Mengandung Benih Kekasih Sahabatku

Regina memandangi ponselnya memperlihatkan dirinya dan Melati yang sedang berpose alai. Regina tersenyum mengingat persahabatan mereka yang Indah. Regina merindukan sosok sahabatnya itu. Dia butuh sahabatnya itu saat ini tapi untuk menghubungi Melati. Regina merasa malu. Selama dua hari terasing di rumah minimalis itu. Tidak ada seorang pun yang berkomunikasi dengan dirinya walau hanya lewat chat.

Dan selama dua hari itu juga. Kevin tidak pernah datang ke rumah ini. Dirinya dan janin itu memang benar benar bukan sesuatu yang berharga. Regina menangis mengingat itu..Bahkan kedua orangtuanya tidak khawatir sama sekali tentang dirinya. Dia selalu menunggu pesan dari keluarganya tapi jangankan pesan. Pesannya saja tidak dibalas.

Tidak berkomunikasi dengan Melati tentu saja hal yang menyiksa bagi Regina. Dia merindukan chat chat lucu sahabatnya itu. Regina merindukan perhatian Melati. Tapi sepertinya kehangatan persahabatan itu tidak akan lagi ada diantara mereka.

Entah sampai kapan dirinya bisa bertahan di rumah itu dengan jumlah uang yang tidak seberapa yang ditinggalkan Kevin untuk dirinya. Regina tidak lagi memikirkan perkuliahannya. Dia sudah pasrah jika harus tidak melanjutkan perkuliahan itu. Saat ini, dirinya hanya fokus untuk janinnya itu. Bahkan Regina tidak terlalu mengharapkan pertanggungjawaban Kevin lagi.

Asal dia bisa mendapatkan sumber uang dan kehamilan nya itu tidak menjadi aib bagi keluarganya. Regina siap menjalani kehamilan itu seorang diri. Yang menjadi masalah saat ini. Regina tidak tahu harus kemana mencari pekerjaan. Dia sadar, pertanggungjawaban Kevin belum pasti. Regina berpikir harus mendapatkan pekerjaan secepatnya.

Rasa ragu di hati wanita itu ternyata beralasan. Di rumah Melati. Kevin sibuk membujuk Melati supaya bersedia memaafkan dirinya.

"Aku mohon maafkan aku Mel. Sungguh kejadian itu bukan kejadian yang disengaja."

"Berat. Tapi aku berusaha memaafkan kamu Mas Kevin. Dan semuanya tidak lagi sama. Aku harap kamu bisa menjaga perasaan Regina."

Kevin mengusap wajahnya dengan kasar. Jika diijinkan bersikap egois. Kevin ingin tetap menjalani hubungan itu dengan Melati. Di hatinya hanya ada nama Melati yang ingin dia jadikan istri satu satunya.

"Tidak ada kesempatan untuk aku lagi?"

Melati menggelengkan kepalanya dengan sangat yakin. Berpisah dari Kevin bukan hal yang diinginkannya selama ini. Angannya sudah melambung tinggi akan Masa depan dengan orang yang sangat dia cintai. Tapi karena kehamilan Regina. Angan itu harus terhempas begitu saja. Memaksakan sesuatu bukan sifat Melati apalagi memaksakan diri menjadi istri Kevin yang jelas jelas sudah menghancurkan masa depan seorang wanita yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri.

Melepaskan Kevin sama saja melepaskan belahan hatinya. Kevin adalah sosok sempurna selama ini. Selama berpacaran dengan laki laki itu baru kali ini. Kevin melakukan kesalahan fatal. Kesalahan yang menjadi akhir dari hubungan mereka. Melati boleh bersyukur karena perpisahan itu hanya merugikan hatinya tapi tidak dengan tubuhnya. Tidak sia sia dirinya menjaga kesuciannya selama ini.

"Aku menunggu surat undangan pernikahan kalian mas. Aku akan berusaha ikhlas."

Tidak ada lagi air Mata di pipi wanita itu karena dua hari dua malam ini. Air matanya habis terkuras menangisi perpisahan mereka. Dan semakin lama, Melati semakin bisa merelakan perpisahan itu.

"Bagaimana kalau aku tidak bersedia menikahi sahabat mu itu Mel?"

