Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Ketika mereka telah sampai di ruangan tempat Kinanti dirawat, tiba-tiba Rico berhenti di ambang pintu karena ada panggilan masuk ke ponselnya.
"Kalian masuk saja dulu. Aku selesaikan teleponku dulu." Rico memerintah. Danu dan Kinara mengangguk cepat lalu bergegas masuk. Meninggalkan Rico yang berjalan menjauh dari ruangan.
"Kak Kinan ...." Langkah Kinara melebar ketika melihat kakaknya sedang terbaring lemah di atas brankar. Wajah Kinanti terlihat pucat dan lemah. Hal itu membuat Kinara menjadi tidak tega. "Kakak sakit apa?"
Kinanti mengulas senyum. "Kakak kecapean dan kurang istirahat. Jadi, badan kakak drop."
"Astaga ...." Kinara duduk di samping kakaknya sambil menciumi pipi saudara kembarnya itu penuh kerinduan. "Jangan terlalu lelah. Kakak itu jauh dari keluarga, jadi harus menjaga diri dengan baik."
"Iya, bawel. Terima kasih, ya. Kamu sudah datang. Kamu cuma datang sama Danu?" tanya Kinanti saat hanya melihat Danu di samping Kinara.
"Aku sama Mas Rico juga. Tapi dia sedang angkat telepon di luar. Oh ya, Kakak kenapa sendirian? Papa dan Mama di mana?" tanya Kinara.
"Mereka tidak ke sini. Bahkan, aku sengaja tidak memberi tahu mereka."
"Kenapa? Lalu Kakak di sini sama siapa?" tanya Kinara cepat.
"Ada teman kakak yang menunggu. Tapi dia ada urusan sebentar. Ara ... Kakak ingin berbicara empat mata denganmu." Suara Kinanti lirih. Namun, masih bisa didengar baik. Kinara menatap sahabatnya seolah memberi kode. Danu mengangguk paham lalu berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah hanya mereka berdua di sana. Suasana di ruangan itu hening sesaat. Kinanti tampak diam seolah sedang menyelami pikirannya sendiri. Sementara itu, Kinara tak lepas menatap kakaknya dengan begitu dalam. Ia tahu, ada yang disembunyikan oleh saudara kembarnya. Bukankah ikatan batin antara saudara kembar itu sangat kuat.
"Katakan, Kak. Aku tahu kakak sedang ada masalah."
Hah!
Kinanti menghela napas panjang dan mengembuskan dengan cepat. Seolah sedikit melepaskan beban yang terasa menghimpit dada. Ia merasa ragu. Namun, jika harus memendam sendiri, Kinanti merasa tidak mampu. Ia butuh seseorang sebagai tempat meluapkan kegelisahan hatinya.
"Ara ... maukah kamu berjanji tidak akan mengatakan kepada siapa pun termasuk mama dan papa sekalipun?" pinta Kinanti. Menatap sang adik dengan nyalang.
"Jangan membuatku penasaran, Kak. Aku tidak bisa berjanji, tapi akan aku usahakan agar tidak ada yang tahu. Sekarang, katakan apa masalah yang sedang menimpamu, Kak."
"Ara ... kakak hamil."
Seketika bola mata Kinara membulat penuh. Seolah hendak lepas dari tempatnya. Bibirnya kaku seketika dan lidahnya mendadak kelu mendengar ucapan sang kakak. Untuk beberapa detik, ia seperti mati.
"Kamu jangan bilang pada siapa pun, Ra." Kinanti menggenggam tangan sang adik. Menatapnya penuh harap. Tatapan yang sarat akan permintaan.
Tak ada sahutan. Kinara hanya diam, tetapi bulir bening mengalir dari sudut mata tanpa terasa. Mendengar itu, hati Kinara merasa sakit.
"Aku minta maaf, Ara. Sudah membuat kamu kecewa. Aku benar-benar bingung harus bagaimana." Kinanti mulai gelisah seperti orang yang frustasi. Melihat itu, Kinara yang awalnya hendak marah pun menjadi tidak tega.
"Siapa yang menghamili kakak?" tanya Kinara lemah.
"Pacar kakak. Dia sekarang sedang pergi."
"Lalu, apa dia mau bertanggung jawab?" tanya Kinara mendesak.
Kinanti menggeleng lemah. "Dia justru meminta kakak menggugurkan janin ini. Selain itu, kakak juga baru tahu kalau dia punya selingkuhan dan sekarang dia sedang bertemu selingkuhannya."
