NovelToon NovelToon
Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan / Summon
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Kang Sapu

"Urgh... k-kurang ajar! B-bajingan!" gumam Lingga lirih. Tubuhnya semakin lemas dan kesadarannya semakin memudar. "A-apa aku akan... mati?"
Seorang bartender muda yang bergumul dengan utang dan cinta buta bernama Lingga, mengira hidupnya sudah cukup kacau. Tapi, semuanya berubah drastis dalam satu malam yang kelam. Saat hendak menemui pacarnya, Lingga menjadi korban pembegalan brutal di sebuah jalanan yang sepi, membuatnya kehilangan motor, harta benda, dan akhirnya, nyawanya.
Namun, takdir punya rencana lain. Di ambang kematian, Lingga terseret oleh lingkaran cahaya misterius yang membawanya ke dunia lain, sebuah dunia asing penuh kekuatan magis, monster, dan kerajaan-kerajaan yang saling bertarung. Terbangun dengan kekuatan yang belum pernah ia miliki, Lingga harus mempelajari cara bertahan hidup di dunia baru ini, menghadapi ancaman mematikan, dan menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kang Sapu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

Lingga masih terguncang oleh pembicaraan mereka sebelumnya. Keheningan di ruang harta itu terasa berat ketika Salma tiba-tiba berkata, "Kita harus pergi dari sini, Lingga. Istana ini bukan tempat untukmu, terutama setelah apa yang terjadi denganmu."

Lingga mengangkat alisnya, masih bingung dengan saran tersebut. "Kabur? Maksudmu meninggalkan istana ini? Bagaimana caranya? Kau sendiri bilang istana ini seperti labirin."

Salma tersenyum tipis, matanya penuh dengan sesuatu yang Lingga tidak bisa pahami—mungkin keyakinan, atau mungkin kerahasiaan yang sudah ia pendam selama berabad-abad. "Aku tahu jalan keluarnya," ujarnya singkat.

Lingga terdiam sejenak, lalu memiringkan kepalanya dengan curiga. "Kau tahu jalan keluarnya? Kenapa baru sekarang kau memberitahuku?"

Salma mendekat, suaranya merendah, seperti sedang mengungkapkan rahasia besar. "Karena aku bertemu denganmu. Sekarang, kau harus percaya padaku."

Lingga menatapnya lama, mencoba menemukan kebohongan di balik mata Salma, tapi yang ia temukan hanyalah kesungguhan. Akhirnya, ia mengangguk. "Baiklah. Aku percaya padamu. Tapi bagaimana kita akan melewati penjaga dan para pengikutnya? Kadita tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja."

Salma tersenyum lagi, kali ini lebih misterius. "Kadita menganggap ruang harta ini adalah tempat teraman. Dia tidak pernah berpikir seseorang akan berani keluar dari sini melalui jalan belakang."

Lingga mengernyit. "Jalan belakang? Apa itu?"

"Ikut aku," jawab Salma, tanpa memberi penjelasan lebih lanjut. Ia menarik tangan Lingga dengan tiba-tiba, membimbingnya keluar dari ruang harta.

Namun, tanpa sepengetahuan Salma, Lingga mengarahkan ujung kantong semestanya ke arah ruang harta. Dalam sekejap, beberapa harta dan pusaka terserap masuk seiring Lingga yang berjalan menjauh. Dengan sigap, Lingga langsung menyimpan kantong semestanya setelah dirasa cukup menghisap beberapa harta dan pusaka.

"Kalau nurutin Salma, aku bisa miskin nanti kalau hidup di kota," batinnya dengan senyum licik.

Lingga mengikuti Salma melalui lorong-lorong gelap istana. Udara di sana dingin dan lembap, menciptakan rasa tidak nyaman yang merayap ke kulitnya. "Kau yakin ini jalan yang benar?" tanya Lingga, suaranya menggema di sepanjang lorong.

"Percayalah padaku," jawab Salma singkat, tanpa menoleh. Langkah kakinya cepat dan penuh tujuan, seperti ia tahu setiap sudut lorong ini.

Mereka akhirnya tiba di sebuah dinding batu besar. Salma berhenti, menyentuh batu-batu yang tampak biasa itu dengan jemarinya yang transparan. "Di sini," bisiknya pelan. "Ini adalah pintu rahasia yang dibuat jauh sebelum Kadita menjadi Ratu di istana ini."

