NovelToon NovelToon
Bukan Bujang Desa Biasa

Bukan Bujang Desa Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:61.5k
Nilai: 4.9
Nama Author: Kim99

“Menikahlah denganku, Kang!”

“Apa untungnya untukku?”

“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masih Dianggap Bocah

Sagara menghela napas beberapa kali. Dia pikir Naura akan merasa jijik setelah adegan berdarah-darah sebelumnya, tapi yang ada dia malah sibuk makan cilok.

"Akang mau?" tanya Naura. Dia menyengir saat mengacungkan cilok yang penuh dengan saus dan juga sambal. Di sisi lain, beberapa orang sedang sibuk membersihkan mobil Sagara yang bahkan sampai ke area dalam butuh perlakuan khusus. "Mau enggak?"

"Enggak usah, lah. Kayak yang bisa dimakan aja." Dia mendelik.

"Ehhh, Ari Kang Saga teh kumaha atuh. Ini cilok enak, Kang. Isinya ayam, ayam halal bukan ayam tiren. Saya kenal kok mamang yang jualannya."

"Saya enggak perduli Naura."

"Tapi Akang lapar."

"Enggak."

"Iya gitu?" Naura mendekati Sagara, membuat pria itu duduk lebih tegak dan lebih waspada. Tubuhnya reflek mundur ke belakang saat Naura mendekatkan telinga ke perutnya.

Groook!

"Nah, Akang lapar!" pekik Naura yang kini sudah kembali menatap calon suaminya. "Perutnya protes, Kang. Ayok makan atuh, Akang belum makan ya? Kenapa? Gara-gara enggak mau tunangan sama aku?"

Pria itu memutar bola mata. Jika tidak berdosa, dia pasti akan menjahit mulut Naura yang terus mengoceh tanpa henti.

"Akang teh jangan gitu, kan aku udah bilang, Akang enggak bakal rugi apa-apa. Nanti juga aku enggak bakal minta mahar banyak-banyak, cukup emas sekilo."

Mata orang-orang yang mendengar ocehan Naura ikut melebar, sedangkan Naura malah tertawa.

"Bercanda deng. Abah Ali kan tanah sama lahannya banyak, gimana kalau Akang jual tanahnya aja, sehektar cukup, Kang. Atau, emas nikahnya tanah aja, gimana?"

"Terserah!" jawab Sagara. Bukannya malu, Naura malah tertawa, dia agak bingung mendengar perut Sagara yang keroncongan.

"Akang suka pedes enggak?" tanyanya sambil kembali menatap wajah Sagara.

"Enggak!"

"Oh." Naura membatin sambil terangguk beberapa kali. "Pantes dari tadi ditawarin enggak mau."

Dia kemudian menusuk salah satu cilok, memasukannya ke mulut dan kembali mengeluarkannya.

"Akang, Aaaaa! Ada laler! Aaaaa!"

"Aaaap?"

Dia baru akan bertanya saat tiba-tiba sebuah benda bulat nan kenyal masuk ke mulutnya. Pria itu mengerutkan kening, ingin memuntahkannya tapi tangan Naura membekap mulutnya.

"Kunyah, kalau keselek nanti Akang mati muda."

Awalnya Sagara tidak mau, tapi setelah dikunyah, dia mulai menikmati rasa makanan anomali yang cukup aneh itu tapi bisa mengganjal perut. Setelah berhasil ditekan, dia tersenyum.

"Enak, kan? Mau lagi?" tanya Naura.

Dia mengangguk dan menerima suapan kedua. Kali ini dia tidak fokus, Abah menelpon menanyakan keberadaan mereka.

"Iya, kami masih di car wash, Bah. Iya bentar lagi pulang, enggak akan." Dia menjawab ocehan Abah sambil menerima cilok yang disuapkan Naura.

Sampai ketika telepon berakhir, dia menatap Naura yang mengemut cilok lalu disodorkan padanya.

"Ini?" Dia tampak bingung. "Dari tadi kamu ngasih saya colok bekas kamu jilat?"

"Cilok, Kang. Iya. Katanya enggak suka pedes, jadi aku ilangin dulu pedesnya. Hehe. Aaaa!"

Ya Tuhan, Astaghfirullah inalillahi .... Sagara benar-benar tidak habis pikir ke mana otak Naura pergi.

"Kamu bisa pake air lho," kata Sagara sambil melirik botol air mineral di depan mereka. "Kamu ...."

