"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Mega
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Tiga bodyguard
Ruangan bercat putih bersih bergaya arsitektur modern dengan jendela kaca yang hampir mengelilingi setiap sudutnya memancarkan aura megah. Apalagi saat seorang pria tampan duduk di kursi kebesarannya seraya fokus membaca sebuah dokumen penting. Sungguh pemandangan yang sangat indah!
Arka menghelakan napasnya beberapa kali. Pandangan pria itu memang tertuju kepada dokumen kontrak yang ada di tangannya. Namun sejujurnya, hati dan pikirannya tidak sejalan. Pria itu pada akhirnya menutup dokumen tersebut lalu meletakkannya di atas meja.
Ia sempat melirik benda pipih berlogo apel yang tergeletak di atas meja. Menunggu benda tersebut mengirimkan notifikasi. Namun tidak ada notifikasi apapun dari gadis kecil yang saat ini berstatus istrinya.
Arka membaca ulang pesan terakhir yang ia kirim kepada Feby. Pesan tersebut sudah dibaca oleh gadis itu namun tidak dijawab. Hal itu membuat Arka merasa gelisah.
Kenapa gadis itu tidak membalas pesannya?
Pria tampan itu pada akhirnya keluar dari ruangannya untuk menghalau perasaan gelisah di dalam hatinya yang semakin menjadi-jadi. Namun baru saja ia keluar tiba-tiba, seorang penjaga berlari ke arahnya.
"Ada apa?" Tanya Arka dengan wajah datar.
"Itu Pak, di luar ada seorang wanita yang mencari Pak Arka. Namanya Clarisa. Saya sudah mengatakan kalau Pak Arka sedang sibuk tapi dia tetap memaksa untuk bertemu dengan Pak Arka" Jelas penjaga tersebut dengan napas ngos-ngosan.
"Clarisa? Bagaimana bisa gadis itu ada di sini?"
"Saya juga tidak tau pak bagaimana wanita bernama Clarisa itu ada di sini. Apakah Pak Arka mengenalnya?"
"Tidak, usir saja wanita itu. Jangan biarkan dia masuk" Perintah Arka pada penjaga itu.
"Baik pak" Mendengar perintah tersebut, ia pun langsung mengangguk patuh dan berbalik hendak mengusir Clarisa yang sejak tadi menunggu di lobi.
Arka tak mau ambil pusing dengan keberadaan gadis itu. Pria itu memilih untuk masuk kembali ke dalam ruangannya namun tiba-tiba saja, saat ia hendak masuk seorang wanita berlari mengejar Arka dan langsung menggenggam tangan pria itu.
Arka menoleh ke belakang, dan menemukan Clarisa yang sudah berdiri tepat di belakangnya seraya menggenggam tangannya. Melihat itu, Arka sontak langsung menghempaskan tangan Clarisa dengan kasar hingga membuat gadis itu sempat hampir kehilangan keseimbangannya.
"Maaf Pak, ini wanita yang mencari Pak Arka" Ucap penjaga tersebut seraya menunjuk Clarisa.
Arka menatap Clarisa dengan tatapan tajam. "Bawa dia keluar. Jangan biarkan dia masuk ke dalam kantor saya!" Titah Arka.
"Baik Pak" Penjaga Itu langsung menarik tangan Clarisa agar gadis itu keluar. Namun Clarisa langsung menepis tangan penjaga itu dengan kasar seraya menunjukkan tatapan tajam.
"Lepaskan! Kamu tidak tau siapa saya hah?! Berani sekali penjaga rendahan seperti kamu mengusir saya?! Saya ingin bicara dengan Pak Arka!" Bentak Clarisa.
"Clarisa! Jaga batasan kamu!" Clarisa langsung menciut seketika saat Arka balik membentaknya.
"Aku mau bicara sama kamu Arka. Ini hal yang sangat penting! Tolong biarkan aku bicara Arka..." Clarisa memohon pada Arka seraya hendak memegang tangan Arka.
Namun Arka langsung menjauh. "Tolong Arka... Beri aku waktu lima menit. Hanya lima menit saja lalu aku akan pergi"
"Tiga menit. Waktu kamu hanya tiga menit setelah itu pergi dari hadapan saya dan jangan pernah muncul lagi!" Kata Arka dengan wajah dingin.
Raut wajah Clarisa langsung berubah seketika mendengar itu. Ia tersenyum sumringah setelah diberi kesempatan Arka untuk bicara. Gadis itu merasa tidak sia-sia ia meninggalkan semua pekerjaan di Indonesia dan mengikuti Arka ke Australia hanya untuk bicara dua mata dengan pria itu.
"Jika tidak ada yang ingin kamu katakan, sebaiknya pergi sekarang!" Ancam Arka karena Clarisa yang tak kunjung bicara.
Mendengar ancaman itu, Clarisa pun akhirnya segera bicara. "Aku mau Pak Arka nikahin aku sekarang!" Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Clarisa dengan satu tarikan napas. Bahkan penjaga Arka yang mendengar itu langsung terkejut dengan perkataan Clarisa barusan.
Persetan dengan harga dirinya! Ia sudah tidak memperdulikannya lagi! Yang ia inginkan saat ini, hanya lah Arka.
Mendengar itu, Arka langsung melayangkan tatapan tajam dan membunuh pada Clarisa.
"Apakah kamu sudah gila?"
"Aku serius! Aku ingin Pak Arka menikahi aku sekarang juga!" Tegas Clarisa. suara gadis itu terdengar begitu lantang hingga membuat semua orang langsung menatap ke arahnya.
"Cepat usir wanita!" Titah Arka kepada penjaga itu dengan suara sedikit meninggi.
Penjaga itu pun langsung menarik tangan Clarisa lalu membawa gadis itu keluar dari kantor. Ia terpaksa menyeret Clarisa dengan kasar karena gadis itu yang terus memberontak.
"LEPASKAN AKU!" Teriak Clarisa.
"Cepat seret dia keluar!" Tandas Arka tanpa sedikitpun belas kasihan.
"Lihat saja! Suatu hari nanti aku akan membuat Pak Arka bertekuk lutut di hadapan aku! Aku akan merebut posisi Feby di dalam hidup Pak Arka!" Suasana kantor semakin gaduh saat Clarisa berteriak seperti itu.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Semua mata langsung tertuju kepada Feby saat gadis itu berjalan melewati koridor kelas dengan didampingi oleh tiga orang pria berbadan besar. Tiga pria itu berjalan mengekor di belakang Feby. Saat berjalan bersama tiga pria tersebut, Feby merasa seperti sedang berjalan bersama tiga raksasa. Karena tinggi badannya hanya sebatas dada ketiga pria itu.
Gadis itu berusaha menahan rasa malunya karena di sepanjang koridor menuju kelas, semua orang menatapnya dengan tatapan terkejut. Bagaimana tidak? Siapa yang membawa bodyguard dengan wajah sangar seperti ini ke sekolah?!
Feby menghentikan langkah tepat di depan kelasnya. Hal itu sontak membuat ketiga bodyguard itu juga ikut berhenti di belakangnya. Gadis itu menoleh ke belakang, menatap ketiga bodyguard yang masih berdiri di belakangnya seraya berdecak pelan.
"Ck, Kalian kenapa masih ngikutin aku sih?!" Tanya Feby dengan nada sedikit kesal.
"Karena itu adalah perintah dari Tuan Arka Nona" Jawab salah satu dari mereka.
Mendengar jawaban itu, Feby langsung memutar bola matanya. "Tapi nggak perlu ngikutin sampai ke kelas juga kali! Udah kalian di sini saja jangan ikut masuk ke kelas!"
"Maaf Nona, tidak bisa. Kami harus selalu mengawasi Nona kemanapun Nona pergi. Tuan Arka tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi" Ucap bodyguard tersebut dengan tegas.
Feby menghelakan napasnya dengan kasar. Seperti para bodyguard ini sama saja dengan Arka! Sama-sama keras kepala!
Tanpa mengatakan apapun lagi, Feby pun akhirnya memilih masuk ke dalam kelas dan terpaksa membiarkan ketiga bodyguard itu mengikutinya masuk. Begitu ia masuk ke dalam kelas bersama ketiga bodyguard, suasana kelas yang tadinya riuh, tiba-tiba langsung berubah menjadi hening seketika. Semua pandangan langsung tertuju kepadanya.
'Ya Allah! Malu bangetttt!' Batin Feby seraya berjalan menuju bangkunya tanpa berani mengangkat wajahnya.
"Feb? M-mereka ini siapa?" Tanya Manda teman sebangkunya begitu Feby duduk.
Sepertinya pertanyaan Manda mewakili pertanyaan semua orang yang saat ini juga menatapnya dengan tanda tanya besar.
"Ceritanya panjang Man... Aku nggak bisa cerita sekarang. Nanti mereka denger gimana?" Jawab Feby setengah berbisik.
"Oh ya, gimana keadaan kamu Man?" Tanya Feby mengalihkan pembicaraanm
Pasalnya kemarin Manda pingsan saat ia bertengkar dengan Evandra. Untung saja Kevin datang tepat waktu dan menolongnya. Jika tidak, ia tidak tau apa yang akan terjadi. Mungkin Evandra sudah melakukan hal yang... Sial! Kenapa ia memikirkan hal itu lagi?!
"Gue nggak kenapa-kenapa Feb. Lo sendiri gimana? Kemarin Evandra nggak ngelakuin apa-apa ke lo kan?" Kali giliran Manda yang bertanya.
Gadis itu sedikit mengecilkan suaranya agar pertanyaan itu hanya bisa didengar oleh ia dan Feby saja. Raut wajah Manda juga terlihat begitu khawatir saat menanyakan itu.
Feby tersenyum kecil seraya menepuk pelan tangan kanan Manda agar gadis itu berhenti mencemaskannya.
"Aku nggak kenapa-kenapa Man, kamu nggak usah khawatir. Untung aja kemarin Pak Kevin dateng. Kalau nggak, pria itu pasti bakalan nekat" Jelas Feby.
"Pak Kevin? Yang kemarin nolongin kita Feb?" Tanya Manda.
Feby mengangguk pelan
"Iya, itu Pak Kevin sekertaris pribadinya Om Arka. Kemarin Pak Kevin dateng buat jemput aku karena perintah dari Om Arka"
Raut wajah Manda tiba-tiba saja berubah mendengar penjelasan dari Feby. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang janggal di antara Feby dan Om-nya itu. Ia merasakannya sejak pertama kali ia datang ke rumah Feby dan bertemu dengan pria itu.
Tatapan pria itu sedikit berbeda saat melihat Feby dekat dengan Evandra.
Apalagi, kemarin Feby juga menceritakan kepadanya mengenai pria yang ia cintai. Kecurigaan Manda bertambah semakin kuat karena Feby yang melompat kegiatan saat ia mendapatkan pesan dari seseorang. Dan ternyata, pesan tersebut tak lain dari Om-nya sendiri.
'Apa tuduhan Evandra tentang lo itu bener ya Feb?' Batin Manda.
"Man Kok kamu diem aja?" Tanya Feby seraya menyenggol lengan Manda.
Hal itu membuat Manda membuyarkan lamunannya. "E-enggak kok... Gue cuma..."
"Cuma apa? Kamu lagi mikirin apa sih?"
Manda diam sejenak berusaha mencari alasan. Ia tidak mungkin mengatakan secara langsung kepada Feby tentang apa yang tengah ia pikirkan. Ia takut gadis itu tersinggung.
"Gue cuma lagi mikirin... Oh iya! Tugas fisika hari ini! Lo udah ngerjain tugasnya?" Ucap Manda berbohong.
Feby langsung mengerutkan keningnya mendengar perkataan Manda tersebut.
"Tugas fisika hari ini? Bukannya hari ini nggak ada pelajaran fisika ya? Pelajaran fisika kan kemarin Man"
"Oh i-iya ya... Maksudnya kemarin! tugas fisika yang kemarin" Jawab Manda sedikit terbata-bata.
"Sebentar Feb, gue mau ke kamar mandi dulu ya" Manda langsung bangkit berdiri dengan alasan ingin ke kamar mandi.
Manda seperti sengaja pergi untuk menutupi sesuatu. Feby menatap tingkah Manda yang terlihat begitu berbeda dari biasanya. Gadis itu membisu di tempatnya.
"Apa jangan-jangan... Manda curiga dengan hubunganku dan Mas Arka?" Gumam Feby.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Keadaan kelas yang tadinya riuh dan ramai membicarakan ketiga pria yang berdiri di belakang tempat duduk Feby, kini tiba-tiba langsung berubah seratus delapan puluh derajat saat Bu Tasripah masuk ke dalam kelas dengan wajah datar bak papan triplek. Semua murid langsung berhamburan duduk di bangkunya masing-masing.