Lingga menatap dinding itu dengan skeptis. "Pintu? Ini hanya tembok biasa, Salma."

Salma tersenyum kecil, lalu mengetuk batu itu dengan irama tertentu. Suara gemuruh terdengar, dan dinding itu mulai bergerak, membuka jalan ke sebuah lorong sempit yang lebih gelap.

Lingga melangkah mundur, merasa waspada. "Ini... bagaimana kau tahu semua ini?"

Salma menoleh ke arahnya, tatapannya penuh misteri. "Aku sudah ada di sini jauh sebelum Kadita. Lorong ini adalah peninggalan raja pertama istana ini, yang menciptakan jalan keluar bagi mereka yang membutuhkan. Sekarang, jalan ini akan menyelamatkan kita."

Saat mereka memasuki lorong rahasia itu, Lingga merasa campuran emosi yang aneh—ketakutan, harapan, dan keraguan. Ia berjalan di belakang Salma, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan.

"Salma," panggilnya, suaranya sedikit bergetar. "Kenapa kau melakukan ini untukku?"

Salma berhenti, menoleh padanya. Ekspresinya lembut namun penuh tekad. "Karena aku melihat sesuatu dalam dirimu, Lingga. Kau berbeda. Kau tidak hanya ingin bertahan hidup, tapi kau juga ingin melakukan hal yang benar. Itu yang membuatku percaya bahwa kau pantas mendapatkan kebebasan."

Lingga terdiam, merasakan panas di dadanya karena kata-kata Salma. Ia tidak tahu apakah ia benar-benar sebaik itu, tapi ia merasa tersentuh oleh kepercayaan yang Salma berikan padanya. "Aku tidak tahu apakah aku pantas mendapatkan kepercayaanmu, tapi terima kasih," ujarnya pelan.

Salma tersenyum lembut. "Hanya kau yang bisa membuktikannya, Lingga. Dan aku akan berada di sini untuk membantumu."

Mereka akhirnya tiba di ujung lorong, di mana sebuah pintu besar dari kayu tua berdiri kokoh. Cahaya redup terlihat dari celah di bawah pintu itu, tanda bahwa dunia luar hanya beberapa langkah lagi.

Lingga menghela napas panjang, merasa berat untuk melangkah. "Setelah ini, apa yang akan kita lakukan? Kadita pasti akan mencariku jika ketahuan."

Salma menatap pintu itu dengan tatapan penuh arti. "Kita akan terus bergerak. Dan jangan sampai ketahuan..."

Lingga tersenyum tipis, meskipun rasa takut masih ada di dalam dirinya. "Baiklah. Kalau begitu, ayo bergegas!"

Salma mengangguk, lalu mendorong pintu itu perlahan. Cahaya terang membanjiri lorong, membuat Lingga menyipitkan mata. Dunia luar menanti mereka, dengan segala bahaya dan harapan yang menyertainya.

Salma mengangguk, lalu mendorong pintu itu perlahan. Cahaya terang membanjiri lorong, membuat Lingga menyipitkan mata. Dunia luar menanti mereka, dengan segala bahaya dan harapan yang menyertainya.

Udara malam terasa segar di luar pintu batu, bercampur dengan aroma rumput basah dan angin dingin. Lingga melangkah keluar lebih dulu, merasa dadanya lega setelah berhasil keluar dari lorong rahasia istana. Ia berbalik, menunggu Salma yang berdiri di ambang pintu batu. "Ayo, Salma," panggilnya dengan suara pelan namun penuh semangat. "Kita berhasil!"

Namun, saat Salma melangkahkan kakinya melewati pintu, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Tubuhnya seakan dihantam oleh dinding tak terlihat. Cahaya merah samar menyelimuti tubuhnya sejenak, sebelum ia terpental mundur, terhempas kembali ke dalam lorong gelap.

"Salma!" Lingga berteriak, berlari mendekat untuk menolongnya. Ia membantu Salma bangun, meski tubuhnya yang seperti kabut terasa dingin dan ringan. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"

Salma mendongak, ekspresinya terkejut bercampur sedih. Ia memandang pintu itu dengan tatapan getir. "Aku... aku tidak bisa keluar," ujarnya pelan, suaranya terdengar pecah.

