Heroes

“Apa antara kamu dan Roberto memiliki hubungan? Kamu terlihat begitu emosional hari ini. Roberto pernah mengatakan pada ku kalau dia berencana keluar dari Oscuro dan menikah. Apa kamu perempuan yang hendak dinikahinya?”

“Bagaimana kamu bisa menyimpulkan itu?”

“Sudah kubilang, kamu begitu emosional. Melihat bagaimana kamu menghabisi para teroris itu seperti kamu tengah melampiaskan kemarahan mu pada mereka.”

“Ya kamu benar. Aku memang menjalin hubungan dengannya. Sampai aku berusia 32 tahun, hanya Roberto yang bisa membuat ku jatuh cinta. Pekerjaan yang ku lakukan berbahaya dan terkadang membahayakan nyawa. Hanya dia yang mau menerima ku apa adanya. Aku juga berencana berhenti dari dunia ku sekarang. Tinggal di pulau terpencil dengannya. Membantunya melakukan pekerjaan sosial, membantu orang sebanyak-banyaknya. Bahkan kami sudah memiliki tabungan bersama untuk memulai hidup baru. Tapi sekarang semuanya hancur.”

Ilsa tak bisa menahan tangisnya. Wanita yang selama ini bersikap tangguh, kini terlihat rapuh dan tak berdaya. Airmata terus bercucuran dari kedua mata Ilsa. Baru kali ini dia memperlihatkan sisi lemahnya selain pada Roberto. Entah mengapa dia merasa nyaman saja bersama dengan Agam. Usia pria itu lebih muda darinya, hingga Ilsa sering menganggap kalau Agam seperti adiknya sendiri.

“Pasti berat kehilangan orang yang dicintai.”

“Apa kamu pernah kehilangan orang yang kamu sayangi?”

“Aku pernah kehilangan rekan kerja ku. Dia bukan hanya rekan kerja, tapi juga mentor ku. Dia mengajari ku banyak hal. Tapi dia terbunuh ketika menjalankan misinya. Sampai sekarang kami tidak menemukan jasadnya. Kami hanya bisa mengirimkan beberapa barang yang sering digunakannya pada istri dan anaknya.”

“Apa kamu sudah menemukan pembunuhnya?”

“Ya. Dan aku sudah membalaskan dendamnya. Hanya saja aku tetap tidak bisa menemukan di mana mayatnya. Menurut pengakuan sang pembunuh, mayatnya dibuang ke laut.”

“Apa itu Javier?”

“Ya.”

Terdengar helaan nafas panjang Agam. Pikirannya menerawang pada sang mentor yang sudah tenang di alamnya. Pria itu berharap tidak akan kehilangan orang dekatnya lagi dengan cara yang menyakitkan. Ilsa mengusap airmata di wajahnya. Dia menarik nafas panjang beberapa kali untuk menenangkan perasaannya.

“Lalu apa rencana mu sekarang?”

“Aku akan terus bertahan di Oscuro.”

“Sampai kapan?”

“Entahlah. Mungkin sampai aku muak berada di sana,” terdengar kekehan Ilsa setelahnya.

“Lalu bagaimana dengan mu?” kini giliran Ilsa yang bertanya.

“Aku belum tahu berapa lama di Oscuro. Aku masih menikmati gaji besar yang diberikan Ortega untuk ku.”

Keduanya sama-sama tertawa setelahnya. Perasaan Ilsa sedikit membaik setelah berbicara dengan Agam. Ilsa bangun lebih dulu. Dia bermaksud melihat keadaan Fahad dan Rene. Tak lama kemudian Agam menyusul. Selain ingin melihat keadaan rekannya, dia juga mencari tahu soal Malik, anak yang menjadi korban tembak teroris.

Baru saja Agam hendak memasuki ruang rawat Fahad dan Rene, ponselnya bergetar. Agam membatalkan niatnya. Dia berjalan menjauhi ruang rawat inap tersebut, lalu masuk ke toilet. Dia membuka salah satu bilik kemudian mendudukkan diri di atas kloset. Dibukanya e-mail yang baru saja masuk ke ponselnya. Armin baru saja mengirimkan data tentang Liam.

Liam yang memiliki nama lengkap Liam Miller adalah anak pasangan dari James Miller dan Dahlia Lubis, wanita berdarah Batak. James adalah seorang dokter yang dikirim ke Indonesia untuk melakukan pertukaran profesi. James bertugas membimbing dokter residen yang mengambil spesialis penyakit dalam.

Jatuh cinta dengan negara Indonesia yang terkenal dengan keramahannya, James memutuskan tinggal di Indonesia. Apalagi di negara ini juga dia bertemu dengan wanita yang menjadi istrinya sampai sekarang. James menetap di Indonesia, menikah sampai memiliki Liam. Pria itu memiliki dua anak, Liam dan Noah. Keduanya sama-sama memilih menjadi WNI setelah dewasa. Namun mereka mengambil jalan berbeda dalam karir. Jika Liam mengikuti jejak James sebagai dokter, berbeda dengan Noah yang memilih menjadi pengusaha.

Liam mengambil kuliah kedokteran di Universitas Pertahanan. Di sana juga dia mendapat pendidikan militer selama menempuh pendidikan kedokteran. Selesai pendidikan kedokteran di Unhan, Liam mendapat tawaran residensi di Harvard Medical School. Dia terus berada di sana sampai melanjutkan ke program Fellowship.

