Cantik paripurna dan terlahir dari keluarga kaya raya. Siapa yang tidak kenal Biru, sang gadis impian banyak kaum adam. Tabiatnya yang agak "berandal" membuat keluarganya pusing menghadapinya. Biru sudah menentukan kekasih hatinya dan siapapun tak bisa menentangnya. Karena perangainya yang kurang tertata, Biru banyak menghadapi banyak masalah di hidupnya. Hingga akhirnya keluarga memutuskan untuk menyewa seorang bodyguard untuk Biru. Awalnya Biru menolak karena dia merasa tidak akan sebebas dulu. Hanya saja akhirnya dia sedikit melunak dan mengajukan syarat, yaitu bodyguardnya tidak boleh tampan karena suatu alasan. Lantas bagaimana pertemuan Biru dengan bodyguard pilihan keluarga? lalu bagaimana kebebasannya setelah mendapatkan bodyguard?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Akikaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lets Free....
Biru yang sudah mendapatkan izin keluar dari Bundanya pun nampak bahagia, dia memakai baju seadanya dan menyembunyikan baju ganti di dalam tasnya. Jika saja Bundanya tahu dia party dengan memakai baju yang telah dia siapkan, maka akan bisa dipastikan izin itu akan dicabut begitu saja oleh Bundanya.
Biru telah selesai berkemas, bahkan dia punya rencana untuk merias wajahnya di dalam mobil saja.
“Yey…party….!” Teriak Biru, rasanya seperti makhluk yang keluar dari kandangnya, merasa bebas.
“Mari kitaaaa berangkat,!” Biru kembali berteriak sambil mengepalkan kedua tangannya. Segera dia membuka pintu kamarnya dan menuruni anak tangga. Waktu menunjukkan pukul 7 malam.
Rumah nampak lengang, karena Bunda dan Papanya baru saja selesai makan malam, dan seperti biasa mereka akan ngobrol di ruang keluarga, kalau nggak gitu berada di taman samping rumah. Biru sengaja tidak menemui mereka, karena dia merasa sudah berpamitan dengan bundanya sore tadi. Aman terkendali.
“Yok berangkat,” teriak Biru sambil membuka pintu mobilnya. Dipa dan Pak Budi yang sedang ngobrol ringan pun harus menghentikan pembicaraan mereka berdua saat pintu mobil terdengar menutup. Tandanya Biru sudah duduk manis di kursinya.
“Buruuuan,” ujar Pak Budi memberikan perintah kepada Dipa agar segera menuju mobil.
“Iya Pak,”
“Hati-hati.”
“Siap,” jawab Dipa seraya berjalan ke arah mobil, tangan kanannya membuka pintu mobil tersebut. Biru nampak menyenderkan tubuhnya sambil memainkan ponselnya. Dipa menatap Biru agak heran, katanya akan berangkat ke pesta ulang tahun temannya, tapi tumben Biru mengenakan pakaian yang santai.
“Kenapa lo lihatin gue,?” ujar Biru yang membuyarkan pandangan Dipa. “Gue bawa baju ganti nih,” Biru menunjukkan tas yang berisi baju gantinya. Dipa tidak menjawab, tangannya memegang sabuk pengaman dan memakainya dengan benar. Tanpa menunggu lama, mobil pun melaju.
“Kalau ada POM terdekat, belok sana,” perintah Biru.
Dipa mengernyitkan dahinya, karena bahan bakar mobilnya masih full.
“Gue mau ganti baju sekaligus mau make up,” sebelum timbul pertanyaan dari Dipa kepadanya. Dipa menghela nafas, Biru memang totalitas. Bahkan untuk pergi ke pesta pun dia harus membohongi kedua orang tua dulu.
Dipa membelokkan mobil di pom pengisian bahan bakar, Biru bergegas turun sambil membawa tas berisi baju ganti dan peralatan make up nya. Dipa pun ikut turun untuk mengawal Biru, karena terlihat ada banyak orang di kawasan ini.
Terdengar deru motor yang memekakkan telinga, Biru yang berjalan santai tak menghiraukan datangnya motor dari arah samping dia berjalan. Dipa bergegas berlari ke arah Biru dan memeluknya, menyelamatkan Biru dari motor yang hampir saja menabraknya.
Dipa dengan sigap memeluk Biru, mereka berdua terjatuh. Hanya saja Biru berada di posisi aman dalam pelukan Dipa, sedangkan Dipa yang menggunakan siku dan lengannya menahan beban tubuhnya pun sedikit tergores.
Suasanya menjadi ramai, mereka berdua menjadi pusat perhatian para pengunjung di pom pengisian bahan bakar tersebut.
“Kalian tidak apa-apa,?” tanya seorang bapak-bapak yang berlari kecil menghampiri mereka. Biru yang merasa semua serba mendadak itu masih terlihat kaget, dia masih berada dalam pelukan Dipa.
“Nona tidak apa-apa,?” tanya Dipa mengkhawatirkan keadaan Biru. Biru yang sekejab ingat bahwa dia berada di pelukan Dipa pun bergegas bangun, menjauhkan tubuhnya dari Dipa.
