"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan.
Di jam makan siang Inara sengaja menunggu Yuni di kantin perusahaan. sampai saat ini Inara masih di selimuti perasaan bersalah pada teman sekaligus seniornya di kantor tersebut. Ia berdiri dari duduknya ketika melihat Yuni berjalan memasuki kantin. "Mbak mau makan siang dengan menu apa, biar aku pesan kan." kalimat pertama yang diucapkan Inara saat Yuni sudah berdiri di hadapannya. Anggaplah ini sebagai bentuk permintaan maafnya pada wanita itu.
"Apa saja yang penting bisa buat perut kenyang." seperti itulah Yuni, selagi masih bisa dikonsumsi manusia pasti wanita itu doyan. Inara beranjak membuat pesanan dan tak lama kemudian kembali.
"Sekali lagi, aku minta maaf atas kejadian kemarin, mbak." sesal Inara.
"Sudahlah... tidak perlu minta maaf terus seperti itu!." Yuni mengukir senyum diwajahnya agar Inara tidak terus-terusan merasa tidak enak hati padanya.
"Cuma mbak mau tanya, kenapa kamu membeli pil kontrasepsi itu kemarin? dan jangan bilang pil itu sebenarnya buat kamu?." tebakan Yuni berhasil membuat Inara tertunduk. Yuni menggenggam tangan Inara yang saling menggenggam di atas meja. "Percayalah, kehadiran seorang anak di dalam kehidupan rumah tangga akan membawa kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, dan percayalah kehadiran seorang anak akan menambah rasa cinta diantara kedua orang tuanya! mbak tahu, sedikit banyak kamu mulai terpengaruh dengan omongan Amanda, bukan?." Inara mengangkat pandangannya, menatap wajah serius Yuni. "Mungkin menurut kamu mbak ini sok tahu, tapi mbak yakin tuan Faras mencintaimu dan semua yang dikatakan Amanda itu hanyalah bentuk dari kedengkiannya dan rasa iri hatinya sama kamu, karena kamu menikah dengan tuan Faras"
Inara masih menatap wajah Yuni yang berbicara serius tersebut.
"Makasih banyak ya mbak." Inara sangat bersyukur memiliki teman seperti Yuni. Wanita itu bisa jadi senior yang baik, kakak dan juga teman yang bisa diandalkannya.
"Jujur, Awalnya aku memang berniat ingin mengkonsumsi pil kontrasepsi, tapi sepertinya Tuhan tidak meridhoi makanya kemarin langsung ketahuan sama mas Faras." Inara jadi malu sendiri menceritakan tindakannya kemarin.
Percakapan Inara dan Yuni berakhir saat pemilik kantin tiba membawa pesanan mereka. "Terima kasih, Bu." tak lupa Inara mengucapkan terima kasih setelah pemilik kantin menyajikan pesanan di atas meja.
"Sama-sama Bu Inara. Selamat menikmati!."
Mengingat sebentar lagi jam makan siang usai, baik Inara maupun Yuni segera menyantap makanan milik masing-masing. setelah tiga puluh menit makan siang usai, dan mereka pun meninggalkan kantin hendak kembali bekerja.
Sekembalinya ke meja kerjanya Inara menatap ke ruang kerja suaminya. "Mas Faras sudah makan siang apa belum ya?." hendak menempati kursi kerjanya, tapi Inara jadi kepikiran suaminya. "Sebaiknya aku ke ruangan mas Faras untuk memastikan." Inara beranjak menuju ruangan suaminya.
Setelah beberapa kali mengetuk pintu dan sedikit bersuara agar pemilik ruangan tahu siapa yang mengetuk pintu, Inara pun memutar handle pintu ruangan, menyembulkan kepalanya ke dalam." Boleh saya masuk, tuan." Inara menggunakan bahasa Formal.
"Masuklah, sayang!." dengan entengnya Faras memanggilnya dengan sebutan sayang padahal saat ini mereka berada di lingkungan kerja. Tapi Inara tidak mau terlalu mempermasalahkannya, mengingat semua penghuni gedung itu sudah tahu tentang hubungannya dengan CEO perusahaan.
"Mas sudah makan siang belum?." pada akhirnya Inara turut menggunakan bahasa santai.
"Sebentar lagi, masih ada beberapa berkas yang harus mas periksa." jawab Faras tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas dihadapannya.
Mendengar jawaban Faras, Inara pun berinisiatif memesan makanan di kantin perusahaan kemudian meminta pemilik kantin mengantarkannya ke meja kerjanya. Entahlah, apakah Faras mau memakannya atau tidak. pasalnya belum pernah sekalipun suaminya itu menikmati makanan di kantin perusahaan. Sebenarnya semua menu yang ada di kantin terbilang sangat sehat dan bergizi, namun sepertinya bos seperti Faras lebih suka mengisi perutnya di resto.