Saat sedang mengambil program fellowship, Liam menikah dengan wanita keturunan Indonesia asli bernama Nadira. Mereka bertemu saat Nadira mengambil program residensi di rumah sakit tempat Liam bekerja. Mereka menikah dan hidup bahagia sampai Nadira menyelesaikan program residen dan Liam menjadi dokter spesialis bedah kegawatdaruratan.

Jengah dengan peraturan rumah sakit yang lebih mengutamakan keuntungan dibanding tingkat kepuasan dan kesembuhan pasien, Liam dan Nadira memilih resign. Demi mengasah kemampuan mereka, keduanya sepakat pulang ke Indonesia dan bekerja sebagai dokter relawan. Selama setahun pertama, mereka berpindah dari satu daerah ke daerah terpencil lainnya yang ada di Indonesia.

Setelah setahun, keduanya terpanggil untuk menjadi relawan tenaga medis di negara konflik. Pertama-tama keduanya menuju Afghanistan yang berlanjut ke Suriah. Mereka kemudian menuju Gaza karena konflik di sana semakin pelik. Begitu banyak tenaga medis yang dibutuhkan di sana, Liam memutuskan membawa Nadira ke sana.

Seminggu berada di Gaza, Liam mendapat kabar gembira ketika mengetahui istrinya tengah mengandung. Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Ketika Nadira sedang berada di ruang operasi, mencoba menyelamatkan nyawa korban penembakan, rumah sakit tempatnya bekerja dihantam rudal yang dikirimkan Israel. Nadira bersama semua tenaga medis yang bersamanya, termasuk korban, langsung meninggal di tempat. Ketika itu terjadi, Liam tengah berkeliling kota Gaza untuk mengevakuasi korban lain.

Kehilangan istri sekaligus anak, tentu saja membuat Liam terpukul. Namun begitu, dia tetap mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang. Di Gaza juga dia bertemu dengan Aisyah. Seorang perawat berkebangsaan Palestina. wanita berusia 25 tahun itu selalu siap sedia membantu Liam dan sudah menjadi asisten kepercayaan di ruang operasi.

Dua tahun berada di Gaza, Liam bermaksud bermigrasi. Bertahan di sana hanya membuatnya terus teringat pada Nadira. Pria itu pun pindah ke Mesir. Aisyah menawarkan diri untuk ikut. Keduanya pun berpindah ke Mesir. Namun karena tidak ada tantangan di sana, Liam berpindah ke Sudan. Di Sudan, dia bisa berbuat banyak. Dia sering berpindah dari satu kota ke kota lain. Namun keduanya lebih banyak mengunjungi Khortum dan Abu Hamad.

Membaca kisah hidup Liam, membuat Agam kagum. Tidak disangka dokter hebat tersebut menyandang status sebagai warga negara Indonesia. Sekilas Agam menyangka kalau Liam adalah seorang anggota militer. Namun melihat latar belakang pendidikannya, pria itu tidak aneh dengan penampilan Liam.

Selesai membaca berkas Liam, Agam keluar dari toilet. Dia melanjutkan niatnya melihat kondisi Fahad dan Rene. Keduanya masih terbaring di ranjang masing-masing. Ilsa duduk di dekat ranjang Fahad. Agam menarik kursi di dekat ranjang Rene.

“Bagaimana keadaan mu?”

“Seperti yang kamu lihat.”

“Sepertinya luka mu tidak parah. Peluru tidak mengenai saraf atau aorta.”

“Sepertinya kamu paham soal medis.”

“Hanya sedikit. Saat aku masih berada di TNI, aku banyak belajar soal medis.”

“Hei.. aku minta maaf soal waktu itu. Aku sudah bertindak seperti bajingan. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”

“Lupakan saja. Lagi pula aku sudah melukai leher mu. Anggap saja kita impas.”

Terdengar kekehan Rene. Kini cara pandang pria berdarah Perancis itu sudah berbeda pada Agam. Dia tahu kalau Agam seorang tentara yang hebat dan bisa diandalkan. Terbukti bagaimana tadi dia bisa mengatasi situasi penyanderaan pimpinan Abu Hamad. Belum lagi ternyata Agam adalah pria yang menyenangkan, membuat Rene sempat menyesal sudah berlaku buruk sebelumnya.

Perbincangan keduanya terus berlanjut sampai Liam datang menginterupsi mereka. Dokter bedah itu memeriksa keadaan Fahad lebih dulu.

“Serpihan peluru mengenai tulang belikat mu dan itu membuat mu membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh. Untuk sementara waktu kamu harus menggunakan sling arm dan jangan terlalu banyak menggerakkan bahu mu,” terang Liam.

“Terima kasih, dokter.”

Usai memeriksa Fahad, Liam beralih pada Rene. Pria itu segera memeriksa keadaan salah satu tentara Oscuro tersebut.

“Kamu beruntung peluru tidak masuk terlalu dalam dan merusak saraf mu. Hanya perlu istirahat beberapa minggu, baru kamu akan bisa beraktivitas seperti biasa.”

“Thanks, doc.”

“Dokter, apa aku bisa melihat anak yang tertembak. Ehm…”

“Malik.”

“Ya, Malik.”

“Kamu bisa ikut dengan ku. Aku juga akan memeriksanya.”

Agam segera mengikuti langkah Liam keluar dari ruang rawat. Ketika keduanya melintasi lobi untuk menuju lift, terdengar suara rentetan tembakan dari arah jalan di depan rumah sakit.

***

Wah kenapa lagi tuh?

BTW Liam duda tuh🤭