Devina Arsyla meninggal akibat kecelakaan mobil, saat dia hendak menjemput putrinya di sekolah. Mobil Devina menabrak pohon ketika menghindari para pengendara motor yang ugal-ugalan di jalan raya.
Sejak kejadian itu Mahen Yazid Arham, suami Devina sangat terpukul. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor serta di club malam bersama teman-temannya daripada tinggal di rumah.
Hal ini membuat kedua keluarga sangat cemas dan prihatin, lalu mereka sepakat untuk meminta Mahen ganti tikar yaitu dengan menikahi Devani Arsya, adik kembar sang istri.
Namun, Mahen dan Devani sama-sama menolak. Keduanya beranggapan tidak akan pernah menemukan kecocokan, dengan sifat dan keinginan mereka yang selalu bertolak belakang.
Mahen sejak dulu selalu mengira Devani itu adalah gadis liar, urakan yang hanya bisa membuat malu keluarga, sedangkan Devani juga merasa kehadiran Mahen telah membuat dirinya jauh dari Devina.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Apakah akhirnya mereka akan menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia Fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20. MERASA PUNYA MAMA
"Masuk Bas, aku panggil mama dulu ya," ucap Devani.
Bastian masuk ke ruang tamu, sambil menunggu Devani dan Mamanya, Bastian melihat-lihat foto keluarga yang tergantung di dinding. Di sana masih ada foto almarhumah Devina.
Seandainya Devina masih hidup dan memakai pakaian serta berdandan yang sama dengan Devani, tentu saja semua akan mengatakan mereka orang yang sama.
Saat dia sedang asyik, tiba-tiba terdengar suara orang berdehem.
"Hemm..."
Bastian terkejut, ternyata mamanya Devani sudah ada di belakangnya.
"Maaf Bu, apa kabar Bu?" sapa Bastian.
"Bukankah kamu..." sejenak mama Intan berpikir, berusaha mengingat, siapa pemuda yang ada di hadapannya sekarang.
"Saya Bastian Bu, yang dulu membawa almarhumah ke rumah sakit," ucap Bastian sambil mengulurkan tangan.
"Oh... ternyata kamu. Ya, saya ingat sekarang. Maklum cuma sekali kita bertemu dan sudah tua, jadi daya ingat jauh berkurang," ucap Mama Intan.
"Iya benar Bu, kami saja yang masih muda seringkali lupa," timpal Bastian.
Bastian merasa canggung, untung saja Devani segera datang membawa minuman dan cemilan untuk Bastian.
"Silahkan diminum Bas dan itu ada pisang goreng, kebetulan Mbok Ijah sedang menggoreng pisang buat Papa. Papaku sebentar lagi sampai, ini sedang di jemput oleh sopir di bandara."
"Ayo Nak, silahkan di cicipin, Ibu ke belakang dulu ya!" ucap Mama Intan.
Saat Bastian sedang mencicipi pisang goreng, terdengar suara mobil masuk ke halaman. Ternyata Mahen sudah sampai dan tebakannya Mahen benar bahwa Bastian mengantar Devani pulang.
Mahen mengucap salam, lalu dia bertanya kepada Devani tentang keberadaan putrinya tanpa menghiraukan Bastian yang ada di sana. Baru saja Devani akan menjawab, Annisa sudah memanggil sang Papa dari atas anak tangga.
Annisa berteriak senang karena melihat Papanya bisa pulang cepat hari ini. Biasanya sang Papa selalu pulang larut malam, saat Annisa
sudah tidur.
"Pa..." sambut Annisa yang berlari memeluk sang Papa.
Kemudian Annisa melihat kearah Bastian dan Devani, sambil berkata, "Eh...ada tamu rupanya, Om ini teman Bunda ya?" ucap Annisa sambil mengulurkan tangan, lalu berkata lagi, "Aku Annisa Om."
Bastian pun membalas uluran tangan dan keramahan Annisa dengan berkata, "Nama Om Bastian, senang berkenalan dengan Annisa."
"Bunda baru sampai ya, soalnya tadi Nisa ke dapur, kata simbok Bunda belum pulang, jadi Nisa tidur deh di kamar Papa. Bagaimana hasil ujiannya Bun?"
"Alhamdulillah, Bunda lulus Nis."
"Selamat ya Bunda, tapi Nisa yang bakal kesepian di rumah. Kata Eyang Kakung, Bunda akan bekerja di perusahaan, setelah lulus?"
"Iya Sayang. Tapi Annisa tidak akan kesepian, besok Oma, Opa dan Om kamu datang 'kan? Jadi yang menemani Annisa bakalan lebih ramai."
"Iya Bun, tapi tetap enak, ada Bunda. Annisa merasa punya mama dan sepertinya mama juga ada terus di sisi Nisa," ucap Annisa sedih.
