Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 02
***
Beberapa waktu sebelum ijab kabul.
Pagi itu Safira tengah serius memeriksa setiap detail persiapan pernikahan bosnya, agar berjalan lancar dan tidak mengalami kendala. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh kedatangan Bastian. Safira mengernyit melihat wajah kusut dan penampilan bosnya yang tampak kacau.
"Safira, aku butuh bantuanmu. Tolong, ikut aku sebentar," titah Bastian.
"Baik, Tuan." Safira mengangguk, lalu mengikuti langkah Bastian menuju salah satu ruangan, di mana ternyata keluarga besarnya telah berkumpul, guna membahas calon pengantin pengganti untuk Bastian.
"Aku sudah memutuskan Safira lah, yang akan menjadi istri pengganti untukku," ucap Bastian tanpa keraguan dan tangannya langsung menggenggam tangan Safira serta menautkan jemari mereka.
Safira terkesiap dengan mata membelalak, mendengar ucapan tersebut, dan melayangkan protes.
"Tapi, Tuan! Kita..." Perkataan Safira langsung terpotong oleh Bastian.
"Safira Maharani, menikahlah denganku! Kumohon, tolonglah aku!" ucap Bastian Arya Winata dengan wajah sendu, memohon pada Safira sekretarisnya agar mau menjadi pengantin pengganti untuknya.
"Maaf, Tuan. Tapi kita tidak saling mencintai. Bagaimana mungkin Anda menikah dengan saya?" sahut Safira berkelit.
"Benar, Nak! Ini sangat mendesak dan Farah tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Saya mohon, menikahlah dengan putra saya Bastian! Saya yakin kamu adalah gadis yang baik, dan cinta itu pasti akan datang seiring berjalannya waktu," timpal tuan Gustav Arya Winata ayah Bastian.
"Pi...! Mami tidak setuju! Memangnya tidak ada gadis lain yang lebih baik? Dia itu hanya gadis kampung yang miskin, pasti hanya akan mengincar harta kita saja," protes Nyonya Hanum ibunda Bastian, dengan tanpa perasaan.
"Maaf, Nyonya. Saya memang gadis kampung yang miskin, tapi saya bukanlah orang yang seperti Anda tuduhkan," sahut Safira sopan berusaha menekan emosinya.
"Mami setuju atau tidak, aku akan tetap menikahi Safira! Hanya dia yang pantas mendampingiku. Aku sudah mengenalnya, dan tahu bagaimana dirinya," tegas Bastian.
Pria itu lantas melepaskan genggaman jemarinya dan berjongkok dengan kedua lutut tertekuk di lantai seraya menangkupkan kedua telapak tangannya.
"Aku Bastian Arya Winata, dengan kesungguhan hati memintamu, Safira Maharani. Menikahlah denganku dan jangan menolakku! Tolong, selamatkan keluargaku dari rasa malu ini!"
Semua kerabat yang berada di dalam ruangan itu terdiam, menyaksikan apa yang Bastian lakukan, menjadikan suasana terasa hening dan penuh ketegangan.
Belum sempat Safira mengemukakan pendapatnya, Nyonya Hanum langsung menentang dan memberikan tatapan menghunus pada gadis yang dianggapnya tidak sepadan dengan keluarga mereka yang berdarah biru.
"Apa-apaan kamu, Bastian! Mami tetap tidak setuju...! Dari sekian banyak gadis, kenapa kamu justru memilihnya? Dia hanyalah wanita miskin dan tidak sederajat dengan kita!" Nyonya Hanum tetap kekeuh menentang keputusan Bastian.
Namun, Bastian tidak mau kalah, ini adalah hidupnya, dan mungkin inilah saatnya dia harus bersikap egois. "Keputusanku sudah bulat, dan aku akan tetap menikah dengan Safira!"
***
Safira meremat dadanya dengan kuat, berharap bisa mengurai rasa sesak yang seakan menumpuk dalam rongga dadanya. Setetes airmata lolos dari mata indahnya.
"Ingat Fira, dirimu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI. Kamu harus membentengi hatimu, agar jangan pernah kamu berikan seutuhnya pada pria yang belum tentu akan menjadi jodohmu selamanya!" Safira mendoktrin dirinya sendiri
Ini adalah kedua kalinya ia mendapatkan penolakan bahkan penghinaan dari keluarga yang berbeda, hanya karena dirinya yatim piatu. Dan luka itu belumlah kering sepenuhnya, tetapi kini seolah tersiram dengan air garam. Terasa pedih juga sangat menyakitkan.
"Jangan pernah kamu berharap lebih, jika tidak ingin tersakiti. Kamu hanya cukup menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri yang baik, dan jangan pernah menuntut apapun. Ingatlah posisimu di mana, Safira!" Sambil memeluk dirinya sendiri, Safira menatap nanar bayangannya di cermin.
