Ini adalah perjalanan cinta kedua putri kembar Ezar dan Zara.
Arsila Marwah Ezara, si tomboy itu akhirnya berhasil bekerja di sebuah perusahan raksasa yang bermarkas di London, Inggris, HG Corp.
Hari pertama nya bekerja adalah hari tersial sepanjang sejarah hidupnya, namun hari yang menurutnya sial itu, ternyata hari di mana Allah mempertemukan nya dengan takdir cintanya.
Aluna Safa Ezara , si gadis kalem nan menawan akhirnya berhasil menyelesaikan sekolah kedokteran dan sekarang mengabdikan diri untuk masyarakat seperti kedua orang tuanya dan keluarga besar Brawijaya yang memang 90% berprofesi sebagai seorang dokter.
Bagaimana kisah Safa sampai akhirnya berhasil menemukan cinta sejatinya?
Karya kali ini masih berputar di kehidupan kedokteran, walau tidak banyak, karena pada dasarnya, keluarga Brawijaya memang bergelut dengan profesi mulia itu.
Untuk reader yang mulai bosan dengan dunia medis, boleh di skip.🥰🥰
love you all
farala
💗💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19 : Kekesalan Arga
Rasa rasanya, Safa ingin pingsan.
Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba tiba saja badai datang menyerang benteng pertahanan hingga porak poranda.
Terlebih, umi Zara baru saja menelponnya, tepat di depan Arhan. Ya, lima belas menit, waktu yang di berikan oleh Arhan benar benar membuat Safa frustasi .
Seminggu lagi , Safa harus mengambil cuti dan kembali ke Indonesia.
Dan benar saja, seminggu kemudian , kejadian bersejarah itu terjadi.
Lamaran keluarga Hartawan benar-benar di tujukan ke rumahnya. Melamar putri tertua keluarga Ezara.
Apa mungkin ini ilusinya saja? Dari proposal Arhan yang Safa kira itu hanya lah candaan, kini berakhir dengan dekorasi indah bernuansa putih mewarnai setiap sudut rumah mewah nya.
" Waktumu habis. Kau tidak punya pilihan lain, minggu depan aku akan datang ke rumah mu, dan jangan menolaknya."
Kalimat itu masih terngiang di telinga Safa. Sebenarnya, itu lebih bersifat paksaan ketimbang bicara baik baik.
Tapi, kedua orangtuanya setuju dan menyukai seorang Arhan, lalu apalah daya nya? Pilihan orang tua tidak pernah salah. Begitu yang dia tanamkan dalam hati. Apalagi, seluruh keluarga Brawijaya , menikah karena di jodohkan. Alhasil, semuanya berakhir hidup bahagia.
Marwah merangkul Safa yang baru saja masuk ke dalam kamar.
" Tidak lama lagi. Mbak akan menikah, lalu aku bagiamana?" Ucapnya dengan netra berkaca kaca.
" Ya.. nikah juga, kan beres."
Marwah memukul pundak Safa.
" Aduh..." Safa meringis kesakitan.
" Aku tidak sama seperti mbak, lemah lembut dan sabar. Nah aku, mana ada laki laki yang mau menikahi wanita tomboy . Tidak ada..."
" Tunggu saja, jangan mendahului takdir Allah."
Marwah menghela nafas.
" Tapi, apa mbak mencintai mas Arhan?"
Safa menatap lurus ke depan. " Entahlah, aku bingung."
" Mas Arhan adalah pria yang baik, aku dan Azzam sudah lama mengenal nya. Mbak harus yakin."
" Dia memang baik, tapi entahlah, aku ragu."
" Sudahlah, nanti juga mbak bakalan suka dan cinta."
Safa hanya tersenyum menimpali.
" Malam ini, kita tidur bersama, ya..aku kangen. Nanti juga setelah menikah, aku sudah tidak bisa lagi tidur berdua dengan mbak."
Safa terkekeh dan kembali merangkul Marwah.
" Ayo.."
Keduanya berbaring di atas tempat tidur. Netra mereka hanya fokus menatap langit langit kamar. Entah apa yang mereka berdua pikirkan.
