Ini kisah nyata tapi kutambahin dikit ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Sendi terbahak membaca chat Ridho yang singkat tapi berisi umpatan. Tanpa membalas chat itu lagi Sendi mematikan layar ponselnya. Memasukan ke dalam saku celana training panjang warna biru list putihnya.
Sendi keluar rumah dan melihat hujan yang masih turun dengan derasnya. Sendi masuk kembali untuk mengambil jas hujan milik Ayah yang ada di bawah meja tv. Sendi memakainya dan mengambil helm miliknya yang berada di kamar.
Sebelum memakai helmnya itu. Sendi menatapnya sebentar. Sendi teringat jika helm ini adalah helm baru pemberian dari Dita karena ganti rugi.
"Masih ada ya modelan cewek sebaik itu. I like lah," Sendi terkekeh santai lalu memakai helm itu tanpa basa-basi.
Sendi keluar rumah dan menuju motornya yang ada di teras rumah. Sebelum menyalakan motor maticnya Sendi melihat bensinnya lebih dulu, takut kalau bensinnya habis dan dia berakhir kehabisan bensin juga.
"Masih cukup lah."
Setelah selesai meneliti bensinnya Sendi segera melajukan motor menuju lokasi yang sudah Agel share lock padanya.
Rumah Kiki yang tidak jauh dari rumah bapak. Membuat Kiki yang sedang duduk di ruang tamu mendengar suara motor Sendi yang pergi menjauh. Kiki mengintip di jendela. Kiki pun melihat Sendi yang pergi menggunakan jas hujan di bawah guyuran hujan yang begitu derasnya.
"Dia mau kemana? Hujan deras banget begini,"
"Siapa Ma?"
Edi, suami Kiki tiba-tiba sudah ada di belakangnya yang tentu saja membuat Kiki terkejut.
"Sendi hujan-hujan begini keluar pake motor. Mau kemana dia?"
"Ke warung kali. Atau mau beli apa,"
"Mungkin."
Baru saja Kiki akan menjauh dari kaca jendela. Suara motor yang tidak asing terdengar di telinganya. Motor itu motor milik bapak, lengkap dengan bapaknya. Bapak terlihat basah kuyup yang sepertinya kehujanan.
Setelah Teta meninggal Roni bisa mengumpulkan uang untuk beli motor setengah pakai. Makanya sekarang Roni bisa pakai motor dan punya motor.
"Itu bapak dari mana? Nggak bapak nggak anak demen banget hujan-hunanan," ujar Kiki.
Kiki beranjak dan membuka pintu rumahnya. "Pak!" Panggilnya yang membuat Roni menoleh ke arah Kiki. "Bapak dari mana? Kok kehujanan?"
"Ambil uang di rumah Wari."
"Uang apa Pak?"
"Kemarin pulang dari kebun bapak jual buah salak ada dua kwintal. Nah ini baru di bayar sama Wari, katanya baru sekarang ada uangnya."
"Ooohhh, gituuu..." Kiki mengangguk paham. "Ya udah cepet bebersih Pak. Biar nggak masuk angin."
"Iya. Ini mau buru-buru bebersih."
Kiki berbalik dan ingin menutup pintu tapi suara bapak yang memanggil namanya membuat Kiki urung.
"Kenapa Pak?"
"Nanti ke sini ya. Bapak tadi beli mie ayam sama gorengan. Kita makan sama-sama."
"Oh, iya, Pak."
Setelah mengatakan itu Roni masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang supaya bajunya yang basah yang masih menetes itu tidak mengotori lantai rumahnya.
"Sen..!" panggilnya. Setelah di dalam rumah.
"Sendi...!" panggilnya lagi. Tapi dua kali panggilan, Roni tidak mendengar sahutan dari anak bujangnya itu.
"Kemana itu bocah? Pasti keluyuran," kesalnya.
Roni melepas baju serta celananya di sana, membuat Roni benar-benar menjadi telanjang. Roni sama sekali tidak malu ataupun takut ada yang melihatnya seperti ini, karena di rumah ini dia hanya sendirian saja.
Roni membawa pakaian kotornya itu ke kamar mandi sederhananya, mencucinya sekaligus mandi. Setelah selesai Roni menuju kamarnya dan berpakaian.
Setelahnya Roni menghitung uang hasil jualan buahnya. Hasilnya cukup lumayan, bisa untuk kebutuhan dan keperluan sampai waktunya panen buah salak lagi.
"Pak..."
Mendengar suara Kiki dari luar kamar. Roni buru-buru menyimpan uangnya di bawah kasur. Roni keluar dan melihat Kiki yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Itu ada di meja makan. Kedua anak mu mana? Suruh makan bareng-bareng sini. Hitung-hitung sukuran karena bapak baru panen." kata Roni menunjuk mie ayam dan gorengan yang dia beli tadi.
"Biar aku bawa pulang aja Pak. Mereka lagi kerja mereka belum pulang. Cuma Mas Edi yang di rumah sama aku."
