Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Rumah Tanpa Syarat ( Saka dan Angel)
Tiga tahun berlalu sejak Saka dan Angel memutuskan untuk memulai ulang, kali ini dengan cara yang berbeda. Bukan dengan gegap gempita janji atau euforia cinta semata, tapi dengan ketenangan, kesabaran, dan keputusan sadar untuk membangun rumah—bukan hanya tempat tinggal, tapi tempat hati bisa pulang tanpa takut dihakimi.
Kini, mereka sudah menikah. Pernikahan yang sederhana, jauh dari sorotan, tapi penuh makna. Hanya keluarga dekat, beberapa teman terpilih, dan janji di bawah langit senja.
Angel tak mengenakan gaun panjang bertabur mutiara, melainkan dress putih gading yang ringan. Saka pun tak berbaju jas resmi, cukup kemeja putih dan celana kain. Tapi ketika mereka saling menatap waktu ijab kabul, tak ada satu pun tamu yang tak menangkap ketulusan itu.
---
Mereka tinggal di sebuah rumah mungil di pinggiran kota—ada halaman kecil, tanaman rambat di pagar, dan suara burung tiap pagi. Angel bekerja dari rumah sebagai editor dan penulis lepas, sementara Saka kini membuka kelas desain dan komunitas kreatif untuk anak muda dari daerah kurang mampu.
Pagi-pagi mereka sederhana. Angel menjerang air, Saka menyapu halaman. Kadang mereka bertukar cerita tentang mimpi semalam, kadang hanya saling diam, menikmati kopi.
“Pagi kita selalu begini, ya?” tanya Angel suatu pagi, rambutnya masih basah setelah mandi.
Saka mengangguk sambil menyeruput kopinya. “Aku suka begini. Gak ribut. Gak diburu-buru. Kayak hidup tahu ritmenya.”
Angel duduk di sebelahnya. “Dulu aku pikir cinta itu harus meledak-ledak. Sekarang aku sadar, cinta paling kuat justru yang sabar.”
Saka menoleh, menatap wajah istrinya yang tak pernah gagal membuat hatinya tenang. “Karena kita udah jatuh cinta dua kali. Pertama kali bikin kita sadar, kedua kali bikin kita bertahan.”
---
Mereka bukan pasangan sempurna. Kadang bertengkar soal hal kecil—tisu toilet yang habis tapi lupa diganti, atau cara melipat pakaian yang beda aliran. Tapi mereka selalu berusaha menyelesaikannya sebelum tidur.
“Kalau kita marah, kita bilang. Tapi jangan tidur sambil mendendam,” kata Angel sekali waktu.
“Setuju. Biar besok pagi gak ada sisa semalam yang ganggu,” balas Saka.
Suatu malam, setelah pertengkaran kecil soal siapa yang harus cuci piring, mereka duduk di depan wastafel, cuci piring bareng.
Angel tertawa. “Kayaknya ini solusi paling sehat. Marah-marah sambil nyuci.”
Saka menyenggol pundaknya. “Asal jangan dilempar piringnya.”
---
Beberapa bulan setelah menikah, Angel hamil.
Berita itu datang di pagi hari, lewat dua garis merah yang membuat Angel berdiri terpaku di kamar mandi. Tangannya gemetar saat membawa test pack ke meja makan, tempat Saka duduk sambil membuka laptop.
“Aku... hamil,” katanya pelan.
Saka menoleh, lalu berdiri cepat. Matanya membesar, lalu mendadak lembut. Ia memeluk Angel tanpa berkata-kata, hanya membiarkan tubuhnya bicara.
Hari-hari kehamilan itu penuh dengan perubahan. Angel yang tadinya santai jadi mudah emosional. Saka yang biasanya tenang kadang panik berlebihan.
“Tadi kamu nangis gara-gara tomatnya kecut?” tanya Saka sambil mengelap air mata Angel.
“Enggak... aku cuma... ya ampun, tomatnya kayak ngerendahin aku!”