Inara pamit sebentar dan tak Lama kemudian kembali lagi ke ruangan Faras dengan membawa nampan berisikan beberapa menu makan siang untuk suaminya. Ada udang goreng, ada ayam goreng, gurame pedas manis dan beberapa menu lainnya.
Mungkin terlalu fokus pada pekerjaannya sehingga Faras tidak begitu memperhatikan pergerakan istrinya. Barulah Faras menyadari ketika Inara sudah berdiri tepat di samping kursi kerjanya, ia menengadahkan kepala menatap istrinya yang tengah memegang piring ditangannya.
"Mau ngapain?." tanya Faras dengan dahi berkerut.
"Bukannya mas bilang lagi banyak kerjaan, sini biar aku suapin." masih dengan posisi yang sama Inara menjawab.
Piring digenggaman tangan Inara nyaris terlepas ketika merasa tubuhnya seperti melayang. Ternyata Faras mengangkatnya di ketiak, mendudukkan tubuhnya di meja kerja tepat berhadapan dengannya. "Ayo....Katanya mau suapin!." Faras menaikan satu alisnya.
"In_ini juga mau disuapin." Inara terbata saking kagetnya. "Mas..... kan malu kalau sampai kepergok sama pegawai kamu dengan posisi seperti ini." Inara lantas melayangkan protes saat Faras semakin merapatkan kursinya pada Inara, posisi kedua kaki Inara pun dibuat Faras cukup jauh berjarak.
Faras tersenyum lalu berkata. "Memangnya siapa yang berani masuk ke sini tanpa izin dari mas, Hem?." Benar juga apa yang dikatakan Faras, dirinya saja yang notabenenya sekretaris sekaligus istri tak berani langsung nyelonong begitu saja memasuki ruangan CEO, apalagi pegawai biasa, begitu dalam hati Inara.
"Ternyata makanan di kantin perusahaan tidak terlalu buruk juga rasanya." ungkap Faras setelah menerima suapan pertama dari Inara.
Tidak terlalu buruk? Dasar anak orang kaya, makanan seenak ini masih dinilai segitu saja olehnya, kira-kira begitulah arti tatapan Inara saat ini pada suaminya. Wajar sih, Faras hidup serba berkecukupan jangankan untuk menu makanan, bahkan untuk semua keperluannya selalu barang-barang yang harganya fantastis. Bukannya sombong sebenarnya, tapi menurut Faras lebih baik membeli dengan harga mahal bisa digunakan untuk waktu yang lama, ketimbang barang-barang murah yang hanya bisa digunakan satu atau dua kali saja sudah rusak, begitu cara Faras dalam berpikir.
"Kamu sendiri sudah makan?."
Inara mengangguk. "Sudah tadi bareng mbak Yuni." jawab Inara. Faras semakin merapatkan kursinya, menyentuh dagu Inara dengan jemarinya, tatapannya pun terlihat dalam. "Lain kali jangan berbohong lagi, karena kamu tidak pandai dalam berbohong, sayang!."
Duar....
Inara langsung tertunduk, paham kemana arah dan maksud perkataan suaminya. bukannya terlalu pandai dalam tembak-menembak hanya saja Inara sadar satu-satunya kebohongannya adalah tentang pil kontrasepsi kemarin. pasti itu yang dimaksud Faras saat ini.
"Jangan lagi berpikir yang aneh-aneh! Mas ingin kamu segera mengandung buah cinta kita karena mas tidak sabar ingin menjadi seorang ayah!." Faras berbicara dengan nada yang terdengar begitu lembut hingga membuat Inara semakin merasa bersalah jadinya.
"Maafkan aku, mas." ucap Inara dengan pandangan yang masih tertunduk, tak berani menatap manik mata hitam milik suaminya.
Tanpa disadari oleh Inara, Faras masih saja menaruh rasa curiga padanya menyangkut pil kontrasepsi, di tambah lagi dengan syarat tak masuk akal yang diucapkan istrinya itu semalam, maka semakin kuatlah kecurigaan di hati Faras jika pil kontrasepsi itu sebenarnya bukan titipan Yuni, melainkan Inara sengaja membeli untuk dirinya sendiri. Untuk mendapatkan jawaban paling akurat, setelah Inara terlelap semalam, Faras pun menghubungi Yuni menggunakan ponsel Inara. Dari obrolan mereka semalam jugalah Yuni berani menarik kesimpulan bahwa Faras mencintai Inara. Hanya mungkin si pria kaku itu belum mengungkapkan perasaannya terhadap Inara sehingga istrinya itu masih diselimuti keraguan untuk melahirkan seorang anak untuknya, begitu Yuni berkesimpulan.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali