Bagaimana jadinya kalau seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun, dinyatakan menjadi Narapidana dan di penjara selama 10 tahun lamanya, karena telah menghabisi seseorang demi berusaha untuk menyelamatkan kakaknya dari pemerkosaan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda kaya raya. Dan pemuda malang itu bernama Bara Aditama. Bukan hanya penjara saja yang dia dapatkan, tapi banyak ketidakadilan serta penyiksaan yang akan Bara dapatkan. Lalu apakah Bara mampu untuk bertahan? Sedangkan kakaknya yang mengalami Pemerkosaan telah menjadi depresi akibat kejadian yang menimpa dirinya? Lalu apa yang akan Bara lakukan kepada ketiga para penjahat yang masih berkeliaran di luar sana? Akankah Bara berhasil membalaskan dendam nya kepada mereka semua? Dan inilah perjuangan Bara setelah menjadi sang Narapidana.
#bantu like nya kawan dan jngan lupa komennya kasih tau jika ada kesalahan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cimde 123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dendam di hati bara
"Jadi mereka telah mengancam bapak dan ibu, untuk menghabisiku di dalam penjara ini! Sebenarnya siapa yang jahat di sini? Kenapa mereka yang mengancam malah aku yang dihukum! Ini benar-benar sangat tidak adil!"
Bara yang baru saja mendengar alasan dari kedua orang tuanya, yang terpaksa harus pindah dari kota Jakarta, langsung menjambak rambutnya sendiri dengan perasaan yang begitu geram.
Sungguh! Dunia ini benar benar sangat tidak adil. Kenapa orang orang jahat seperti mereka bisa berkuasa dan ditakuti oleh orang orang di negara ini?
"Ini sangat tidak adil pak, buk. Aku tidak bisa menerima semua ini." ucap Bara dengan nada yang berusaha dia tahan.
Air mata ibu Mirna sudah mencolos dengan sangat deras. Jujur, rasanya begitu berat kalau mereka harus pergi meninggalkan putra yang mereka sayangi dalam keadaan menderita seperti ini, tapi apa mau dikata. Karena keselamatan Bara ada di tangan mereka berdua.
"Nak! Jangan seperti ini. Bapak dan ibu hanya melakukan hal yang terbaik untukmu. Maaf kalau bapak tidak berdaya melawan mereka nak! " ucap pak Mahmud mencoba menenangkan Putranya Bara.
"Pak! Ini bukan kesalahan bapak. Mungkin sudah menjadi takdirku harus dipisahkan dari kalian semua. Baiklah! Demi keselamatan kita semua, aku rela kalau kalian harus pindah dari kota Jakarta. Tapi aku mohon! Beritahu aku, di mana bapak akan pindah membawa ibu dan juga kak Nadia? "
Sekuat tenaga, Bara memperkuat dirinya sendiri. Agar tidak terlihat lemah di depan kedua orang tuanya. Namun! Di dalam hati Bara berjanji, untuk segera mencari keluarganya setelah dirinya dinyatakan bebas oleh Pengadilan.
"Ibu dan bapak akan pindah ke kota Bandung. Tepatnya di pelosok desa yang ada di kota itu. Kebetulan, bapak mempunyai seorang teman di sana, dan bapak bisa meminta tolong padanya, agar bapak bisa mendapatkan pekerjaan di sana." jawab pak Mahmud membuat Bara merasa lega.
"Kalau begitu, demi keselamatan kalian bertiga! Segera pergilah dari kota ini. Dan menetaplah di kota Bandung. Entah mengapa aku tidak bisa mempercayai orang orang berhati iblis itu. Aku takut, mereka akan kembali untuk mengganggu kak Nadia pak, buk." titah Bara dengan tatapan lekat.
"Tapi nak! Bagaimana dengan mu??" tanya ibu Mirna menatap pilu.