Guru Matematika yang terkenal killer seantero SMA Ganesha itu duduk di bangkunya tanpa mengatakan apapun. Raut wajah datar guru itu berubah seketika saat melihat tiga orang pria berbadan besar dan tinggi berdiri di belakang bangku Feby. Guru itu menurunkan kacamatanya. Menatap ke arah Feby dengan tatapan tajam.
Feby menggigit bibir bawahnya seraya berdoa di dalam hati agar Bu Tasripah tidak memarahinya. Namun hal itu tertunda sesaat saat tiba-tiba saja Manda kembali ke dalam kelas.
Setelah meminta izin kepada Bu Tasripah, Manda pun akhirnya kembali duduk di mejanya. Gadis itu melirik Feby sesaat dengan wajah khawatir. Entah mengapa perasaannya menjadi tidak enak.
"Siapa ketiga pria itu?! Tolong jelaskan kepada saya, siapa yang mengizinkan mereka masuk?!" Tanya Bu Tasripah dengan suara cemprengnya yang membuat telinga semua murid langsung berdengung.
Hening. Keadaan kelas langsung hening setelah guru itu melontarkan pertanyaannya. Feby menundukkan kepalanya dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya.
"Izin menjelaskan Bu, kami adalah bodyguard nona Feby" Ucap salah satu bodyguard tersebut.
Feby rasanya ingin menghilang dari bumi saat mendengar bodyguard tersebut menyebutkan namanya di depan Bu Tasripah. Tatapan tajam guru itu kini sepenuhnya langsung tertuju kepadanya.
"Feby Ayodya Larasati, bisa tolong kamu jelaskan?" Kata Bu Tasripah dengan nada bicara yang tenang namun menusuk.
"I-iya Bu... Mereka adalah bodyguard saya" Jawab Feby.
"Apakah kamu seorang presiden? Apakah kamu seorang menteri? atau kamu seorang artis? Kenapa harus membawa bodyguard ke sekolah? Kamu pikir ini ajang pamer?" Tanya Bu Tasripah dengan nada menyindir.
Feby langsung diam membisu.
Ia bingung harus menjawab apa.
Ia tidak mungkin mengatakan apa yang terjadi kemarin kepada guru itu. Karena ia tidak ingin kejadian kemarin sampai menyebar di sekolah.
"Kenapa kamu malah diam saja, hah?! Saya bicara dengan kamu! Bukan dengan tembok!" Bentak Bu Tasripah.
"Bu tolong tenang, jangan emosi... Feby pasti punya alasan sendiri kenapa ia harus membawa bodyguard ke sekolah" Sela Manda berusaha membela Feby.
Mendengar pembelaan diri Manda, emosi Bu Tasripah langsung membeludak.
"Amanda! Berani sekali kamu menyela saya! Jadi kamu pikir dari tadi saya emosi?!"
"Lah emang iya, kalau bukan emosi terus apa Bu?" Ceplos Manda tanpa sedikitpun takut.
Murid-murid yang lainnya hanya mampu geleng-geleng kepala dengan tingkah gadis itu. Manda sungguh tidak berpikir resiko apa yang akan terjadi selanjutnya setelah ia mengatakan hal tersebut.
Di mejanya, Bu Tasripah langsung bangkit berdiri dengan kedua mata yang memerah menahan amarah. Guru itu menatap Manda dengan tatapan tajam. Feby yang melihat itu langsung menyenggol lengan Manda. Wajah Feby kini terlihat ketakutan. Berbeda dengan Manda yang duduk dengan wajah yang begitu santai.
BRUK!
Suasana kelas menjadi semakin tegang saat Bu Tasripah tiba-tiba saja menggebrak meja dengan kedua tangannya hingga menimbulkan bunyi yang begitu keras.
"AMANDA KAMU KELUAR SEKARANG! BERDIRI DI LAPANGAN SAMPAI BEL PULANG!" Teriak Bu Tasripah dengan wajah yang memerah.
Manda langsung bangkit berdiri mendengar teriakan Bu Tasripah. Gadis itu keluar dari kelas dengan wajah santai tanpa mengatakan apapun. Murid-murid yang lainnya langsung menatap Manda yang keluar dari kelas.
Begitu pula Feby, gadis itu terus menatap Manda dengan perasaan bersalah. Karena membelanya Manda harus mendapatkannya amukan dari Bu Tasripah. Padahal di sini yang bersalah dia bukan Manda.