Biru mengerjab, seseorang menolong dengan memberikan tas berisi pakaian yang tadi sempat lepas dari genggamannya. Dipa pun ikut bangun dan menepuk tangannya, membersihkan dari debu. Terlihat sikunya berdarah karena gesekan dengan tanah yang teraspal di sana.
“Terima kasih, kami tidak apa-apa,” ujar Biru pada banyak orang yang mengerumuni mereka. Biru membungkukkan badan dan meninggalkan kerumunan. Dipa yang melihat Biru pun akhirnya membungkukkan badan juga pada orang-orang dan menyatakan bahwa dia baik-baik saja meskipun ada luka di sikunya.
Sedangkan orang yang hampir menabrak Biru tadi kabur entah kemana, karena memang keadaannya sedikit oleng, mabuk minuman keras.
Biru mengganti pakaiannya dengan pakaian yang terbuka, atasan tanpa lengan dan celana di atas lutut, semua serba hitam.
Karena sudah mahir berdandan, tidak membutuhkan waktu lama dia selesai bermake up dan berganti baju. Biru memperhatikan dirinya di depan cermin. Untung saja Dipa dengan sigap menangkapnya tadi, andai saja tidak, maka bisa dipastikan dia akan gagal ke pesta malam ini. Bisa-bisa dia akan berada di rumah sakit.
Dipa sudah berada di dalam mobil sambil menunggu Biru kembali, karena dirasa situasi aman dia
menunggu di sana sambil membersihkan luka di sikunya yang berdarah. Untuk pertolongan pertama, Dipa hanya membersihkan dengan tisu saja, karena adanya hanya itu.
Biru membuka pintu mobil dan meletakkan tasnya begitu saja di sampingnya. Biru kembali menutup pintu mobilnya dan mengambil ponsel, mengecek apakah teman-temannya sudah berada di tempat atau belum.
Dipa segera menyalakan mobil dan kembali mengemudi. Sekilas Biru memperhatikan luka yang ada di siku Dipa bagian kiri. Rasanya gengsii dia mengucapkan terima kasih karena sudah diselamatkan oleh Dipa.
Ah kan memang itu kerjaan dia. Gumamnya dalam hati. Biru kembali asyik dengan ponselnya, dan sesekali
tersenyum membaca pesan dari Mario yang katanya sudah tidak sabar menunggu kedatangannya.
“Ini ada obat merah untuk mengobati luka lo,” Biru memberikan sebuah kotak kecil kepada Dipa saat mereka sudah tiba di area parkir hotel. Dipa menerima kotak tersebut yang entah diletakkan di mana oleh Biru.
“Terima kasih nona,”
“Gue masuk dulu, kalau bisa lo nggak usah masuk,” ketusnya, Biru merasa diawasi jika ada Dipa. Dia merasa tidak bebas melakukan apapun. Pokoknya tidak menyenangkan jika ada Dipa, terlebih saat dia bersama Mario.
Dipa tak bergeming, dia sedang membersihkan lukanya dengan cairan pembersih luka, kemudian memberikannya obat merah sebelum membebatnya dengan plester luka berwarna coklat. Sedangkan Biru sudah masuk ke area pesta dengan bahagianya.
“Hoyy…,” Lukas melambaikan tangan pada Biru yang nampak sangat cantik dan seksi itu. Lalu mereka saling tos.
“Selamat berkurang umur lo,” seru Biru dengan tawa menghiasi wajahnya.
“Lo cantik banget, makanya Mario sampai nggak bisa berpaling dari lo,” puji Lukas.
“Bisa aja gombalan lo,”
“Serius Bi,” Lukas mengerlingkan matanya.
“Eh Mario mana,?” tanya Biru sambil mengedarkan pandangannya, Karena dia tahu Mario sudah tiba di sini, dia mendapatkan pesan dari Mario tadi.
“Ada, tadi lagi ketemu sama temen lama, tungguin aja sini sambil minum, gue tinggal dulu ya Bi, enjoy…,” Lukas mengangkat gelas minumannya disambut anggukan kepala dari Biru. Biru duduk di sebuah kursi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti alunan lagu yang menghentak.
Mario datang membawa 2 gelas minuman, dia mendekati Biru yang tengah asyik bertepuk tangan ringan sambil menggoyangkan kepalanya.
“Eh beb,” ujar Biru sumringah saat melihat pujaan hatinya menghampirinya.
“Minum,” Mario menawarkan minumannya, dengan senang hati Biru menerima minuman tersebut.
Bruuuuuk……Pyaaar….
Tiba-tiba ada seseorang yang menabrak tangan Biru hingga gelas berisi minuman tersebut jatuh berantakan di lantai. Biru nampak kaget, begitu juga dengan Mario.
“Sialan…,” umpat Mario. Biru menatap orang tersebut dengan mata membulat.
“Maaf, gue nggak sengaja,” ujar orang tersebut sambil membungkukkan badan ke arah Biru dan Mario.
“Haashhh,” ujar Mario lalu menarik tangan Biru dan berlalu meninggalkan orang tersebut serta satu gelas yang masih dia pegang tadi, hatinya dongkol. Sedangkan orang tersebut tersenyum senang dengan apa yang dilakukannya.
Terima kasih sudah membaca, tolong bantu like ya...gratis kok. hehe. Biar karya ini bisa naik....thanks you....