(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan Aku, Via!
Tangisan Via tertahan, dadanya terasa sesak dan seluruh tubuhnya gemetar. Ia memejamkan mata menahan rasa sakit ketika Wira benar-benar telah merenggut mahkotanya. Kedua tangannya masih berusaha menahan tubuh Wira yang masih berada di atasnya. Sedangkan Wira, sudah tidak dapat berkata-kata. Hanya sepasang netranya yang telah dipenuhi cairan bening, menyadari segalanya.
Dalam keadaan masih tak percaya, laki-laki itu menatap dalam-dalam wajah wanita yang kini berada di bawah kuasanya. Alviana Andini, seorang wanita muda berstatus istri yang selama ini teramat dibencinya, wanita yang selalu dihina dan dimaki dengan tuduhan wanita murahan nyatanya masih suci. Via sama sekali belum pernah terjamah sebelumnya, dan Wira adalah lelaki pertama yang menyentuhnya.
"Bagaimana mungkin, kau masih ... ?" tanya Wira dengan suara pelan. Ada sekelumit tanda tanya dalam benaknya, tentang Via yang benar-benar mengejutkan dirinya. Tiba-tiba ada perasaan bersalah yang teramat besar.
Bayang-bayang ucapan Aldi yang mengatakan pernah menghabiskan waktu semalaman bersama Via terngiang kembali, semua perkataan Aldi ternyata tidaklah benar. Dan juga beberapa kejadian lain yang membuat Wira menuduh Via sebagai seorang wanita penggoda. Wira pun mencoba mengurai maksud Aldi yang berkata buruk tentang Via. Dan yang diyakini Wira, sudah pasti Aldi masih menginginkan istrinya itu. Bisa jadi Aldi tahu bahwa Via masih gadis, begitu isi pikiran Wira.
Isak tangis Via masih terdengar di kamar itu, membuat Wira segera menggeser posisi dan memeluknya. Perlakuan kasar Wira benar-benar merobek harga dirinya.
"Bisakah kau jelaskan padaku semua ini? Bagaimana bisa kau masih utuh? Bukankah kau ..." Wira seolah tak sanggup melanjutkan pertanyaannya. Kini yang ada di dalam hatinya hanya rasa bersalah. "apa ini artinya Lyla bukan anak kandungmu?"
Via tidak menjawab pertanyaan itu, yang diinginkannya hanya segera keluar dari kamar itu. "To-tolong lepas-kan a-ku, Mas ..." lirihnya berusaha melepaskan tangan Wira yang melingkar di tubuhnya.
"Tidak, sebelum kau memberiku penjelasan."
Bukannya menjelaskan, tangis Via malah semakin menjadi. Wira pun berusaha menenangkannya dengan kembali memeluk tubuh istrinya itu.
"Maaf, aku khilaf," ujar Wira mengusap punggung polos Via.
Masih dengan sisa tangisannya yang tertahan, Via berkata, "Hanya karena Mas Wira berpikir aku wanita murahan, jadi Mas Wira memperlakukan aku seperti ini?" Suara Via terdengar tersendat-sendat, namun Wira masih dapat memahami dengan baik.
Via mendorong pelan tubuh Wira, lalu berusaha bangkit dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Rasa sakit di tubuhnya tak sebanding dengan sakit di hatinya. Wanita itu segera mengenakan kembali pakaiannya yang ditarik paksa oleh Wira, hingga sobek di beberapa bagian.
Dengan langkah terseok-seok, Via keluar dari kamar itu. Sementara Wira segera meraih jubah tidurnya, dan menyusul Via yang sudah menuruni tangga.
"Via, tunggu!" ucap Wira mempercepat langkahnya. Ia berusaha meraih tubuh Via dan memeluknya dari belakang, kemudian berbisik, "maafkan aku ... ayo, kita bicara dulu," ujarnya sembari mengeratkan pelukan. Ia membalikkan tubuh Via dan memeluknya kembali. Untuk pertama kalinya, Wira bersikap lembut pada istrinya itu.
"Aku bersalah, Via. Aku sudah menuduh mu yang bukan-bukan." Tangan Wira mengusap dengan lembut rambut panjang Via. Namun, seakan ucapan itu tidak ada artinya bagi Via. Ia hanya diam membisu, dengan sisa-sisa tangisannya.
Sesaat kemudian, terdengarlah suara tangisan Lyla yang berasal dari kamar belakang.
"Bunda ..." panggilnya diiringi suara tangisan.