"Yang salah saya Bu, bukan Manda. Kalau Ibu mau ngasih hukuman, harusnya Ibu ngasih ke saya bukan Manda" Ucap Feby di tengah-tengah suasana yang masih tegang.
"Oh, jadi kamu ngerasa kalau kamu salah?" Tanya Bu Tasripah dengan Sinis.
"Ya Bu, memang saya yang salah karena saya yang bawa para bodyguard ini masuk ke dalam kelas" Jawab Feby dengan tegas.
"KALAU BEGITU, KELUAR DAN BERDIRI DI LAPANGAN BERSAMA MANDA SEKARANG! TUNGGU APA LAGI?!" Bentak Bu Tasripah dengan jari telunjuknya yang terangkat menunjuk ke arah pintu.
"Tolong jangan bersikap kasar kepada Nona Feby!" Bela bodyguard yang sejak tadi diam.
Mereka semua sudah berusaha untuk menahan diri dan tidak ikut campur. Namun sikap guru itu kepadanya Feby justru semakin kasar. Sikap guru itu sudah semakin melewati batas! Mereka tidak akan diam saja jika ada orang yang mengganggu Feby. Ketiga bodyguard itu menatap Bu Tasripah dengan tatapan tajam.
Ketiga bodyguard itu tiba-tiba saja melangkah menuju tempat Bu Tasripah. Kedua mata Feby langsung membelalak melihat itu. Wajah gadis itu juga berubah menjadi pucat pasi saat ketiga bodyguard itu semakin berjalan mendekat ke arah Bu Tasripah dengan tatapan tajam.
'Aduh... Gimana ini?! Kok semuanya malah jadi kacau kaya gini sih?!' Batin Feby dengan wajah panik.
Feby menelan ludahnya dengan susah payah. Ia bergerak dengan gusar di tempat duduknya. Ia rasanya ingin berlari dan mencegah ketiga bodyguard itu. Namun ia tidak memiliki keberanian sebesar itu.
Feby berusaha memikirkan cara bagaimana menghentikan perang dingin antara Bu Tasripah dengan ketiga bodyguard itu. Karena jika tidak dihentikan, perang dingin itu akan berubah menjadi perang dunia ketiga!
"Kalian bertiga keluar sekarang! Ini adalah sekolah! Bukan tempat adu jotos!" Gertak Bu Tasripah kepada ketiga bodyguard itu.
"Kami tidak akan pernah pergi! Tugas kami disini hanyalah untuk melindungi Nona Feby! Jika Ibu keberatan dengan hal itu, maka Ibu berurusan dengan kami!" Jawab salah satu bodyguard tersebut.
"Oh jadi kalian mengancam saya?! Kalian pikir kalian siapa hah?! Kalian pikir sekolah ini tidak aman sampai-sampai Feby harus dijaga oleh bodyguard?!"
"Kami tidak berniat mengancam Ibu tapi kami hanya menjalankan tugas kami"
"Memangnya siapa yang memberikan kalian tugas seperti ini, hah?!" Tanya Bu Tasripah dengan nada tinggi.
"Tuan Arka yang memberikan kami tugas untuk menjaga Nona Feby" Jawab bodyguard itu.
'Duh... Kenapa dia harus nyebut nama Mas Arka sih?!' Batin Feby dengan wajah cemas.
"Tuan Arka siapa?! Memangnya apa hubungan Feby dengan Tuan Arka?!"
Wajah Feby langsung berubah menjadi pucat mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Bu Tasripah. Ia sungguh takut hubungannya dan Arka bisa terbongkar di depan semua orang.
"Tuan Arka William Megantara dia adalah--"
"Dia adalah Om Feby Bu"
Deg!
Suara lantang seorang pria terdengar memenuhi seisi kelas menyela pembicaraan diantara Bu Tasripah dan ketiga bodyguard itu. Semua mata langsung tertuju pada pria itu yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kelas seraya menenteng tasnya, menghampiri meja Feby.
Kedua mata Feby membulat sempurna. Tubuh gadis itu sedikit bergetar ketakutan tatkala ia menatap sorot mata pria itu. Sorot mata itu, seakan mengingatkannya pada kejadian yang terjadi kemarin.
"Evandra! Berani sekali kamu menyela pembicaraan saya!" Bentak Bu Tasripah kepada pria yang kini berdiri tepat di samping meja Feby yang tak lain adalah Evandra.
______________________________________
thor