Aura Mejalani hubungan dengan kekasihnya selama dua tahun, dan mereka sudah merencanakan sebuah pertunangan, namun siapa sangka jika Aura justru melihat sang kekasih sedang berciuman di bandara dengan sahabatnya sendiri. Aura yang marah memiliki dendam, gadis 23 tahun itu memilih menggunakan calon ayah mertuanya untuk membalaskan dendamnya. Lalu apakah Aura akan terjebak dengan permainannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al-Humaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Setelah lebih dari satu minggu, aktifitas kembali berjalan seperti biasa. Tapi tidak dengan sepasang pengantin baru yang selalu ingin berdempetan terus. Rasanya tidak ingin jauh-jauh meskipun hanya sedetik saja.
Pagi ini Aura tidak berangkat sendiri, ada suami yang selalu siap siaga menemaninya. Awalnya Haikal ingin membawa Aura langsung ke kantor pusat, namun wanitanya meminta lebih dulu di antar ke kantor tempatnya bekerja, selain mengambil barang-barang pentingnya, Aura juga ingin berpamitan dengan rekan-rekannya.
"Memangnya kamu masih mau bertemu dengan-"
"Lisa." Sambar Aura, karena Haikal seperti enggan menyebut nama wanita itu. Dan Haikal hanya mengangguk.
Aura hanya mengangkat kedua bahunya, "Aku kan memang bekerja disana, bukanya ingin bertemu Lisa. Aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan saja." Tukas Aura memang seperti itu.
Karena selama beberapa tahun dirinya sudah menjadi bagian di perusahaan itu, dan Aura pasti punya banyak kenangan di sana. Sahabat, rekan kerja dan atasan yang selama ini juga baik padanya. Rasanya Aura begitu berat meninggalkan pekerjaan yang sangat ia sukai, tapi mau bagaimana lagi suaminya sudah menurunkan surat perintah.
"Apa kamu perlu membuat pesta perpisahan?" Tanya Haikal sambil menatap lurus kejalan, pagi seperti biasa jalanan sedikit macet di saat jam aktivitas kantor seperti ini.
Aura langsung menggeleng menolak, "Tidak, aku rasa itu terlalu berlebihan. Karena di sana aku juga tidak kenal dekat dengan mereka." Ucap Aura memberi tahu.
Haikal mengangguk saja, hingga mobilnya memasuki parkiran perusahaan miliknya yang dikelola Enggar sahabatnya.
Mobil Haikal berhenti di parkiran khusus, pria itu lebih dulu keluar dan membantu membukakan pintu untuk sang istri.
"Terima kasih sayang," ucap Aura dengan senyum manisnya.
Haikal membalas senyum manis Aura sambil mengulurkan tangannya.
Dan keduanya berjalan beriringan menuju lift khusus untuk membawa mereka menuju ruangan Aura dulu.
Didalam lift hanya mereka berdua, seperti biasa Haikal selalu menempel seperti lem prangko yang begitu lekat.
Dipeluknya tubuh sang istri dari belakang, menghirup aroma wangi yang menguar dari rambut sang istri membuat Haikal merasa tenang.
"Mas, lepas! Nanti ada yang lihat!" Aura mencoba melepaskan tangan suaminya yang memeluk pinggangnya.
"Biarin, paling-paling mereka yang malu."
"Ish.." Aura mencubit gemas lengan suaminya, "Kamu yang tidak tahu malu Mas!" Kesal Aura dengan bibir mengerucut sebal.
Haikal tak peduli, dia masih pada posisi semula tak melepaskan rengkuhannya.
"Hanya memeluk tubuhmu seperti ini, adik kecilku sudah meronta-ronta sayang," bisik Haikal dengan seringai kecil melihat wajah Aura yang semakin cemberut.
Meskipun berada dibelakang tubuh Aura, tapi pantulan keduanya terlihat nyata di dinding besi itu.
"Dasar, burung tidak tahu malu!" Kesal Aura.
Ting
Pintu lift terbuka, Aura lebih dulu keluar saat tangan Haikal melepaskan pelukannya. Di lantai itu tidak ada siapa-siapa, karena memang hanya ada ruangan Aura dan Enggar.
Haikal hanya mengikuti dibelakang sang istri, yang justru menatap lekuk tubuh istrinya yang sangat menggoda. Padahal Aura memakai pakaian sopan, celana kulot dan atasan blues. Tapi dasar otak Haikal saja yang kelewat mesum.
Aura belok kemeja kerjanya, sedikit megambil barang yang penting, seperti foto dan beberapa barang lainya.
"Hanya ini?" Tanya Haikal sambil mengangkat bingkai foto kecil Aura.
"Hu'um." Aura mengangguk.
