Balas Dendam seorang istri yang tersakiti.
Mentari tidak menyangka jika suami yang di cintainya selama ini ternyata berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Perlahan rasa cinta itu mulai hilang dan berubah menjadi kebencian. Balas dendam adalah jalan satu-satunya untuk membalaskan rasa sakit yang di rasakan oleh Mentari selama ini.
Di sisi lain, Jhonatan Alfarizzy pria berusia 31 tahun, laki-laki masa lalu Mentari datang kembali dalam kehidupannya. Laki-laki yang begitu mencintainya dan laki-laki yang rela melakukan apa pun untuk mendapatkan Mentari, perempuan yang sudah lima tahun pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Cerita ini tidak menarik, cerita yang membosankan dan bikin darah tinggi. Untuk yang penasaran, silahkan di baca ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadisti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta adalah musibah
Jhon meletakkan kopernya di sisi ranjang, kemudian ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, rasanya perjalanan kali ini cukup melelahkan bagi dirinya. Ia butuh istirahat sebentar lalu membersihkan diri dan turun ke bawah untuk makan malam. Itulah pikir Jhon saat ini. Namun sepertinya niatnya untuk beristirahat harus terganggu oleh suara yang beradal dari ponsel miliknya.
Jhon mendengus kesal, ia segera merogoh benda pipih itu dari saku celananya, kemudian ia menggeser tombol berwarna hijau dan menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Jhon, sialan.... Lo pulang kagak bilang-bilang sama kita. Lo bener-bener tega jadi orang, kita sengaja datang kesini untuk bertemu sama lo, dan lo justru malah ninggalin kita di sini. Di mana hati nurani lo, Jhonatan.... " Teriak seorang laki-laki yang tak lain adalah Eric sahabat Jhon yang saat ini masih berada di luar negeri.
Suara Eric begitu menggelegar membuat Jhon harus menjauhkan ponselnya dari telinganya. "Gak bisa lo ngomong secara baik-baik heh! Lo pikir telinga gue budeg sampai-sampai lo harus berteriak seperti orang utan." Ucap Jhon kesal, selain sahabatnya itu sudah mengganggunya untuk beristirahat, sahabatnya itu juga sudah membuat gendang telinganya hampir pecah karena teriakannya itu.
"Ck,,,, Siapa suruh lu ninggalin gue sama Robert di sini. Dasar gak punya hati, awas aja kalau ketemu nanti, gue cemplungin lu ke rawa-rawa." Setelah mengucapkan hal itu, Eric langsung memutuskan sambungannya secara sepihak membuat Jhon kembali menggeram kesal.
"Dasar cecunguk sialan. Nelpon gue cuma buat ngomel-ngomel doang." Gerutu Jhon sambil melempar benda pipih itu ke atas tempat tidur, lalu setelahnya, ia pun kembali melanjutkan istirahatnya yang sempat tertunda itu.
***
Saat ini Mentari sedang duduk di atas kursi yang berada di balkon kamarnya. Ia terlihat sedang menyunggingkan senyumannya sambil menatap gelas yang berisikan jus favoritnya yang saat ini berada di genggaman tangannya.
Mentari meneguk jus favoritnya secara perlahan, menikmati setiap tetes jus itu dengan mata yang terpejam. Ntah mengapa hari ini adalah hari yang membuatnya terasa sangat nyaman karena Alex sudah pergi ke luar negeri dan dirinya tidak harus melihat tampang munafik suaminya itu.
Suara yang berasal dari ponselnya membuat Mentari seketika membuka kedua bola matanya. Mentari segera meraih benda pipih itu yang berada di atas meja dan menggeser tombol berwarna hijau kemudiian menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Bos ternyata dugaan anda benar. Tuan Alex memang pergi dengan nona Lisa. Mereka saat ini sudah tiba di salah satu hotel yang cukup terkenal di negara ini." Ucap si penelpon membuat Mentari menyunggingkan senyuman yang manisnya. Bahagia? Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin Mentari bahagia ketika mengetahui suaminya berlibur dengan selingkuhannya? Hancur? Tentu saja hatinya hancur, namun ia tetap harus berusaha untuk kuat demi membalaskan rasa sakitnya.
Mentari juga memang sengaja menyuruh seseorang untuk mengikuti Alex pergi keluar negeri. Ia ingin mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan yang di lakukan oleh suami dan sahabatnya tersebut.
"Apakah kamu sudah mengambil photo-photonya?" Tanya Mentari dengan tidak sabaran.
"Sudah, bos. Kami akan segera mengirimkannya kepada anda." Jawab seseroang dari balik telpon sana.
"Baguslah, jangan lupakan. Aku juga membutuhkan video panas mereka saat di kamar hotel. Bagaimanapun caranya kamu harus mendapatkannya." Perintah Mentari sambil menggoyangkan gelas yang berisikkan jus favoritnya itu.
"Anda tenang saja, bos. Kebetulan mereka memesan kamar hotel tempat dimana teman saya berkerja. Jadi sangat mudah untuk menaruh kamera di dalam kamar mereka berdua."
"Kerja bagus. Baiklah kalau tidak ada lagi, aku akan menutup telponnya sekarang." Ucap Mentari terkesan dingin.
Mentari segera memutuskan panggilannya, ia kembali menaruh ponselnya di atas meja. "Jika kalian memilih jalan kehancuran, maka aku aka mengabulkannya. Alex, Lisa tunggu tanggal mainnya. Aku pastikan kalian akan menyesal seumur hidup kalian berdua." Ucap Mentari dengan seringai yang terlihat sangat menakutkan.
Mentari kembali meneguk jus favoritnya hingga tak tersisa sedikitpun, lalu setelah itu ia pun beranjak dari tempat duduknya dan berdiri sambil menatap langit yang terlihat mendung itu. "Cinta? Apakah sekarang aku percaya dengan kata cinta? Aku pikir cinta itu akan selamanya indah, namun nyatanya tidak. Cinta itu dapat membuat seseorang lupa dengan statusnya, cinta itu dapat membuat seseorang hilang akal sehatnya. Bagiku sekarang, cinta itu adalah musibah yang harus aku hindari. Alex, apa kamu puas karena sudah membuatku seperti ini?"
"Alex, perlahan rasa cintaku padamu hilang tergantikan oleh rasa benciku kepadamu. Jadi jangan salahkan aku, jika aku membalasmu jauh lebih kejam dari apa yang kamu lakukan kepadaku sekarang." Ucap Mentari dengan kedua tangan terkepal dengan kuat menahan amarah yang ada dalam dirinya.
Bersambung.