"Ehe-he. Maaf atuh, Kang. Kan biar cepet. Saya enggak ada riwayat TBC aman kok. Bentar lagi kan kita mau nikah, bukan cuma saling nyicip liur, kita juga bakammmm."

Naura memberontak, perempuan itu meminta dilepaskan saat Sagara dengan sengaja membekap mulutnya.

"Diam atau saya lempar dari tebing!"

Mau tidak mau Naura diam, ya kalau tidak dia pasti akan menjadi hantu gentayangan yang meminta pertanggungjawaban Sagara.

Beberapa saat kemudian ....

Mobil hitam milik Sagara melaju perlahan menembus jalan berkelok di antara perkebunan teh Rancabali. Lampu depan mobil menyapu kabut tipis, menimbulkan siluet pepohonan yang menjulang samar seperti bayangan hantu masa lampau.

Dari kursi kemudi, Sagara melirik ke arah perempuan di sampingnya, Naura.

Kebaya baby pink yang ia kenakan sudah tak seindah tadi. Di bagian bawahnya, noda darah sudah mengering dan menyisakan warna kecokelatan. Tapi wajahnya tetap terlihat lembut, dengan mata yang kini tak lagi berkilat karena panik, melainkan tenang dan lelah.

“Miris ya, Kang.”

“Apanya?”

Naura menghela napas panjang, menatap keluar jendela ke arah hamparan teh yang mulai tenggelam dalam kabut.

“Banyak orang di desa kayak gini masih percaya sama tradisi lama. Lahiran harus sama dukun beranak, katanya biar lebih alami dan enggak banyak keluar biaya. Padahal, kalau cuma alami tapi nyawa taruhannya, buat apa?”

Dia tersenyum getir, memandang tangannya sendiri yang masih berlumur noda merah samar, sebab air saja tak cukup untuk mencuci semua noda itu.

“Contohnya hari ini, rahimnya keluar gitu aja. Itu bukan salah ibunya, tapi salah cara pikirnya. Mereka tuh sebenarnya bisa, loh, lahiran di puskesmas. Ada BPJS, ada bidan yang jagain. Tapi yang mereka pikirin tuh biaya yang lebih murah, padahal mereka enggak tahu, nyawa itu jauh lebih mahal. Aku tahu enggak semua orang punya ekonomi yang stabil, tapi kalau bisa, sekiranya memang sanggup ya boleh-boleh aja lah banyak anak. Bukannya hak anak adalah tanggung jawab orang tua? Kalau enggak bisa kita penuhi, gimana hisabnya nanti?”

Sagara hanya diam saja, mendengarkan ocehan bocah di sampingnya, lagi-lagi, iya. Bahkan sampai sekarang Naura masih dia anggap anak kecil.

“Padahal, kalau mau bayar juga, para bidan di sini pasti lebih semangat, ya prakteknya kayak gitu.”

Dia mengubah posisi duduk, bersandar lebih santai sambil melipat tangan di pangkuan.

“Bukan cuma soal persalinan aja, Kang. Yang bikin pusing tuh, bapak-bapak yang ngerokok sembarangan. Kadang ngerokok di depan bayi, di rumah, di tempat tertutup atau bahkan di tempat terbuka sambil bawa anak atau abis ngerokok langsung gendong anak. Udah dibilangin asapnya bahaya, jawabnya cuma ‘ah, saya udah biasa’. Terus yang ibu-ibu, disuruh masak sayur buat anak malah dikasih mi instan tiap hari. Dibilang makanan sehat itu mahal, atau alasan klise, anaknya enggak doyan.”

Sampai detik ini, Sagara mendengarkan dengan sabar, sesekali menatapnya dari sudut mata sambil mengemudi.

“Kamu bawel dari lahir kan?” ujarnya setengah bercanda. "Suka banget ngomel."

Naura langsung mendengus, tapi senyum kecil muncul di ujung bibirnya.

“Saya bukan ngomel, Kang. Saya cuma… capek aja. Kadang ngerasa kayak sendirian berjuang. Anak-anak juga sekarang jarang banget mau makan makanan sehat. Disuruh makan singkong rebus aja udah kayak disuruh makan racun.”

Dia menggeleng pelan, wajahnya menyiratkan kegetiran yang tulus.