Mendengar itu. Tangan Kinara mengepal erat. Amarah bergemuruh dalam dada. Rahangnya mengetat kuat. Melihat respon sang adik, Kinanti pun berusaha untuk menenangkannya. Adiknya memang pendiam, tapi tidak akan baik saja jika marah.
Kinara bangkit berdiri. "Biar aku temui dia!"
"Jangan." Kinanti menggenggam kuat tangan sang adik. Menggeleng lemah.
"Kenapa? Kak, dia sudah menghamili kakak. Seharusnya dia bertanggung jawab. Bukan malah selingkuh!" hardik Kinara. Raut wajahnya nampak datar menahan.
"Itu bukan sepenuhnya salah dia. Kakak juga bersalah di sini," ujar Kinanti lirih. Kepalanya tertunduk dalam menahan tangisan.
"Kak, dia sudah menyakiti Kakak sampai sejauh ini, tapi Kakak masih bela dia? Ke mana jalan pikiran Kakak!" Kinara tidak mampu lagi menahan emosi. Sementara Kinanti hanya diam karena sadar bahwa dirinya bersalah di sini. "Jika sudah seperti ini, bagaimana selanjutnya? Bagaimana kalau papa dan mama tahu. Anak kesayangannya yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Mereka rela melakukan apa pun, tapi justru Kakak menaruh kekecewaan!"
"Ara, kakak tahu kalau kakak salah! Kakak butuh solusi!" Kinanti justru mengeraskan nada bicaranya.
Air mata Kinara tidak mampu dibendung lagi. Dada yang bergemuruh hebat itu seolah hendak meledak. "Kak, selama ini aku diam saat papa dan mama lebih mementingkan Kakak. Papa selalu bilang kalau Kakak adalah anak sulung dan papa menaruh harapan besar Kakak bisa meneruskan usaha papa. Bahkan, mereka sampai rela kuliahin kakak ke luar negeri." Kinara merem*s ujung baju yang dikenakan untuk menahan amarah itu. "Selama ini aku diam meski mereka pilih kasih. Aku berharap Kakak bisa bahagiain mereka dan menjadi seperti apa yang papa harapkan. Tapi kenyataannya apa? Kakak justru melempar kotoran ke muka mereka."
"Ara ... Kakak khilaf dan sungguh menyesal. Kakak mohon, jangan beritahu mereka. Kakak akan gugurkan janin ini. Kakak akan kembali membuka lembaran baru dan tidak akan mengulangi ini lagi. Kakak akan fokus kuliah."
"Kak, janin itu tidak bersalah."
"Lalu apa yang harus kakak lakukan, Ara! Kakak tidak tahu!" Kinanti sedikit membentak.
"Kita bilang mama papa dan kita cari solusinya bersama. Bagaimanapun juga, mereka sangat sayang sama Kakak. Aku yakin mereka tidak akan lama memarahimu. Berbeda kalau aku yang ada di posisi Kakak saat ini. Mungkin aku akan dibunuh saat itu juga."
Miris!
Kinara bisa membayangkan dan menebak. "Sekarang, katakan di mana pria yang menghamili mu. Biar aku temui dia."
"Ti—"
"Jangan bilang tidak, Kak! Baj*ngan itu jangan sampai lepas tanggung jawab!" sentak Kinara tanpa sadar.
Namun, karena emosi yang memenuhi ubun-ubun. Membuat Kinara merasakan denyutan rasa sakit yang teramat hebat. Kinanti yang menyadari hal itu pun berusaha mengumpulkan kekuatan untuk turun dari brankar.
"Ara ... kamu kenapa?"
"Ya Tuhan ... Kepalaku sakit sekali." Kinara merasa tubuhnya gemetar hebat dan tidak sadarkan diri setelahnya.
"Araaa!!!"
Kinanti terkejut saat ada yang berteriak dari pintu. Ia melihat seorang pria bertubuh tinggi tegap melangkah lebar mendekatinya. Setelahnya, Danu menyusul di belakang.
"Apa yang terjadi pada istriku?!" tanya Rico setengah membentak.
"I-istri? Kamu suaminya Ara?" tanya Kinanti gugup.
"Menurutmu?" Rico bertanya ketus. Ia membopong Kinara dengan langkah lebar meninggalkan ruangan itu. Danu pun mengikut di belakang. Mereka meninggalkan Kinanti sendirian dengan tubuh lemahnya.
"Kenapa suami Ara bisa setampan itu? Sepertinya dia sangat sayang sama Ara. Danu juga." Kinanti bergumam lirih.
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