NovelToon NovelToon
Infected Without Knowing

Infected Without Knowing

Status: sedang berlangsung
Genre:Zombie
Popularitas:249
Nilai: 5
Nama Author: Ryn Aru

Sebuah keluarga sederhana yang penuh tawa dan kebahagiaan… hingga suatu hari, semuanya berubah.

Sebuah gigitan dari anjing liar seharusnya bukan hal besar, tapi tanpa mereka sadari, gigitan itu adalah awal dari mimpi buruk yang tak terbayangkan.

Selama enam bulan, semuanya tampak biasa saja sampai sifat sang anak mulai berubah dan menjadi sangat agresif

Apa yang sebenarnya terjadi pada sang anak? Dan penyebab sebenarnya dari perubahan sang anak?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryn Aru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 9

Gilang yang sudah mendapatkan kecoak melirik ke arah Mahen dan tersenyum jahil, ia memutar badan menatap Mahen yang masih kesakitan. "Hen, mau hadiah gak?" Mahen yang sedari tadi meringis pun menatap Gilang dengan bingung.

"Paan? Jan banyak bertingkah lo." Gilang hanya diam dan mendekat kearah Mahen, ia menyodorkan kedua tangannya yang mengatup layaknya sebuah kotak cincin. Mahen yang melihat itu menatapnya malas dan mengusap wajahnya kasar. "Bisa gak sih jangan sus j*nc*k."

Gilang yang mendengar itu pun tersenyum dengan wajah aneh. "Ini permohonan maaf gue yang tadi." Ia pun membuka tangannya yang memperlihatkan makhluk coklat dengan antena di kepalanya, Mahen yang terkejut pun tanpa sengaja menendang Gilang untuk kedua kalinya. "**J*ng lo!!" Umpat Gilang.

"Lo yang **j*ng!!" Tubuh Mahen bergetar dan ia pun menjauh dari Gilang. "Lagian hobi lo gila, nangkep serangga mulu." Mahen yang merinding pun keluar kamar dan berjalan ke dapur meninggalkan Gilang, Gilang hanya diam tak menjawab dengan mengelus perutnya, ia pun kembali mencari kecoak tadi.

Gilang keluar dari kamarnya, Mahen yang tengah duduk di ruang tamu pun melihat Gilang membawa kecoak itu ke dapur. "Jangan di lepas di dapur woy!" Teriak Mahen.

"Kagak lah, gw mau nyari toples." Dengan satu tangannya, Gilang mencari toples hingga membuat sedikit kegaduhan. "Woy hen, tolong ngapa." Mahen yang malas hanya menatapnya.

"Ogah. Lo pergi dulu ama temen baru lo itu, baru gw cariin." Gilang pun menghela napas berat dan pergi menjauh dari dapur, Mahen yang melihat itu tak berdiri sama sekali, ia hanya meraih toples bekas makanan dan memberinya lubang. "Lah g\*bl\*k! Ngapain lo nyuruh gue pergi?!" Mahen hanya diam dan melempar toples plastik itu, Gilang hanya berdecak dan meraih toples itu, ia memasukkan kecoak ke dalamnya. "Emang gitu dia, gak ada ati." Gilang pun berbincang-bincang dengan kecoak yang baru dia tangkap tadi.

Gilang yang tertidur di sofa pun terbangun karena mendengar suara Mahen yang berteriak. "Apa sih!!" Gilang terduduk di sofa dengan mata yang masih tertutup.

"Lang, kecoak lo ilang." Ucap Mahen yang berada di dapur dengan perasaan cemas, Gilang yang mendengar itu segera melihat ke toples panik. "Lo yang gue bunuh kalo kecoak nya kagak ketemu cok!!" Marah Mahen, ia hanya menatap Gilang yang sibuk mencari kecoak nya.

"Yaelah, rumah gue juga ini!! Ribut mulu lo." Ucap Gilang.

"Lah elo kan tukang tato, gue kemari mo bikin tato, ngasih lo rejeki." Ungkap Mahen.

Beberapa saat kemudian, Gilang hanya menemukan kaki kecoak nya di dalam kandang bunglon nya, ia menangis tersedu-sedu dengan ejekan Mahen yang tak henti-henti.

"Udah bro, udh khusnul khotimah itu." Ucap Mahen dengan menepuk pundak sang teman yang menangis di depan kandang bunglon. "\*\*J\*ng, kecoak Khusnul khotimah." Lanjut Mahen dengan berbisik dan menahan tawanya.

"Gue... Denger cok!!" Ucap Gilang dengan suara tersengal-sengal, ia mengusap air mata nya dan ingus yang keluar menggunakan kaosnya.