Mahen yang mendengar hal itupun mendesah, lalu bergegas pergi menuju kamarnya.
Devani pun tidak bisa berkata apa-apa, selain mengalihkan perhatian Annisa dengan berkata, "Sekarang Annisa bantu Papa tuh, lihat Papa sudah ke atas," ucap Devani.
"Iya Bun, Nisa permisi dulu ya Bun, Ayo Om!" Pamit Annisa sambil berlari mengejar sang Papa.
Mahen masih sampai dipertenghan anak tangga menuju kamarnya, saat Annisa mengejar dan memanggilnya, "Pa...tunggu Nisa!"
Mahen menoleh, lalu tersenyum melihat putrinya meminta tas kerja yang dia bawa. Lalu menggandeng tangan Mahen hingga sampai di kamar.
Annisa meletakkan tas Papanya di tempat biasa sang Papa menyimpan perlengkapan kerja, lalu saat melihat sang papa duduk hendak melepaskan sepatu, Annisa buru-buru menghampiri dan berkata, "Biar Nisa saja Pa!"
Kemudian Annisa membuka sepatu dan kaos kaki papanya dan menempatkan di rak sepatu, setelah itu dia mengambilkan sang Papa segelas air minum.
"Pa...minum dulu, Papa pasti haus 'kan?"
"Terimakasih ya Nak, anak Papa semakin pintar, Papa sayang sama Nisa," ucap Mahen sambil memeluk putrinya. Dia jadi teringat kembali kepada istrinya. Devina pasti senang melihat putrinya tumbuh menjadi anak yang baik dan pintar."
"Papa istirahat saja dulu, Nisa mau ke bawah lagi. Nanti kalau Eyang sudah sampai, Nisa akan beritahu Papa," ucap Annisa di susul anggukan oleh Mahen.
Annisa pergi meninggalkan kamar Papanya, lalu dia bergabung kembali dengan Devani dan Bastian.
Setelah mengenal pribadi Annisa barulah Bastian sadar, kenapa Devani lebih memilih mengorbankan kesenangannya di luaran demi mengurus dan menemani sang putri kecil yang imut dan menggemaskan ini.
Mereka bertiga asyik tertawa saat Sang Eyang muncul di depan pintu, ternyata setelah mengantar Papa Andara sampai di depan pagar, sopir kantor langsung balik ke kantor.
Karena ada yang masih harus dia kerjakan, sesuai perintah Papa Andara hingga membuat ketiganya tidak tahu jika Papa Andara sudah sampai di sana.
Annisa berlari menyambut kepulangan sang Eyang, lalu Papa Andara pun segera mengeluarkan oleh-oleh untuk cucunya yang baru semata wayang itu.
Annisa sangat gembira, lalu dia berlari ke kamar Eyang putri untuk memberitahu jika Eyang kakungnya sudah pulang, setelah itu Annisa pun ke kamar sang Papa untuk memberitahu dan menunjukkan oleh-oleh yang dia dapatkan itu.
"Pa...Ini Bastian, Papa masih ingatkan siapa dia?" tanya Devani.
"Tentu saja Papa ingat, bukannya dia yang membawa Devina ke rumah sakit?"
Bastian pun mengangguk sambil mengulurkan tangan, diapun berkata, "Selamat kembali ke rumah ya Om."
"Silahkan lanjutkan obrolannya, Saya mau ke dalam dulu menemui Mamanya Devani," ucap Papa Andara.
"Saya juga mau permisi Om karena hari hampir senja," ucap Bastian.
Lalu dia pun pamit kepada Devani.
Mahen yang sudah sampai di tangga, ingin turun menemui Papa mertuanya, begitu melihat Bastian pergi, diapun tersenyum. Hatinya sejak tadi merasa tidak nyaman saat melihat ada pria yang dekat dengan Devani.
Mahen melanjutkan langkahnya, lalu menyapa Sang Papa. Papa Andara pun senang melihat Mahen hari ini, telah menyempatkan diri untuk pulang lebih awal.
Papa Andara pamit, beliau lelah dan ingin istirahat, kini tinggal Mahen, Devani dan Annisa di sana.
Annisa mengajak Devani untuk membuka oleh-oleh yang diberi oleh eyangnya. Mahen akhirnya penasaran dan diapun ikut nimbrung bersama Nisa dan Devani.
Ternyata oleh-oleh untuk Annisa adalah sebuah boneka yang bisa menangis jika kompengnya di lepas, sebuah alat kasir mainan otomatis, tongkat princes serta beberapa helai baju yang bergambar kartun kesayangannya, yaitu Disney prozen.
Mahen pun memperhatikan putrinya asyik bermain dengan Devani. Di sana dia bisa melihat sisi lembut, sisi keibuan seorang Devani yang kegemarannya balapan liar di jalanan seperti anak laki-laki.