Via segera melepaskan pelukan Wira dan melangkah menuju kamar belakang dimana putri kecilnya berada. Saat tiba di depan kamar, wanita itu membenarkan kembali pakaiannya, memastikan penampilannya tidak berantakan di hadapan Lyla, lalu mengusap air matanya agar Lyla tak melihat.
Via kemudian melangkah masuk ke ruangan pengap dan sempit itu. Kedua bola matanya berkeliling mencari sosok Lyla yang tak terlihat di pembaringan. Suara Isak tangis Lyla yang berasal dari sudut ruangan membuat Via segera mendekat, saat meyakini Lyla sedang bersembunyi di sisi lemari.
Dan benar, Lyla ada di sana dengan posisi telungkup. Via pun segera meraih tubuh gadis kecil itu. "Sayang, kenapa?" tanyanya lembut, sambil membawa Lyla ke pangkuannya. Sebisa mungkin, Via berusaha tersenyum, sambil mengusap wajah mungil itu.
"Lyla takut, Bunda," jawabnya dengan suara tersendat-sendat.
"Takut kenapa, Nak! Kan sudah ada Bunda di sini ..." Via mengecup kening anaknya, lalu memeluknya erat.
"Bunda, Lyla mau pulang ke panti. Lyla tidak mau tinggal di sini. Om Wila jahat sama Bunda," jawaban Lyla membuat Via terdiam.
Apa jangan-jangan Lyla melihat apa yang dilakukan Mas Wira padaku barusan...
Wanita itu berusaha menyembunyikan air matanya. "Om Wira tidak jahat sama Bunda. Memang Lyla lihat apa?"
Lyla mendongakkan kepalanya, menatap bundanya dengan raut wajah yang jelas terlihat sedih. "Tadi Lyla liat Om Wila dolong-dolong Bunda di tangga. Teyuss Bunda jatuh."
Mendengar jawaban Lyla membuat Via bernapas lega, setidaknya gadis kecil itu tidak melihat apa yang dilakukan Wira padanya di dalam kamar. "Tidak, Sayang ... Om Wira sedang sakit, makanya tidak sengaja dorong Bunda."
"Lyla juga liat, Om Wila malahin Bunda," lirihnya menahan tangis. "Ayo Bunda, kita pulang ke panti ajah. Lyla tidak syuka Om Wila. Om Wila jahat dan galak." Menarik-narik ujung pakaian Bundanya, memohon agar mau kembali ke panti.
Via kembali memeluk Lyla dan mengecup pucuk kepalanya. Tangannya bahkan masih gemetaran akibat pemaksaan yang dilakukan Wira padanya. Ibu dan anak itu pun saling memeluk. Menangisi kesedihannya masing-masing.
Tanpa mereka sadari, Wira sejak tadi berada di depan pintu, mendengarkan pembicaraan dua orang di dalam sana. Dan tanpa terasa, air matanya mengalir begitu saja. Ia teringat semua perbuatannya pada Via dan Lyla. Betapa Wira begitu membenci Via dengan sebuah alasan yang ternyata tidak benar adanya. Pun dengan kekerasan hatinya pada si kecil Lyla.
Wira kembali meneliti setiap sudut kamar itu. Sebuah ruangan bekas yang sama sekali tidak layak. Hanya ada sebuah lemari dan kasur usang di dalam sana. Ingin rasanya Wira masuk ke kamar itu dan memeluk Via dan Lyla, serta memohon maaf atas perbuatan buruknya selama ini.
Bagaimana aku bisa sekejam ini pada mereka? Aku membuat mereka tidur di kamar ini. Via ... Aku sudah menyia-nyiakan istri sebaik dirinya. Betapa lembutnya dia. Lyla bahkan bukan anaknya, tapi dia memperlakukan Lyla seperti anaknya sendiri.
Setelah beberapa saat berada di depan kamar itu, Wira kembali ke kamarnya di lantai atas. Tatapan matanya tertuju pada tempat tidur yang berantakan itu. Ia duduk di sana. Penglihatannya menangkap bercak darah Via yang tertinggal di sana.
Aku sudah salah menilai Via. Ivan benar, Via wanita baik-baik. Apa jangan-jangan ayah membelinya dari Marco untuk melindunginya? Tapi kenapa dia sampai masuk ke dunia hitam itu?
*****
tp ntar mau baca ulang lagi 😁😁
lubang yang salah 😆😆😆😆😆😆
banyak mengandung bawang 😭😭😭😭