"B\*ngk\* lo!! Hahah jorok banget asu!!" Mahen yang melihat itu tak henti-henti tertawa, ia tertawa hingga perutnya merasa sakit. "Niat sedih gak sih \*\*j\*ng!" Lanjut Mahen dengan tawa yang semakin keras.

"Orang sedih bebas j\*nc\*k!!" Gilang pun meraih bunglon nya dan membawa bunglon itu kearah jendela, saat berada di depan jendela, Gilang menjulurkan bunglon itu keluar.

Mahen yang terkejut melihat itu pun menarik Gilang, agar ia tak menjatuhkan bunglon nya. "Gila lo?! Cuma gegara kecoak mau jatuhin si ijo?!" Mahen meraih bunglon itu dan meletakkannya ke dalam kandang.

"Kecoak gue..." Dengan tatapan kosong Gilang terduduk melihat kearah jendela, Mahen yang melihat kesedihan sang teman hanya bisa menghela nafas berat, ini adalah ke 35 kali dalam sebulan Gilang menangisi serangga yang ia temui. Mahen pun pergi berjalan ke arah kamar, ia meraih kucing yang berada di atas kasur.

"Nih nih, cengeng lo dari bayi." Mahen menyodorkan kucing betina itu kedepan Gilang dengan malas, pasalnya dia benar-benar tak menyukai binatang apapun itu, karena bisa membuat barang-barang di rumahnya berantakan.

Gilang yang melihat kucing itu terdiam sejenak dan meraihnya perlahan, beberapa saat kemudian dia mulai memeluk kucing itu dengan sangat semangat. "Cuma kamu yang bisa ngertiin aku kitty. Andai kamu manusia, pasti udah aku nikahin." Ucap Gilang sembari mengelus kucing itu dengan pipinya.

Mahen hanya memutar mata dan duduk di depan TV.

"Apa? Kaget? Gak, gak, emang dari orok aneh dia. Keluar bukan nangis oek oek malah teriak solid. Jangan kayak dia ya pembaca." Ucap Mahen dengan tersenyum manis.

Pagi hari telah di habiskan dengan ke aneh an dari seorang Gilang, saat sore hari setelah drama hewan terbunuh Gilang akhirnya sudah tak bersedih. Dengan tubuh basah dan handuk yang digunakan untuk mengeringkan rambut, Gilang duduk di kursi dapur. "Gue mau balik kampung besok dah." Ucap Gilang sembari memakan buah pisang.

Pandangan mata Mahen hanya fokus ke TV untuk mencari tontonan seru. "Gak setelah tato lo jadi aja? Tolong apel satu." Gilang melemparkan satu apel kearah Mahen, Mahen yang sedang fokus ke TV pun terkejut dan dengan cepat menangkap lemparan Gilang. "G*bl*k emang ni anak." Gilang yang mendengar itu hanya tertawa tidak jelas.

Gilang yang masih duduk di kursi dapur pun memutar kursi kearah TV dan menyenderkan dirinya ke meja. "Gimana yak, dah kangen juga gue Hen. Lo emang gak mau pulang?"

Mahen menoleh kearah Gilang dan menatapnya malas. "Males." Jawabnya singkat dan kembali fokus ke tv.

Mahen dan Gilang, mereka sudah lama berteman sedari kecil dan sudah mengetahui keadaan satu sama lain. Walau Mahen terlihat tidak menyukai Gilang, tapi mereka selalu bersama dimana pun itu, dan walau Gilang terlihat sangat menyebalkan, dia selalu mendukung apa yang di sukai oleh temannya. Mereka bukan lagi teman atau sahabat, mereka menganggap hubungan mereka adalah persaudaraan.

"Oh iya, gw mls ngasih makan si ijo, cuma kitty doang." Lanjutnya yang di akhiri dengan menggigit apel.

"Ya elah, terus gunanya lo kesini ngapain sialan!!" Gilang melempar Mahen dengan handuk yang ia gunakan tadi untuk mengeringkan rambut. Handuk itu mendarat pas di wajah Mahen yang membuat raut wajah mahen semakin menyeramkan, Gilang yang melihat itu pun menutup wajah nya menggunakan kedua tangan dan bersiap-siap mendengarkan ceramah dari ustadz Mahen.

Mahen hanya menghela nafas, mencoba untuk tidak berteriak karena lelah dengan drama tadi pagi. "Kan gw kesini cuma mau bantu lo nato." Gilang yang mendengar itu pun menyingkirkan tangan yang menutupi wajahnya, ia melihat kearah Mahen dengan ragu dan saat itu pula sebuah bantal melayang mengenai wajahnya. "Mampus lo!! Handuk basah lo lempar ke muka gue, **j*ng emang!" Seru Mahen yang ternyata sudah berdiri sedari tadi.