Dan mereka tertawa. Kadang menangis. Tapi selalu saling peluk di ujung hari.
---
Tujuh bulan kehamilan, Angel mengalami kontraksi palsu di malam hari. Saka langsung panik, memasukkan semua barang ke mobil padahal Angel masih bisa jalan santai.
“Mas, ini Braxton Hicks, bukan mau lahiran.”
“Tapi siapa tahu kamu ngibul. Aku udah nonton semua video YouTube tentang persalinan, tahu.”
Angel tertawa sambil memeluk suaminya dari belakang. “Terima kasih udah panik buat aku.”
“Panik karena sayang. Tapi jangan sering-sering, ya. Aku bisa botak stres.”
---
Anak mereka lahir di akhir musim hujan. Seorang bayi perempuan mungil dengan mata yang mirip Angel dan alis Saka yang tebal. Mereka menamainya Amara.
Angel menangis saat pertama kali menyusui. Saka juga menangis, tapi sambil pura-pura menyeka keringat.
“Kita beneran orang tua sekarang,” bisik Angel.
“Dan ini akan jadi proyek paling serius dalam hidup kita,” balas Saka.
Hari-hari jadi lebih sibuk. Waktu tidur berkurang, tapi tawa bertambah. Angel belajar menyusui sambil baca buku. Saka belajar ganti popok sambil Zoom meeting.
Tapi di tengah lelah, selalu ada satu sama lain.
“Terima kasih udah jadi ayah yang sabar,” bisik Angel suatu malam saat Amara akhirnya tertidur.
“Dan kamu... ibu yang luar biasa. Bahkan waktu kamu nangis gara-gara gak bisa buka tutup botol ASI.”
Angel tertawa sambil memeluk Saka. “Rumah ini chaos, tapi hatiku tenang.”
---
Setahun kemudian, mereka merayakan ulang tahun pertama Amara dengan pesta kecil di halaman rumah. Hanya beberapa tetangga, sahabat, dan tentu saja Arumi, Damian, serta anak-anak mereka.
Arsha yang kini jadi kakak dua kali, membantu meniup lilin. Angel berdiri memeluk Damian sambil tertawa.
“Aku senang kalian ketemu lagi dan akhirnya menikah,” kata Arumi sambil menyuapkan kue ke mulut Angel.
“Kadang jalan hidup itu kayak puzzle. Harus hancur dulu biar bisa disusun dengan cara yang lebih pas,” jawab Angel.
Damian menepuk bahu Saka. “Yang penting, kalian sekarang udah tahu cara bertahan. Itu yang gak semua orang bisa.”
---
Malam itu, setelah semua pulang dan rumah mulai sepi, Saka dan Angel duduk di ruang tamu. Amara tertidur di antara mereka.
Angel bersandar di bahu Saka. “Kadang aku masih takut semua ini cuma mimpi.”
Saka mencium pelan rambut Angel. “Kalau mimpi, jangan bangunin aku.”
Mereka terdiam, memandangi bintang dari jendela.
“Aku sayang kamu, Angel. Bukan versi kamu yang kuat, atau versi kamu yang tenang. Tapi kamu... yang kadang marah, kadang nangis, kadang lelah. Kamu yang utuh.”
Angel menatap Saka. “Dan aku juga sayang kamu. Gak perlu jadi sempurna. Tapi selalu jadi tempat aku pulang.”
---
Rumah itu tak pernah sepi. Kadang Amara menangis semalaman. Kadang dapur berantakan. Kadang mesin cuci mogok. Tapi di tengah semua itu, ada dua orang yang memilih tetap tinggal, tetap mendengar, tetap mencintai.
Karena mereka tahu—rumah tak dibangun dari tembok atau atap saja.
Rumah sejati adalah cinta tanpa syarat.
Dan dalam cinta seperti itu, mereka memilih tinggal. Selalu.
...****************...
maaf ya luvvv kalau sedikit up nya soalnya mata aku lagi sakit ikutin trus yaa ramein 🤍🤍