Lingga mengerutkan dahi. "Tidak bisa keluar? Apa maksudmu? Bukankah ini jalan bebas? Kau bilang kita bisa kabur bersama!"

Salma menggeleng, mengalihkan pandangannya dari Lingga. "Aku lupa... Aku terikat dengan tempat ini. Kutukan istana Agniamartha menahanku. Selama aku masih menjadi penjaga istana, aku tidak akan pernah bisa meninggalkan tempat ini."

Lingga tertegun, hatinya terasa seperti diremas. Ia tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Tidak, itu tidak mungkin. Kau sudah membantuku sejauh ini. Pasti ada cara lain."

Ia bangkit, mendekati pintu batu, mencoba menyentuh udara di sekitar tempat Salma terpental tadi. Tidak ada yang terlihat, namun Lingga merasakan hawa panas aneh, seolah ada kekuatan yang tidak bisa ia pahami menghalangi mereka.

"Salma, kita harus mencoba lagi. Kau tidak bisa menyerah begitu saja," desak Lingga, suaranya terdengar panik.

Salma menatapnya dengan mata yang penuh kesedihan. "Lingga, aku sudah mencoba selama ini. Ini bukan sesuatu yang bisa diatasi dengan kekuatan fisik. Kutukan ini terlalu kuat."

"Tapi—"

"Sudah cukup, Lingga." Nada suara Salma berubah menjadi tegas. Ia menarik napas panjang sebelum berbicara lagi. "Kau harus pergi. Kadita mungkin sudah menyadari kita kabur. Jika kau tetap di sini, dia akan menangkapmu lagi. Pergilah, sekarang juga."

Lingga menggeleng keras, menolak mentah-mentah saran itu. "Aku tidak akan meninggalkanmu di sini. Kau satu-satunya yang sudah membantuku. Kau... kau sudah menyelamatkan hidupku!"

Kata-kata itu membuat Salma terdiam sejenak. Ia memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan perasaan haru yang muncul di matanya. "Lingga, kau tidak bisa membantuku jika kau mati di sini. Jika kau pergi, setidaknya ada harapan. Kau bisa mencari cara untuk membebaskanku di luar sana. Tapi untuk sekarang, kau harus pergi."

"Tidak, aku tidak akan pergi tanpa dirimu!" Lingga bersikeras, suaranya penuh emosi.

Salma tersenyum kecil, namun ada kesedihan yang jelas di balik senyumnya itu. "Kau keras kepala sekali, ya? Tapi aku tahu kau akan mengerti ini cepat atau lambat."

Ia mendekat, menatap Lingga dalam-dalam. "Dengar, Lingga. Kau punya sesuatu yang aku tidak punya yakni kesempatan. Kau bebas memilih jalanmu, bebas mencari jawaban di dunia luar. Aku percaya padamu. Kau akan menemukan cara untuk menghancurkan kutukan ini. Tapi malam ini, kau harus pergi. Demi kita berdua."

Lingga menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. Ia ingin membantah, ingin melawan, namun dalam hati ia tahu Salma benar. Jika ia tetap di sini, mereka berdua hanya akan tertangkap.

Akhirnya, ia mengangguk pelan, meski hatinya terasa berat. "Baiklah," gumamnya. "Tapi aku janji, Salma. Aku akan kembali. Aku akan mencari cara untuk membebaskanmu dari tempat ini. Aku tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan."

Salma tersenyum lagi, kali ini dengan penuh kehangatan. "Aku tahu kau akan menepati janjimu, Lingga. Sekarang, pergilah. Jangan menoleh ke belakang."

Lingga melangkah mundur, menatap Salma untuk terakhir kalinya sebelum membalikkan badan dan berlari ke arah padang rumput yang gelap. Setiap langkah terasa seperti beban, namun ia tahu ini adalah satu-satunya cara untuk memberikan mereka berdua harapan.

Di belakangnya, Salma berdiri di ambang pintu batu, menyaksikan Lingga menjauh. "Hati-hati, Lingga," bisiknya lembut, meski ia tahu suaranya tidak akan sampai kepada pemuda itu.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!