"Cantik," katanya sambil menatap foto dan bergantian menatap wajah Aura.
"Kalau ngak cantik, pasti kamu ngak mau Mas." ucap Aura sambil memanyunkan bibirnya.
"Hu'um, kamu memang sudah cantik sejak kecil, makanya Mas, pengen miliki kamu."
Baru akan membuka mulutnya untuk menjawab, tiba-tiba ruangan Enggar terbuka dan munculah sosok pria tinggi yang juga terkejut.
"Loh, kalian ada di sini?" Tanya Enggar sambil menghampiri keduanya.
"Pagi pak," sapa Aura dengan sopan seperti biasanya.
"Jangan formal begitu Aura, kamu ngak lihat wajah suamimu yang seperti ingin muntah." Ledek Enggar menatap Haikal dengan godaan.
Haikal hanya memutar kedua bola matanya malas, "Diamlah, ada yang ingin aku sampaikan." Ucap Haikal dengan tatapan serius.
"Em, Mas. Aku akan menemui teman-teman ku untuk salam perpisahan," Ucap Aura yang tak lain sedang meminta ijin.
"Hem, hati-hati dan hubungi aku jika terjadi kekacauan." Pesan Haikal.
Bahkan pria itu gak malu mencium kening Aura didepan Enggar.
"Cih, dasar penganten baru." Kesal Enggar yang melihat keromantisan mereka.
Haikal hanya menunjukan wajah datar, namun lain dengan Aura yang justru merasa malu.
Aura memilih pergi dari pada harus mendapatkan hal berbau sentuhan intim dengan suaminya, yang ada dia justru merasa malu sendiri.
"Sudahlah ayo!" Haikal masuk lebih dulu keruangan Enggar, di susul dengan Enggar yang mengekor dibelakangnya.
"Ada apa? Sepetinya ada yang penting?" Tanya Haikal saat keduanya sudah duduk disofa.
"Aku akan membawa Aura ke kantor ku, Ayu cuti dan aku menyuruh Aura untuk menggantikannya.
"Kau gila!" Pekik Enggar tak percaya.
"Jika dia kau bawa, lalu aku!" Enggar menunjuk dirinya sendiri. "Kau tahu dia sangat membantuku disini, dia sangat cekatan dan pintar. Enak saja kau ingin membawanya begitu saja." Gerutu Enggar dengan wajah kesal.
"Kau jangan lupa, jika aku berhak memutuskan apa yang aku inginkan, jika kamu tidak suka kamu boleh -"
"Mengundurkan diri!" Pekik Enggar geram. "Basii!" Ketus Enggar yang sepertinya enggan untuk mendapatkan sekertaris baru.
"Kau tidak butuh pendapat mu, aku hanya mengatakan apa yang ingin kesampaikan." Ucap Haikal dengan santai.
Enggar mendengus sebal, "Carikan pengganti Aura lebih dulu, maka aku akan melepaskannya."
"Aku tidak butuh negosiasi." Ucap Haikal tegas.
*
*
Aura keluar dari lift, wanita itu sempat menjadi pusat pergantian saat berjalan di lorong menuju tempat rekannya bekerja.
"Pagi Sandra," Sapa Aura saat sudah sampai di depan meja rekannya.
Wanita yang namanya di panggil mendongak dan matanya membulat sempurna karena melihat wajah Aura di depannya.
"Ya ampun Aura!"
Pekikan Sandra sukses membuat beberapa orang yang ada di kubikel itu mendongak, dan mereka cukup terkejut melihat Aura mendatangi divisi mereka.
Aura tersenyum ramah, wanita itu tampak begitu cantik setiap harinya.
"Kamu tumben turun kesini? Ada apa? Apa kamu punya banyak waktu senggang sampai bisa keluyuran disaat jam kerja?" Tanya Wulan banyak sekali.
Aura masih tersenyum, matanya mengedar keseluruhan ruangan itu, dimana orang-orang di sana melanjutkannya pekerjanya. Tanpa merasa terganggu dengan kedatanganya. Ya, semua karena mereka berpikir jika Aura adalah karyawan biasa seperti mereka.
"Tidak juga, aku hanya ingin mengatakan kalau aku dipindahkan di kantor pusat, jadi-"
"Apa!" Sandra mewakili keterkejutan mereka semua, namun tak banyak mereka juga menanti penjelasan Aura.
"Aku hanya sementara menggantikan sekertaris Tuan Haikal yang sedang cuti saja." Terangnya tanpa ada yang ditutupi.
"Eh, tapi kemarin ada wanita yang mencari Tuan Haikal sampai kesini, tapi aku tidak tahu siapa dia."
Aura menaikkan alisnya sebelah, tampak berpikir.
'Siapa? Apa itu Vera?' Batin Aura merasa kesal.