" Jadi, bagaimana perjalanan mu ke Al Hidayah ? Kau menghubungiku kalau ibu dari bosmu menurunkan mu di jalan."
Marwah menghela nafas.
" Ya begitulah. Sebenarnya, aku yang minta di turunkan demi menemani pak Barra. Tau diri dong akunya. Tidak enak juga, masa si bos jalan sendiri di tempat yang asing."
" Lalu.."
" Ya, terpaksa, kami menginap bersama."
Safa membeliak, tangannya tanpa sadar memukul paha Marwah hingga Marwah mengerang kesakitan.
" Kenapa memukul ku?" Protesnya.
Safa duduk siaga satu, netranya memindai tubuh Marwah. Menyingkap daster yang di kenakan sang adik.
" Dia tidak melecehkan mu, kan?"
Marwah tertawa." Tidaklah. Mbak ini apa apaan sih, pak Barra itu tidak pernah melihatku sebagai wanita. "
" Kenapa bisa begitu?"
" Lihat saja penampilan ku, mana ada yang tertarik dengan si tomboy ini?"
Safa menarik daster Marwah lebih ke atas.
" Tapi laki laki tidak kenal kata tomboy jika menyangkut ini, Marwah !!" Tanpa aba aba Safa menggamit apam Marwah dan membuat Marwah terlonjak kaget.
" Mbakkkk,, Jangan !!" Kesal Marwah. Selama ini, dia memperlakukannya dengan baik, menjaga dan merawat kerang emasnya dengan penuh kasih sayang. Dan sekarang, dengan kasarnya , Safa justru datang dan mencubit nya dengan keras.
" Apa kalian tidur di kasur yang sama?" Selidik Safa.
" Amit amit, tidak lah mbak. Kami memesan dua kamar. Tapi aku sedikit heran, mungkinkah bos ku itu mengidap OCD?
" Masa sih..."
" He'eh...Sikapnya aneh. Selain menghindari ku, dia juga takut menggunakan peralatan hotel. Seperti handuk, dan yang lainnya. Jadi, dia menambah uang lebih, agar pelayan hotel mau mengganti semua perlengkapan yang baru tepat di depan matanya."
" Benarkah? Tapi di kantor , apa kau melihat hal yang sama? Semacam yang kau lihat itu."
" Tidak, biasa saja. bahkan mejanya kadang berantakan, dan aku juga yang membereskan nya."
" Berarti dia tidak mengidap OCD , Marwah sayang..."
" Lalu?"
" Dia mungkin ada semacam trauma."
" Trauma?"
Safa menganggukkan kepala. Dan Marwah nampak memikirkan tingkah yang tidak biasa dari bosnya itu.
*
*
London, Inggris.
Suara ketukan pintu, membuyarkan lamunan Arga. Dari cara mengetuknya, Arga tau, siapa di balik pintu tertutup itu.
Rowan melangkah menghampiri Arga.
" Apa anda sibuk, tuan?"
" Ada yang penting?" Arga meletakkan pulpennya dan menatap Rowan.
Pertanyaan seperti tadi, jarang di lontarkan Rowan, kecuali jika ada hal yang sangat penting dan mendesak.
Rowan menatap Arga. Tampaknya dia ragu untuk berbicara.
" Bulan depan, nona Safa akan menikah , tuan."
Deg...
Tatapan Arga lurus ke depan. Sepertinya untuk sesaat, jantungnya kehilangan kemampuan untuk berdetak, kelopak matanya kehilangan kemampuan untuk mengatup.
Hampir sebagian kemampuan indranya, menghilang tiba tiba. Hingga suara berat Rowan mengembalikan kembali semua fungsi itu.
" Tuan..."
" Oo..mmmm.."
" Tuan baik baik saja?"
Tidak ada jawaban. Sebaliknya Arga yang mengajukan pertanyaan.
" Dengan siapa?"
" Tuan sangat mengenalnya?"
" Siapa, Rowan?"
" Dia anak dari dokter Budiman."
Arga terkesiap. " Maksudmu, Arhan?"
" Iya, tuan.."
Hening.