"Ya sudah sana ambil aja. Ambil empat bungkus ya mie ayamnya, kalo gorengannya terserah kamu mau ambil berapa. Tadi bapak beli gorengan tiga puluh ribu."
Kiki berjalan menuju mie ayam yang tadi bapak sebutkan. Dia mengambil sesuai perintah bapak. Empat bungkus mie ayam dan gorengan delapan biji saja.
"Pak aku ambil segini," Kiki memperlihatkan pada Roni yang baru saja muncul di belakangnya.
"Iya-iya, sana di makan."
"Makasih Pak. Semoga rezeki bapak di perluas."
"Aamiin."
...----------------...
Sendi baru tiba di mana Agel berada. Dan benar saja. Setibanya di sana Sendi melihat Agel yang sudah dalam keadaan pucat dan menggigil, membuat Sendi tidak bisa menahan tawanya.
"Hahaha..."
"Jangan ketawa bangsat! Dingin banget sumpah."
Agel mengomel dengan bibir yang gemetar karena seluruh badannya benar-benar kedinginan. "Buruan anter gue ke rumah. Sumpah cuk ini dingin banget. Hujannya deres banget."
"Rumah gue?"
"Rumah gue lah, beg0..!" sembur Agel yang kesal dan geregetan karena Sendi masih menatapnya penuh ejekan. Tapi Agel juga berterimakasih pada Sendi karena temannya satu itu rela datang demi menjemputnya. Di situasi hujan badai begini.
"Terus motor lo gimana?"
"Gue udah telpon bengkel tadi. Biarin aja motor gue di sini. Bentar lagi mereka nyampe kok,"
"Nggak takut ilang?"
"Bacot lu..!" sembur Agel lagi. "Banyak nannya banget perasaan. Cita-cita jadi wartawan ya lu?" Agel benar-benar kesal. Dia sudah sangat kedinginan dan ingin cepat sampai rumah.
Sendi tertawa melihat Agel yang kelihatan emosi banget. "Nggak sayang motornya emang?"
"Lama-lama gue tampol juga ya lu. Udah buruan anter gue. Kelamaan nge-bac0t bisa-bisa gue beneran mati di sini."
"HAHAHAAA....!" Sendi terbahak.
"Ngetawain gue lu?"
"HIHIHIHIII...."
"Fix, Sendi SETAN...!!!!"
"Bajingan..."
...----------------...
Setelah kepergian Kiki. Roni pun melahap mie ayam serta gorengannya. Makanya tadi Roni sengaja tidak memasak. Karena saking lamanya Roni tidak memakan mie ayam. Roni sampai menghabiskan dua bungkus mie ayam itu dan sepuluh gorengannya, hingga gorengannya tersisa sepuluh biji saja dan mie ayamnya habis.
"Eeeggg... Alhamdulilah... kenyang."
Roni mengusap perutnya yang kekenyangan itu. Pergi dari meja makan dan langsung menuju ruang tamu. Dia akan istirahat sebentar sambil merokok, rokok yang di buat sendiri.
Setelah Roni menghabiskan satu batang rokok buatannya. Roni beranjak dan menuju kamarnya tanpa memberesi meja yang berantakan dengan perintilan tembakau yang berjatuhan. Roni bersiap tidur karena perut juga sudah tidak terlalu pegah akibat kekenyangan.
...----------------...
"Masuk rumah gue dulu. Kita bikin mie kuah deh,"
Agel dan Sendi sudah sampai di garasi rumah Agel. Bangunan yang berlantai dua yang selalu membuat Sendi tersenyum saat melihatnya.
Sendi juga ingin memiliki rumah sebagus ini. Dan Sendi berdo'a dalam hati agar bisa membuat rumah sebagus ini jika sudah bekerja nanti.
"Boleh, deh."
Agel dan Sendi berjalan masuk ke dalam rumah orangtuanya Agel. Di dalam rumah itu terlihat sepi.
"Adek sama orangtua lo kemana Gel? Sepi gini," tanya Sendi.
"Nggak tahu. Mama nggak ada bilang apa-apa ke gue. Lo tunggu ruang tamu aja deh. Gue mandi sekalian bikin mie kuahnya." kata Agel ketika Sendi dan Agel sudah sampai di depan pintu kamar Agel yang berada di lantai dua.
Sendi mengangguk. "Jangan lama-lama. Gue nggak mau pulang kemaleman,"
"Beres,"
Sendi berjalan menuju ruang tamu rumah Agel. Sendi mendudukan pantat di sana. Empuk, satu kata muncul dari dalam hati Sendi. Dia mengeluarkan ponsel dan mengarahkan ponselnya pada wajahnya.
Klik
Sendi tersenyum melihat hasil jepretannya, dan iseng mengunggahnya di IG dan WA.
Dan tak butuh waktu lama dari unggahannya yang terkirim. Beberapa chat masuk di WA serta IG nya. Sendi membuka chat dari nama kontak yang teratas Ella di WA.
[ Uh. Ganteng bangeeet... ]