Hutang budi membuat Aisyah terpaksa menerima permohonan majikan sang ayah. Dia bersedia meminjamkan rahimnya untuk melahirkan anak Satria dengan Zahra melalui proses bayi tabung.
Satria terpaksa melakukan hal itu karena dia tidak mau menceraikan Zahra, seperti yang Narandra minta.
Akhirnya Narandra pun setuju dengan cara tersebut, tapi dengan syarat jika kesempatan terakhir yang dia berikan ini gagal, maka Satria harus menikahi Gladis dan menceraikan Zahra.
Gladis adalah anak dari Herlina, adik tiri Narandra yang selalu berhasil menghasut dan sejak dulu ingin menguasai harta milik Narandra.
Apakah usaha Satria dan Zahra akan berhasil untuk mendapatkan anak dengan cara melakukan program bayi tabung?
Yuk ikuti terus ceritaku ya dan jangan lupa berkarya tidaklah mudah, jadi kami para penulis mohon dukungannya. Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia Fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20. MENGEMBALIKAN MOOD UNTUK MENGHINDARI DOSA
Satria menarik nafas dalam, sebenarnya dia sejak tadi merasa tidak nyaman ngobrol dengan Zahra. Satria merasa malu dan merasa seperti seorang pencuri yang takut ketahuan Zahra. Padahal pernikahannya dengan Aisyah terjadi karena kemauan istrinya itu.
Aisyah yang sempat mendengar jika orang yang menelepon tadi adalah Zahra, segera bergegas mandi.
Dia yakin jika Satria tidak akan meneruskan permainan panas mereka.
Aisyah sudah mengenakan handuknya dan siap untuk keluar, tapi langkahnya terhenti saat Satria masuk dan tiba-tiba langsung menghujaninya dengan ciuman.
Meski hasrat Satria sudah tidak menggebu seperti tadi, tapi Satria tidak ingin mengecewakan Aisyah.
Dia akan tetap melaksanakan kewajibannya, memberi nafkah batin yang sempat tertunda.
Satria tahu, jika tadi hasrat Aisyah juga hampir ke puncak, makanya dia berusaha mengembalikan mood agar ibadah suami istri bisa terlaksana seperti yang sama mereka harapkan.
Dosa, jika Satria mengabaikan hal itu, apalagi jika Aisyah masih berharap.
Akhirnya sentuhan dan ciuman lembut dari Satria berhasil membuat Aisyah kembali melayang. Lenguhan demi lenguhan terdengar keluar dari mulut Aisyah, hingga membuat Satria kembali bersemangat.
Kini Aisyah juga telah pandai memainkan perannya sebagai istri. Dia banyak belajar, searching untuk mengetahui bagaimana cara membuat suami ketagihan, khususnya dalam adegan ranjang.
Satria puas diperlakukan istimewa, dia merasa keperkasaannya memang sedang diinginkan oleh Aisyah.
Hasratnya makin menggebu dan tanpa mau ditunda lagi, senjatanya pun menghujam ke ladang pahala yang sama ingin mereka gapai.
Puncak kenikmatan pun sama mereka rasakan dan keduanya terkulai setelah beberapa kali pelepasan.
Satria menarik tubuh Aisyah ke dalam bathtub, dan mereka berendam air hangat yang telah ditetesi dengan minyak aromaterapi.
Sejenak mereka beristirahat, merilekskan tubuh, hingga tenaga pun kembali pulih.
Aisyah duduk dipangkuan Satria, hingga suaminya itu bebas menjelajahi area-area kesukaannya sembari memejamkan mata, menikmati kebersamaan mereka.
Tubuh Aisyah menggeliat saat merasakan sesuatu mengeras di bawah sana. Ternyata hasrat Satria kembali terpancing.
Satria meminta lagi, dan Aisyah pun tidak bisa menolak karena hasratnya juga terpancing akibat ulah sang suami yang tangannya terus bergerilya.
Permainan pun kembali di mulai dan kali ini mereka lakukan di dalam bathtub.
Keduanya berhasil saling mengimbangi hingga kepuasan pun sama-sama mereka rasakan.
Melihat Aisyah lelah, Satria membantunya mandi, lalu diapun kembali menggendong, membawanya ke tempat tidur, lalu menyelimuti tubuh indah sang istri.
Setelah mengenakan celana boxer, Satriapun ikut masuk ke dalam selimut dan akhirnya tertidur.
Senyum kepuasan tampak jelas di wajah keduanya dan merekapun tidur sambil berpelukan layaknya pengantin baru.
Rasa lelah membuat mereka terlelap hingga malam tiba. Satria terkejut, lalu buru-buru membangunkan Aisyah untuk melaksanakan ibadah maghrib yang hampir terlewat.
Keduanya pun melaksanakan ibadah meski telat, lalu Aisyah ke dapur untuk memanaskan makanan. Setelah itu merekapun makan malam hanya berduaan saja.
Aisyah dengan manja minta disuapin dan Satria pun tidak keberatan sama sekali. Momen-momen mesra berhasil Aisyah ciptakan dalam rumah tangganya.
Dia ingin benar-benar mengabdi dan menjadi kesayangan Satria meski hanya sesaat.