Rowan berdiri mematung menunggu perintah, sementara Arga duduk terpaku tanpa suara.
Kesunyian itu berlangsung selama beberapa menit, hingga...
" Siapkan mobil."
" Baik , tuan."
" Selesaikan ini untukku. Aku akan keluar sebentar." Arga berdiri dan menyuruh Rowan menyelesaikan beberapa berkas di meja yang masih tersisa banyak.
" Baik, tuan."
Begitu membuka pintu. Rowan memanggilnya.
" Tuan Arga."
Arga menoleh.
" Hati hati."
Arga tersenyum dan mengangguk.
*
*
Kuda besi itu melaju dengan kecepatan tinggi. Arga nampak frustasi , itu jelas terlihat dari ekspresi wajahnya.
Sembari mengemudi, satu tangannya dia gunakan untuk membuka kancing kemeja dan melonggarkan dasinya.
Tujuannya adalah, mansion mewah keluarga Hatcher di pinggiran kota.
Tiba di mansion, dengan kasar dia membuka pintu dan mencari keberadaan sang ayah.
Opa Alden sedang bermain golf di belakang mansion bersama beberapa pejabat tinggi dari HG Corp.
Kedatangan Arga di sambut cuek opa Alden. Sementara pejabat yang lain mundur teratur memberikan ruang pada anak dan ayah itu untuk berbicara.
" Ada masalah apa, pak Dewan? Seharusnya, kamu masih di belakang meja di jam seperti ini. Ini masih pagi. " Opa Alden berujar tanpa melihat wajah Arga.
" Ini semua karena papa."
Ayunan lengan opa Alden menggantung di udara ketika dia di salahkan oleh anaknya sendiri di saat opa Alden tidak mengetahui letak kesalahannya di mana.
Opa Alden mengurungkan niat untuk memukul bola. Tangannya turun dengan perlahan sembari menatap wajah serius Arga.
" Apa kita perlu bicara?"
" Ya.."
Opa Alden memberikan kode pada caddy golf untuk membereskan peralatan nya.
Melangkah masuk ke ruang kerja, Opa Alden duduk di kursi kebesaran sementara Arga berdiri tegak di hadapannya.
" Katakan.... Kau butuh uang? "
" Aku bahkan bisa membeli rumah tua mu ini beserta perusahan mu."
" Lalu, apa masalah mu?"
" Di saat aku ingin bertemu sore itu, kenapa papa harus berangkat ke Belgia?"
Kening Opa Alden mengernyit.
" Jadi maksudmu, hanya untuk bertemu dengan mu, papa harus membuang puluhan juta poundsterling? Begitu?"( Setara dengan ratusan miliar rupiah).
Arga terdiam.
" Kenapa kau jadi kekanak kanakan, Arga? Sebenarnya apa mau mu?!" Kesal Opa Alden.
Arga menghela nafas berat.
" Tuan Lukman Brawijaya, apa papa mengenalnya?"
" Siang Itu, saat kau menelpon, papa sedang makan bersama nya."
Arga mengingat hari itu.
" Papa di mana?"
" Sedang makan siang dengan kawan lama. Kau mau bergabung? "
" Tidak, terima kasih."
" Lalu apa ada hal yang penting? "
" Mmm...nanti saja, sore ini aku akan ke rumah."
Kening Arga mengernyit.
" Jadi yang papa maksud kawan lama , adalah tuan Lukman Brawijaya?" Tanyanya frustasi.
" Iya."
Arga mendengus kesal.
" KENAPA PAPA TIDAK BILANG!!"
...****************...
astagfirullah knpa jadi mendoakan yg engga2 /Facepalm/
mohon 2x up thor
aahh Thor critamu bikin ku Ter love2..
ku tunggu critanya Marwah Thor dh Ter bara2 n Ter marwah2 aq in thor/Drool//Kiss/
d tunggu kelanjutan nya akan ada kejutan kan KA
lanjut thor.....gak papa arhan kelihatan baik tapi bejat.... tadinya dukung arhan skrg pindah dukung arga..
bisa langsung menyusul puzzle 😃👍🏻👍🏻