan berat yang diambil Rani terbukti menjadi jalan penguji kesiapan hati keduanya untuk menata cinta dalam bentuk yang lebih sempurna. Terpisah sementara hanyalah liku untuk membawa mereka pada penyatuan kembali ikatan keluarga dalam keteguhan dan kemantapan hati yang jauh lebih kukuh dibandingkan sebelumnya.