Aisyah hanya berharap, jika suatu saat mereka berpisah, Satria tidak akan pernah melupakan dirinya yang hanya singgah sesaat dalam pernikahan mereka.
Setelah selesai makan, keduanya menuju balkon, menyaksikan pemandangan sekitar, meski yang tampak hanya kegelapan dan kerlap kerlip lampu di kejauhan.
"Terimakasih Mas," ucap Aisyah tiba-tiba, sambil mengalungkan lengannya di leher Satria.
Keduanya saling tatap, berbicara cinta lewat mata, kemudian Satria pun berkata, "Aku juga berterima kasih Syah, kau telah menciptakan kebahagiaan demi kebahagiaan untuk ku," ucap Satria.
Kemesraan merekapun berakhir karena panggilan masuk dari Narandra.
Narandra meminta Satria untuk pulang, beliau ingin Satria membantu Gladis yang pulang dalam keadaan teler. di
Satria pun bergegas, mengajak Aisyah untuk ke rumah Narandra.
Dia yakin jika Gladis baru selesai pesta narkoba bersama teman-temannya.
Satria menelepon dokter keluarga agar cepat datang ke kediaman Narandra, sementara Satria dan Aisyah akan singgah sebentar ke apotik untuk membeli minyak kayu putih karena tiba-tiba saja Aisyah merasakan kepalanya pusing dan perutnya mual.
Setelah mendapatkan apa yang Aisyah mau, merekapun melanjutkan perjalanan ke rumah Narandra.
Dokterpun sudah tiba di sana, beliau sedang memeriksa kondisi Gladis.
Dokter menyarankan agar keluarga membawanya ke pusat terapi karena menurut pemeriksaan dokter, Gladis sudah sejak lama mengkonsumsi narkoba.
Narandra kaget, baru kali ini keturunan keluarga besar Narandra memakai obat-obatan terlarang itu.
Mendengar penjelasan dari dokter, kepala Narandra merasa sakit, dia memijatnya berulang-ulang hingga membuat Satria merasa khawatir.
"Papa nggak kenapa-kenapa kan? Dok, tolong periksa tensi Papa. Aku takut tekanan darahnya kembali naik."
"Baiklah Dek, nanti akan saya periksa setelah gadis ini tenang."
"Memangnya orangtua gadis ini kemana? kenapa tidak ada yang memperhatikannya, di saat kondisinya hampir overdosis seperti ini."
Mendengar hal itu, Narandra langsung menelepon Papa Gladis, dia sangat marah karena selama ini sang Papa telah mengabaikan Gladis.
Setelah itu Narandra menelepon Herlina, tapi hapenya malah tidak aktif.
Narandra kesal dan berkata, "Dasar orangtua tidak bertanggungjawab! Mereka akan menyesal jika telah kehilangan putrinya!"
Satria yang melihat kemarahan Narandra berusaha menenangkannya, dia tidak ingin sakit papanya kambuh lagi.
Dokter pun memeriksa kondisi Narandra dan benar saja tekanan darahnya naik drastis.
Setelah memberikan suntikan dan obat, dokterpun pamit. Beliau berpesan agar secepatnya membawa Gladis ke panti rehabilitasi.
Satria mengantar dokter keluar, lalu dia menanyakan di mana panti rehabilitasi yang bagus untuk pasien wanita seperti Gladis.
Dokter memberitahu dan mengirimkan alamatnya ke WhatsApp Satria. Dan Satria akan membawa Gladis besok pagi ke alamat yang dokter berikan.
Aisyah membantu Narandra, meminumkan obat, meski dirinya sendiri agak sempoyongan.
Kemudian Aisyah pun menyelimuti tubuh Gladis, lalu dia duduk agar tidak terjatuh.
Aisyah menduga dirinya pasti kelelahan karena aktivitas yang mereka lakukan tadi.
Satria kembali masuk dan kali ini dia memberikan ponselnya kepada Aisyah. Ternyata Zahra yang telepon dan ingin berbicara dengan Aisyah.
Aisyah pun meninggalkan kamar Gladis, dia menerima telepon di luar agar Papa Narandra tidak mendengar percakapan mereka.
Zahra yang melihat wajah Aisyah tampak pucat langsung bertanya, "Syah, kamu sakit?"
"Nggak kok Mbak, aku baik-baik saja."
"Tapi wajah mu pucat Sya?"
"Barangkali cuma kurang istirahat saja Mbak, karena belakangan banyak tugas kantor yang harus diselesaikan."
"Belum ada tanda-tandanya ya Syah?"
"Maksud Mbak?"
"Tanda-tanda jika kamu hamil? kalian sudah melakukannya kan?"
Aisyah merasa malu karena Zahra langsung mempertanyakan hal itu, tapi dia tidak bisa berbohong.
Akhirnya Aisyah pun mengangguk, lalu menjawab, "Belum Mbak."
"Oh, mudah-mudahan disegerakan ya Syah. Aku sudah tidak sabar ingin segera menggendongnya."
Hati Aisyah tiba-tiba terasa sakit, jika dia dalam waktu dekat diberi rezeki hamil, berarti harus segera bersiap. Menyiapkan hati untuk kehilangan.
Bersambung.....