Dia pun kembali teringat akan perkataan Nyonya Hanum yang sampai kapanpun tidak akan menganggap dirinya sebagai menantu. Safira menghela nafasnya dalam-dalam, dan membuangnya kasar, ditepuk-tepuk dadanya pelan mencoba melepaskan beban mental yang terasa sangat menekan jiwanya.
Dilepasnya mahkota kecil yang menghiasi kepalanya lalu membuka hijabnya. Diambilnya handuk dan piyama dari dalam tas, entah siapa yang sudah membawanya ke kamar itu. Kemudian ia bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tak membutuhkan waktu lama Safira keluar dari kamar mandi. Kini dia berniat untuk menunaikan sholat yang tadi belum sempat dia tunaikan. Selepas sholat, Safira kembali duduk di depan cermin, membersihkan wajahnya dari sisa make up, lalu mengoleskan serum dan krem malam di wajahnya.
Safira kemudian mendekat ke arah sofa yang berada di pojok kamar, dan merebahkan tubuhnya di sana. Sekejap saja dirinya sudah terlelap dalam mimpi, entah mimpi buruk ataukah mimpi indah.
***
Sementara itu, Bastian duduk termenung sendirian di roof top hotel dengan sebatang nikotin sebagai teman melamunnya. Teman-teman dan juga rekanan bisnisnya sudah meninggalkan acara sejak tadi.
"Apa yang kau lakukan di sini Bastian, kenapa tidak ke kamar dan menemani istrimu?" tanya Tuan Gustav Arya Winata yang tiba-tiba datang.
Pria paruh baya itu diam-diam mengamati setiap gerak-gerik putra semata wayangnya.
"Oh, Papi. Aku lagi ingin sendiri, Pi," jawab Bastian tanpa menoleh. Matanya menatap langit malam yang hanya ada cahaya redup sang rembulan, dengan pandangan menerawang jauh.
"Adakah yang mengganggu pikiranmu, Bas?" tanya sang ayah dengan hati-hati.
Bastian menarik napas berat, lalu menggeleng pelan. "Entahlah, Pi. Aku khawatir jika Mami akan melakukan sesuatu di luar kendali, melihat sikapnya yang begitu keras menolak Safira."
"Untuk urusan mamimu, biar Papi yang menangani. Kamu cukup fokus pada keluarga kecilmu. Kalau bisa jauhkan dia dari jangkauan mamimu dan bangunlah istanamu sendiri," kata Tuan Gustav.
"Mengenai Farah, Papi sudah mengerahkan orang-orang kepercayaan papi untuk mencari keberadaannya, dan membawanya pulang," sambungnya kemudian.
"Lalu bagaimana nasib Safira nantinya, Pi? Apa dia harus menjadi korban, hanya karena keegoisan kita? Aku tidak sanggup, Pi. Dia gadis yang baik, dan aku...aku tak sanggup jika harus menyakitinya." Bastian berkata dengan suara bergetar seakan ada sesuatu yang tersembunyi di dasar hatinya.
"Papi tahu, maka dari itu segeralah kembali ke kamar kalian, kasihan istrimu sendirian!" perintah Tuan Gustav.
"Baiklah, kalau begitu aku ke kamar dulu. Selamat malam, Pi." Bastian segera berlalu.
Tuan Gustav menatap putranya sambil tersenyum penuh arti, seolah mengetahui apa yang dirasakan putranya saat ini. "Papi tahu kamu mencintai sekretarismu itu, Bas. Makanya kamu begitu bersikeras menggunakan kesempatan ini untuk menikahinya."
***
Setiba di kamar, Bastian melihat Safira telah tertidur pulas di sofa. Didekati sekretarisnya itu yang sekarang telah sah menjadi istrinya.
"Maafkan aku Fira, kamu adalah gadis yang baik. Sebenarnya aku tidak tega menarikmu dalam masalah ini. Tapi aku pun tidak mau sembarangan menikahi wanita lain yang aku tidak mengenalnya." Bastian menatap wajah damai Safira yang ada di hadapannya.
"Ketahuilah, Fira. Bahwa selama ini diam-diam aku sangat mengagumimu. Aku merasakan jantungku berdebar kencang saat berada di dekatmu dan sering merasa salah tingkah. Mungkin tanpa kusadari aku telah jatuh pada pesonamu. Perasaan itu begitu kuat mengikatku, dan aku tak bisa berpaling darimu. Aku benar-benar telah jatuh cinta padamu, Fira," sambungnya.
Perlahan dengan tangan gemetar, Bastian memberanikan diri membuka handuk kecil yang membelit rambut Safira.
"MasyaAllah...!" Bastian begitu terpesona pada keindahan yang ada di depan matanya.
***
Bersambung...
*
*
*
Sekali lagi pembaca yang budiman,,,
TOLONG...JIKA TIDAK SUKA CUKUP TINGGALKAN...
PLEASE...!!! JANGAN MENINGGALKAN JEJAK JELEK, YANG MEMBUAT AUTHOR MERASA DOWN.
Berkarya tidaklah mudah, jadi author sangat berterima kasih atas pengertiannya...🙏🙏🙏