"Aku tidak apa bu. Aku bisa jaga diri di sini. Yang penting keselamatan kalian dan juga kak Nadia. Entah mengapa fillingku mengatakan, kalau Ferdy dan ketiga temannya akan kembali untuk mencari keberadaan kak Nadia. "
Mendengar perkataan Bara, kedua mata Ibu Mirna dan pak Marwan langsung membulat sempurna. Benar juga apa yang dikatakan oleh putranya, kalau para penjahat itu masih berkeliaran di luar sana dan bisa saja mereka datang lagi untuk menyakiti putri mereka.
"Baiklah nak. Kami akan mengikuti perintah darimu. Ibu dan bapak janji, di saat Persidangan mu akan di langsungkan, kami akan datang untuk menemanimu."
"Terimakasih banyak ibu, bapak. Lalu bagaimana dengan keadaan kak Nadia? Apakah dia masih trauma dengan kejadian yang menimpa dirinya?" tanya Bara menatap penasaran.
Ibu Mirna dan pak Mahmud menjadi terdiam. Haruskah mereka mengatakan yang sebenarnya? Tentang keadaan Nadia yang saat ini telah terkena gangguan jiwa, akibat rasa trauma yang dia derita.
Bara yang melihat ekspresi diam dari kedua orang tuanya menjadi sangat curiga. Lalu dia pun memaksa ibunya agar segera memberitahu apa yang sebenarnya terjadi kepada kakaknya Nadia.
"Bu, pak! Kenapa kalian hanya diam saja? Cepat katakan yang sebenarnya? Apa yang terjadi dengan kakakku pak, buk!" ucap Bara dengan nada penuh penekanan.
Ibu Mirna langsung menundukkan kepalanya, sedangkan air matanya kembali keluar menghiasi wajah hitam yang terlihat sangat kelelahan.
"Bara..! Kakakmu terkena ganguan jiwa."
"Apa.....!!!! "
Bara langsung bangkit dari duduknya, sungguh mendengar berita tersebut membuat jantung Bara serasa sakit bagaikan diremas kuat.
Kenyataan ini benar-benar menghancurkan Bara. Rasanya dia tidak bisa terima kalau kakak yang begitu dia sayangi, harus menderita akibat ulah jahat dari keempat iblis itu.
Brakkkkk....
Dengan geram Bara menggebrak meja yang ada di depannya, untung saja para sipir tidak terlalu memperdulikan suara gebrakan tersebut.
"Nak! Jangan emosi. Ingat! Kau sedang berada di mana nak!" ucap ibu Mirna memperingatkan Bara.
"Biarkan saja bu. Biarkan saja mereka tahu kemarahan ku. Aku benar-benar sedih bu, mendengar kakakku menjadi gangguan jiwa. Kenapa mereka semua sangat jahat bu?
Dan sekarang aku tidak bisa melindungi dia, karena aku sendiri terpenjara di sini. Aku benar-benar tidak berguna bu."
"Jangan seperti ini nak. Bapak mohon."
Pak Mahmud memeluk tubuh putranya erat. Sungguh, kejadian ini benar-benar membuatmu menjadi sangat hancur. Kedua anaknya mengalami nasib yang sangat tragis, rasanya pak Mahmud ingin berdemo kepada Tuhan. Tapi, lagi lagi pak Mahmud mencoba untuk bersabar.
Hingga satu jam kemudian, waktu jenguk pun telah habis, dengan terpaksa kedua orang tua Bara pergi meninggalkan dirinya di dalam tahanan tersebut.
Kedua mata Bara kembali berkaca kaca, saat tubuhnya di tarik paksa oleh seorang sipir agar segera masuk kembali ke dalam sel tahanan.
"Ibu, bapak. Aku bersumpah akan membalas semua perbuatan mereka kepada keluarga kita."
Di dalam hati, telah terpupuk rasa dendam yang mulai tumbuh dan semakin membara. Bara berjanji di dalam hatinya, kalau dia akan membalas segala perbuatan keji dari orang orang jahat tersebut. Dan setibanya di depan sel, tubuh Bara di dorong kasar, sampai menyebabkan pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai.