Melati menegakkan pandangannya. Dia menatap wajah laki laki yang begitu baik kepada dirinya selama ini tapi tidak mempunyai perasaan kepada wanita yang mengandung benihnya. Melati terkejut dengan pertanyaan laki laki itu.

"Jika itu terjadi. Maka Regina maupun aku bukan orang yang tepat untuk menjadi istrimu," kata Melati menegaskan. Melati tidak akan menerima laki laki itu kembali meskipun Kevin dan Regina tidak menikah nantinya.

Lagi lagi Kevin mengusap wajahnya frustasi. Dia menatap wajah wanita yang sangat dicintainya. Sepertinya dirinya tidak akan bisa berpaling dari wanita itu.

"Mel, aku sangat mencintai kamu. Apa kamu tidak bisa berjuang bersama sama dan memaafkan kesalahan ku. Aku berjanji akan bertanggung jawab pada sahabat mu itu. Tapi tetap lah bersama ku Mel."

"Kamu berencana menjadikan kami berdua istri mu mas. Aku istri sah kemudian Melati istri siri. Atau hanya menganggap janin itu anakmu tanpa menganggap ibu nya. Mas, aku merelakan kamu bukan hanya karena Melati sahabat ku. Tapi aku yakin, kejadian yang tidak disengaja itu adalah proses menemukan jodoh. Yang artinya kita memang tidak jodoh mas. Buka hatimu perlahan lahan bagi Regina. Dengan seperti itu kamu bisa melupakan hubungan kita. Aku harap, ini yang terakhir kita membahas ini mas," kata Melati.

Setelah mengucapkan itu. Melati meninggalkan Kevin sendirian di ruang tamu itu. Tidak ada gunanya berbicara panjang yang topic nya hanya sekitar masalah itu.

Kevin semakin menundukkan kepalanya. Penolakan Melati sepertinya tidak bisa ditawar lagi.

Di tempat yang lain.. Regina berusaha memikirkan bagaimana supaya dirinya bisa menghasilkan uang tanpa sering ke luar rumah. Dia sudah berselancar di dunia maya untuk mendapatkan ide. Regina sadar, tidak selamanya dirinya bisa tergantung kepada belas kasihan dari Kevin. Karena Regina sangat yakin jika laki laki itu tidak mempunyai rasa perduli kepada dirinya.

Cukup lama, dirinya berselancar di dunia maya. Tapi Regina tidak mendapatkan ide apapun. Hingga pada akhirnya panggilan di ponsel itu membuat Regina membulatkan matanya. Ada nama Reza. Regina memilih mengabaikan panggilan itu karena Regina merasa jika kehamilan itu adalah akhir hubungannya dengan Reza.

"Katakan pada kedua orangtua mu bahwa bukan aku yang menghamili kamu. Papa mu menemui aku di kampus dan tidak percaya dengan apa yang aku katakan."

Regina mengusap wajahnya dengan kasar. Dia menyesali karena tidak langsung memberitahukan bahwa Kevin lah ayah dari janin yang dia kandung itu.

Regina bingung. Kini, entah bagaimana dirinya harus memberitahukan yang sebenarnya kepada kedua orangtuanya. Untuk kembali ke rumah Regina sangat takut dan untuk meminta bantuan Melati juga tidak mungkin.

Di saat dirinya kebingungan. Pintu utama rumah terbuka dan menampilkan sosok yang sangat dingin di sana.

Regina memberanikan menatap ayah dari janinnya itu. Kevin semakin mendekat dengan kantong plastik di tangannya. Laki laki itu meletakkan kantong plastik itu dan duduk di sofa. Kevin bersandar dengan kepala yang menengadah ke atas. Tangannya terbentang dengan mata yang terpejam. Dari cara Kevin. Sepertinya laki laki itu banyak beban pikiran.

"Diminum kak."

Regina berinisiatif membuat secangkir teh untuk laki laki itu. Tidak ingin mendengar penolakan. Regina cepat cepat meninggalkan ruang tamu itu dan masuk ke dalam kamarnya.

Setengah jam kemudian. Regina keluar dari kamar setelah mendengar mobil Kevin menjauh. Regina mengelus dadanya. Teh diatas meja itu tidak berkurang sedikit pun. Kevin menolak teh buatannya.