“Padahal zaman dulu, Kang, anak-anak kampung itu kuat, tangguh. Makanannya sederhana, ubi, singkong, pisang bakar. Sekarang? Semua pengin snack warna-warni yang isinya bahan kimia. Dibilangin bahaya malah diketawain.”

Pria itu menyunggingkan senyum kecil. Naura ini kalau ngomong soal masyarakat, kayak lagi pidato kampanye. Tapi dia juga terlihat sangat tulus.

Naura menatap jalan yang berliku, lalu menutup mata perlahan. Senyum samar terbit di wajahnya sebelum akhirnya kantuk mengambil alih. Suara mesin mobil menjadi alunan nina bobo yang lembut. Dalam hitungan menit, napasnya mulai teratur, bahunya jatuh lemas.

Sagara melirik sekilas ke arah perempuan itu, tertidur dengan kepala miring sedikit ke kanan.

“Dasar perempuan aneh,” gumamnya pelan.

Namun bibirnya membentuk senyum kecil, yang nyaris tak terlihat dalam cahaya temaram.

Mobil terus melaju menembus kabut yang makin tebal. Jalan mulai menurun, melewati hamparan hutan teh yang gelap dan sunyi. Hanya lampu mobil yang memecah kabut, seperti sepasang mata yang menembus bayangan.

Hingga akhirnya Sagara tiba-tiba mengerem mendadak. Pandangannya tajam menatap ke depan, ke arah bayangan-bayangan hitam yang berdiri di tengah jalan.

Beberapa orang, lima atau enam, berdiri berjejer di depan mobil, mengenakan pakaian serba hitam dari kepala sampai kaki. Hanya mata mereka yang terlihat, menatap langsung ke arah Sagara.

“Harus emang kayak gini?” Dia mendesah, melirik Naura untuk beberapa saat kemudian keluar dari mobil untuk menghampiri orang-orang itu. Sementara Naura, dia masih terlelap dalam tidurnya, mungkin capek setelah melalui drama panjang bertubi-tubi hari ini.

1
Nurlaila Elahsb
yang sabar atu neng jangan cepat berburuk sangka dulu,, coba deh di tanyain baik baik sama kang saga,bakal di jelasin kok😊
Ayesha Almira
ni kpn g slh paham trs
neny
perlahan mulai terkuak apa yg selama ini di terka2,,kang saga sudah menyukai neng nau dr dl,,dan mungkin krn janji nya sm almh makanya dia menjalani hubungan dng tiffany,dan dia melakukan jg krn ingin menyelamatkan cinta nya dr orang2 yg berniat buruk sm neng nau nau,,kitu meureun nya kak othor🤭🤭,,lanjut ah❤️💪
IbuNa RaKean
kan kan salah paham lagiiiiii,😤😤
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
Naura salah faham lagi🥹🥹
erviana erastus
salah paham nggak kelar2
Attaya Zahro
Nah...salah paham lagi 🙄🙄
Kapan sih Sagara berterus terang n terbuka ma Naura..kayak main petak umpet mulu ga kelar²
iqha_24
up lagi kak Kim
iqha_24
ga paham sama Sagara, ditanya Naura gantung, ditanya Tifanny gantung ga kasih jawaban yg pasti jd gemes bacanya
Eka ELissa
penasaran abh bilang apa yaa ke fany lok segara cinta nya ke Nau...
truus Nau jgn mrh dulu tu saga lgi jujur tu ma gundik nya lok dia GK cinta fany
Eka ELissa
Nex....Mak.....🌹🌹😘
IbuNa RaKean
suami siaga cenah kang saga tuh😍😍
apiii
kapan mereka bucinnya
Eka ELissa
kng saga bkln bntuin ibu itu Nau dia sbnarnya baik cumn songong klihtan nya krna ada drama trauma yg GK bisa dia lupkn....tau ...
Eka ELissa
kocak cie beruang 🐻🐻🐻 kutub tkut jarum suntik 🤣🤣🤣🤣🤭kocak..
Eka ELissa
ic-clik....apaaan Mak aku GK ngerti tau.....apaan Nau...🤣🤣🤣🤣🤭
Nurlaila Elahsb
gaas keun lah kak
neny
wkwkwk,,aya aya wae neng nau nau mah,,nanti baper geura kang saga na gara2 berlindung di punggung kang saga🤭,,lanjut akak😘
Hary Nengsih
ada2 aja naura
Ayesha Almira
kenapa g jahilin tifani sih nau...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!