Brukkkkkk...
"Aarrgghhh....!" teriak Bara menahan luka di bagian dengkulnya.
"Jangan membuat masalah. Atau kau akan tahu akibatnya." ancam sipir itu menampilkan wajah yang begitu bringas.
Kedua tangan Bara mengepal kuat, ingin sekali dia memukul petugas itu dengan menggunakan kedua tangannya. Namun, lagi lagi Bara harus meredam amarah di dalam hatinya, agar hukuman yang dia terima tidak semakin berat dan juga lama.
"Sabar Bara. Kau tidak boleh emosi. Suatu saat pasti kau bisa membalas kejahatan mereka semua." gumam Bara di dalam hati.
Sedangkan para napi yang ada di dalam sel tersebut langsung tertawa terbahak-bahak saat melihat raut wajah Bara yang begitu kesal.
"Hei bung! Kalau kau marah, luapkan saja kepada petugas sipir itu, jangan terlalu pengecut jadi laki-laki." ejek salah satu dari para napi tersebut.
"Benar. Bukankah kau seorang pembunuh! Atau, kau ingin merasakan siksaan dari kami terlebih dahulu, agar kau tahu bagaimana caranya memukul para Sipir itu!"
Dua orang napi tampak berjalan mendekati Bara. Melihat kedatangan mereka, Bara hanya bisa bersikap
waspada. Sedangkan seorang napi yang kemarin sempat bersikap ramah kepadanya, hanya diam tidak mampu untuk menolong Bara.
Dan ternyata, beberapa dari mereka sudah mendapatkan ancaman, untuk tidak melindungi pemuda malang tersebut, sedangkan napi yang lain, mendapatkan tugas untuk menyiksa Bara di dalam sel.
"Mau apa kalian?" tanya Bara menatap tajam.
"Tentu saja memberikanmu pelajaran. Bukankah sejak kemarin kau belum mendapatkan salam perkenalan dari kami! " jawab napi tersebut seraya tersenyum menyeringai.
Bara berusaha berdiri tegak, sambil menahan sakit dibagian lututnya yang terluka. Di dalam hati, ada rasa takut yang menghantui dirinya, namun, dia berusaha untuk menyembunyikan rasa takut tersebut, sebab saat ini hanya dirinya sendiri yang dapat melindungi nya dari orang-orang yang hendak menyakiti dirinya.
"Kau harus berani Bara. Inilah kehidupan mu sekarang. Berada di dalam sel tahanan yang penuh dengan penyiksaan. Kau harus kuat Bara, demi keluarga mu yang teramat kau cintai." ucap Bara menyemangati dirinya sendiri.
Dan di saat salah satu napi hendak meninju Bara menggunakan sebelah tangannya, dengan cepat Bara pun mencekal tangan itu dan memelintirnya dengan kuat.
Bukkkkk....
"Aaarrgghhhh....!!"
Suara teriakan menggema di dalam ruangan itu, membuat para napi yang lain menatap terkejut kearah bocah ingusan tersebut.
"Kurang ajar! Ternyata kau berani menantang kami. Rasakan ini."
Bukkk... Bukkkk...
Bara yang diserang oleh napi satunya lagi, tidak dapat menghindari tinjuan itu, hingga melukai bagian wajahnya yang kembali mengeluarkan darah.
Kedua mata Bara langsung berkaca kaca. Seumur hidup baru kali ini dia mendapatkan penyiksaan dari orang lain. Apakah ini saatnya Bara berusaha bertahan dari sakitnya pukulan bertubi-tubi yang dia rasakan!
"Kau harus kuat Bara. Balas mereka Bara." teriak Bara di dalam hatinya, sambil membalas tinjuan yang para napi berikan untuk dirinya.
"Aaarrgghhhh......!!!"
Bukkk.. Bukkk.....
Bara berusaha melawan kedua napi tersebut, hingga menimbulkan pertengkaran yang begitu sengit di dalam sel tahanan tersebut.
ada musuh mengintamu