Saat malam hari, Gilang terdiam di meja kerjanya dan hanya menatap keramaian kota lewat jendela, seakan pikirannya telah melayang ntah kemana meninggalkan raganya dalam kesunyian.

"Woy." Panggil Mahen tiba-tiba yang masuk ke kamar dan membuat Gilang tersadar dari lamunannya, Mahen terkadang merasa kasihan dengan Gilang yang sudah bekerja keras untuk keluarga, tapi sang ibu selalu saja tak menerimanya. "Yakin mau balik?" Tanya Mahen.

Gilang terdiam sejenak dengan menatap gambar nya yang berada di kertas. "Mungkin." Singkat Gilang sembari memainkan kertas gambarnya.

Khawatir, hanya itu yang dapat di lihat dari gerak-gerik Gilang, pikiran tentang semua kemungkinan yang belum terjadi selalu menghantuinya, seakan harapan tentang kebaikan tak pernah ada dan tak akan pernah berada di pihaknya.

Mahen duduk di atas kasur dan meraih rokok yang berada di meja. "Kalo emang belum siap gak usah. Pinjem korek." Gilang yang mendengar itu menarik kursinya kearah Mahen dan menyodorkan korek, Mahen pun menerima korek itu dan menyalakan rokoknya.

Gilang yang semakin pusing pun menghela nafas dan menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi. "Gue dah janji sama adek gue buat pulang sih." Ucapnya dengan tangan yang menutupi wajahnya.

"Lagian dia kan bukan adek kandung lo, usaha banget mau bahagiain nya." Ucap Mahen dengan asap di mulutnya, Gilang yang mendengar ucapan Mahen pun menatapnya dengan tatapan dingin. "Apa? Bener kan?"

Saat Mahen ingin menghisap rokoknya lagi, tiba-tiba Gilang menarik kaosnya. "Udah gue bilang berapa kali? Dia adek gue." Mahen dengan santai menghembuskan asap rokok kearah wajah Gilang.

"Sampai kapanpun dia gak bakal jadi adek lo, lagian semenjak dia lahir, ibu lo malah semakin gak anggap lo hidup." Gilang mendorong Mahen dan hanya terdiam. Gilang yang sudah benar-benar termakan oleh emosinya pun memilih untuk keluar apartemen dan berjalan-jalan di taman.

"Dingin banget." Gilang yang sedang berjalan-jalan di taman pun memasukkan tangannya pada saku jaket, ia berjalan tanpa arah, sesekali melihat ke arah taman yang sedikit mirip dengan yang di kunjungi oleh orang tua dan adiknya.

Gilang berjalan ke arah bangku dan duduk di tengah kegelapan, ia menatap keatas menatap langit gelap tanpa adanya bintang atau bulan di atas sana. "Mendung." Ucapnya pelan

Rasa frustrasi, kekosongan, sendirian, terlihat jelas di wajahnya, layaknya seekor anak kucing yang di tinggalkan oleh ibunya sedari kecil, layaknya sebuah bunga yang tumbuh di tanah lapang sendirian. Dia hanya dapat memilih bertahan atau terbunuh sia-sia dengan menunggu bantuan dari orang lain.

Dunia yang ia harapkan, yang di inginkan seakan hanyalah sebuah halusinasi yang tak akan pernah menjadi kenyataan. Terkadang, terlintas di kepalanya, untuk apa aku hidup? Kenapa aku hidup? Dan siapa yang menginginkan ini? Pertanyaan yang telah lama di cari, tapi sama sekali tak membuahkan hasil dan membawanya semakin menjauh, berjalan tanpa arah, memasuki kegelapan, dan rasa sakit.

Di sisi lain, terlihat Mahen yang hanya duduk dengan sebatang rokok yang baru saja ia bakar. Pikirannya terbang memikirkan sang teman yang selalu mencari perhatian dari seseorang yang bahkan tak pernah menginginkannya, ia bukan memintanya untuk berhenti menyayangi orang tersebut, dia hanya ingin melihat teman nya menyadari bahwa hidupnya adalah miliknya.

Mahen berjalan kearah jendela melihat kearah taman gelap dan melihat temannya di dalam kegelapan, ia menghembuskan asap dari mulutnya. "Usaha tak pernah membohongi hasil." Ucap Mahen menghisap kembali rokoknya untuk terakhir kalinya dan membuang rokok itu keluar jendela. "Haha, usaha emang akan berhasil, tapi bukan di tempat yang lo inginkan Lang."

Bersambung....

1
Alucard
Keren banget, semoga ceritanya terus berkualitas author!
Ryn Aru: makasih ya,,/Smirk/
total 1 replies
Gourry Gabriev
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Agnes
Romantis banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!